Oleh: Ummu Aqila
Bagai peribahasa sudah jatuh ditimpa tangga, inilah yang terjadi di negri kita saat ini, dampak pandemi covid-19 tidak hanya di sektor pangan saja, tapi juga dibanyak sektor lainnya termasuk cost listrik. Listrik yang nota bene kebutuhan primer untuk memperlancar kegiatan ekonomi juga pendidikan diawal bulan Juli telah menunjukkan taringnya menambah deretan panjang struk hutang keluarga yang harus dibayarkan. Masyarakat tercengang dan mengeluhkan tagian listrik yang membubung tinggi sampai 4 x lipat dan menduga ada kenaikan diam-diam dari PLN. PLN mengelak telah menaikkan listrik selama masa pandemi. Kenaikan tagihan listrik dianggap wajar karena penggunaan yg meningkat karena WFH dan BDR.
Dikutip www.cnbcindonesia.com Direktur Human Capital Management PT PLN (Persero), Syofvi F. Roekman menegaskan, bahwa pihaknya juga tidak pernah melakukan manipulasi dalam penghitungan tarif. Penghitungan dilakukan berdasarkan hasil meteran yang juga bisa dilakukan oleh pelanggan sendiri."Prinsipnya kami tidak pernah melakukan adjustment terhadap tarif karena itu domainnya pemerintah, dan bukan domain PLN," ujarnya melalui video conference, Sabtu (6/6/2020).
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan Bob Saril mengatakan, lonjakan tagihan yang dialami sebagian pelanggan tidak disebabkan oleh kenaikan tarif. Bukan juga disebabkan subsidi silang antara pelanggan golongan tertentu dengan golongan yang lain. Lonjakan pada sebagian pelanggan tersebut terjadi semata-mata karena pencatatan rata-rata rekening sebagai basis penagihan pada tagihan bulan Mei, kemudian pada bulan Juni ketika dilakukan pencatatan meter aktual selisihnya cukup besar. Itulah yang menyebabkan adanya lonjakan, katanya, jabar.sindonews.com Minggu (7/6/2020).
Bicara tentang listrik, baik dimasa normal ataupun pandemi Covid 19 sama sekali tidak ada keringanan yang signifikan kebijakan yang pro rakyat. Setiap kali belum ada ceritanya masalah listrik ini menurun costnya. Lagi-lagi rakyat dipermainkan oleh para kapitalis dengan alasan yang seolah-olah pro rakyat tatapi bak tangga doyong yang sewaktu waktu akan menimpa rakyat.
Kenaikan TDL listrik yang terus melonjak tidak bisa dipisahkan dari liberalisasi kelistrikan, yang dimulai sejak UU ketenaga listrikan no.20.Tahun 2002 disahkan. UU ini salah satunya mengatur persoalan unbanding vertical, yang memisahkan proses bisnis PLN menjadi beberapa usaha. Yaitu pembangkit tenaga listrik, transmisi listrik, dan penjualan tenaga. Unbanding vertical ini yang selanjutnya diduga bermuara pada liberalisasi listrik, dikarenakan UU ini juga mengatur pembukaan ruang luas bagi pelibatan swasta.
Sementara disaat yang sama, pihak pemerintah diwakili PT PLN sebagai BUMN yang seharusnya bertanggung jawab atas ketersediaan listrik di Indonesia justru hanya bertindak sebagai regulator saja.
Bagaimanapun aturannya, UU ini tetap saja tidak bisa menjamin bahwa rakyat banyak bisa memperoleh haknya terhadap energi listrik dengan mudah dan murah. Bagaimana bisa dari hulu ke hilir paradikma pengelolaannya mencari keuntungan.
Kebijakan yang ditekan oleh pemilik modal akan selalu menomor duakan kepedulian terhadap kesulitan rakyat, dalam sektor strategis layanan publikpun tidak menyesuaikan pelayanannya dengan pendekatan meringankan kesulitan masyarakat baik di masa pandemi ataupun normal. Ditengah pandemi rakyat bak terjerat lehernya, karena kebutuan hidup tinggi ditambah cost listrik yang tinggi pula.
Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, ternyata banyak yang belum mengerti bahwa Islam mempunyai solusi atas permasalahan ini. Islam yang di turunkan Allah SWT tidak hannya mengatur masalah ibadah saja,Islampun mengatur segala sapek kehidupan, terasuk kelistrikan.Dalam Islam listrik termasuk kedalam kepemilikan umum,listrik yang digunakan sebagai bahan bakar termasuk kategori "api" atau energy. Sebagaimana sabda Nabi SAW ang artinya:
" Kaum Muslimin bersetikat dalam tiga hal,padang rumput, air dan api (energy)"( Hr.Ahmad).
Sumber energy pembangkit tenaga listrik sebagian besar berasal dari bahan tambang, seperti migas dan batu bara, yang juga termasuk dalam kepemilikan umum. Karena masuk dalam kepemilikan umum barang tambang migas dan batu bara maka tidak boleh dikomersilkan pengelolaannya dan juga hasilnya. Barang tambang ini haruslah dikelola oleh penguasa (kholifah) dan hasilnya dikembalikan untuk memenuhi kepentingan rakyat.
Negara yakni (Khilafah) bertanggug jawab memenuhi kebutuhan listrik setiap rakyatnya, baik yang kaya ataupun yang miskin, yang tinggal di kota atau di pedalaman. Islampun memandang Negara dan pemerintahannya sebagai ra'in, yakni pemimpin yang bertanggung jawab mengurus semua urusan rakyat bukan pedagang dengan prinsip untung rugi.
Negara memastikan semua rakyatnya tercukupi terutama kebutuan dasar papan, sandang, pangan, kesehatan, keamanan menjadi prioritas tanggung jawab penguasa. Karena penguasa adalah Junnah (perisai) yang menghadang digarda terdepan. Sehinnga masyarakat mencintainya dan penguasapun mencitai rakyatnya bukan sebaliknya.