Oleh : Sumarni, S.Pd. (Komunitas Menulis untuk Peradaban)
Arus pertambahan jumlah terinfeksi virus korona terus melambung, bahkan pasca lebaran angka kasus positif korona meledak. Tak tanggung-tanggung dalam sehari saja jumlah kasus mencapai sembilan ratusan sampai nyaris tembus seribu jiwa.
Bahkan Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan memprediksi pasca lebaran jumlah kasus covid-19 bisa saja mencapai seribu kasus perharinya. Menurut Dia penambahan kasus meledak, lantaran masyarakat yang sudah mulai turun keluar rumah menjelang hari raya Idul Fitri meskipun pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sudah diterapkan. (OkeZone, 21/5/2020).
Disisi lain para nakes dan tenaga medis yang berada digarda terdepan melawan serangan ganas covid-19 sudah nampak kelelahan hari ini. Sudah begitu para nakes kita dan tenaga medis kurang mendapatkan sokongan dari pemerintah. Jangankan sokongan, sekedar apresiasi atas kinerja mereka selama berkutat perang melawan virus ini pun tak kunjung diberikan.
Lalu proteksi atas perlindungan para nakes sangat minim terutama tersedianya apd yang dibutuhkan tenaga medis sampai saat ini. Pun proteksi secara finansial belum mereka peroleh dan masih dikeluhkan. Padahal pemerintah yang disampaikan langsung oleh Jokowi telah berjanji akan memberikan insentif bulanan kepada para tenaga medis (dokter, bidan, dan perawat) yang bertugas menangani covid-19 mulai dari 7,5-15 juta. (TEMPO.CO, 25/5/2020).
Keluhan itu datang dari tenaga medis yang ada di Wisma Atlet dintaranya kebanyakan para perawat yang tak kunjung mendapatkan insentif dari pemerintah. Seperti dilansir pada laman (merdeka.com, 25/5/2020) ada sekitar 900 tenaga medis dan relawan medis yang hingga hari ini belum mendapatkan haknya (insentif).
Tentu tak hanya di Wisma Atlet saja, namun ada juga disejumlah tempat lain yang juga belum diberikan insentifnya oleh pemerintah. Kendati pencairan insentif sudah dilaksanakan oleh Kemenkes, tapi nyatanya tidak menyentuh semua tenaga medis.
Ironisnya ditengah keluhan para nakes yang tak kunjung menerima insetifnya dan masih mengganasnya wabah, justru terjadi gelombang pemecatan ratusan tenaga medis. Alasan pemecatan ratusan tenaga medis ini disebabkan mereka melakukan aksi mogok kerja. (Wartakotalive.com, 21/5/2020).
Apapun alasannya melakukan pemecatan terhadap tenaga medis disaat pandemi masih bergejolak, tentu ini bukanlah kebijakan yang tepat. Pasalnya ditengah terbatasnya personel tenaga medis akan mempengaruhi kinerja dalam memberikan pelayanan terhadap pasien.
Tenaga kesehatan akan semakin kelelahan dan tentunya beban kerja dalam melakukan penanganan covid-19 akan bertambah pula. Sementara di tanah air sendiri, jumlah tenaga medis masih sangat kurang dan memerlukan tambahan.
Pejuang wabah minim proteksi, kapitalisme penyebabnya!
Dalam dunia kapitalis, pemberian pelayanan kesehatan tidaklah gratis, sebab rakyat harus membeli alias membayar jika ingin mendapatkan pelayanan kesehatan. Sebagaimana hari ini kita merasakan akan mahalnya memperoleh pengobatan.
Demikian paradigma kapitalisme, semua pelayanan yang diberikan diobral dalam mekanisme jual-beli. Tak punya duit maka rakyat tak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Sebaliknya yang bermodal maka merekalah yang berhak memperolehnya.
Hari ini kita mendapati negara yang menerapkan kapitalisme dengan asasnya sekularisme (ide pemisahan agama dari kehidupan) tidak sepenuhnya menjamin kesehatan rakyatnya. Termasuk negeri ini yang juga mengadopsi ideologi kapitalisme.
Maka tak heran kita menjumpai negara tak berperan utuh untuk menyiapkan alat-alat kesehatan yang dibutuhkan rumah sakit, minimnya sarana dan prasarana rumah sakit ketika negeri tengah dilanda wabah. Bahkan mirisnya rumah sakit harus membeli (misal pengadaan apd dan fasilitas lainnya) kepada negara.
Ditambah pemberian proteksi berupa finansial untuk para tenaga medis tak secara merata diberikan. Demikian watak negara yang mengemban kapitslisme, bukan kapitalisme namannya jika harus merugi dan harus menanggung secara utuh sistem kesehatan berikut tenaga medis yang terlibat didalamnya.
Karena itu negara yang mengadopsi ide kapitalisme juga berujung pada kebijakan pemerintah yang setengah hati dan tak tepat sasaran dalam menyelesaikan dan menangani covid-19. Akibatnya sampai hari ini pejuang wabah (tenaga medis) semakin banyak berguguran saat menangani wabah.
Sudah begitu mereka (tenaga medis) tidak mendapat perhatian memadai dari pemerintah. Jangankan memberikan perlindungan utuh dengan kebijakan terintegrasi agar pasien covid tidak terus melonjak, bahkan proteksi finansial juga tidak diberikan.
Sebagian tidak mendapat tunjangan, THR perawat honorer dipotong bahkan ada yang dirumahkan karena rumah sakit daerah kesulitan dana. Padahal gugurnya tenaga medis atau pemecatan sama dengan berkurangnya prajurit di garda terdepan.
Islam memberikan proteksi terhadap pejuang wabahDidalam Islam negara memastikan dan menjamin empat kebutuhan umatnya, jaminan pangan, keamanan, pendidikan, dan termasuk jaminan kesehatan. Jaminan ini diperoleh umat secara cuma-cuma alias gratis.
Adapun jaminan akan kesehatan diberikan negara untuk memastikan kesehatan rakyatnya berjalan dengan baik sehinggga dengan begitu mereka dapat beribadah dengan baik. Pun bukan hanya rakyat saja yang mendapatkan pelayanan kesehatan secara penuh namun tenaga medis yang telah berupaya untuk menyehatkan umat, juga sangat diperhatikan oleh negara.
Tenaga medis sebagai prajurit yang berada di garda terdepan melawan musuh dalam masa wabah seperti yang terjadi saat ini. Maka negara hadir sebagai pionir utama untuk memberikan proteksi kepada tenaga medis.
Baik proteksi segala bentuk alat-alat kesehatan (misal apd dan lainnya), obat-obatan, laboratorium, dan sarana prasarana rumah sakit maupun proteksi secara finansial. Negara sangat mendukung dan mengapresiasi atas kinerja tenaga medis yang telah menangani wabah dengan penghargaan setinggi-tingginya.
Bahkan kepada para tenaga medis yang berjasa melakukan riset dan menemukan obat atau vaksin, maka negara akan memberikan penghargaan atas hasil penemuannya dengan emas seberat karyanya. Masya Allah!. Karena itu tenaga medis dalam negara Islam akan lebih fokus menemukan bentuk-bentuk pengobatan yang terbarukan tanpa khawatir apalagi resa memikirkan insentif mereka kurang atau tak diberikan oleh negara.
Sebab negara telah menjamin dan memberikan insentif yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (tenaga medis) bahkan lebih dari cukup. Sangat berbeda dengan kondisi saat ini dimana para tenaga medis tidak mendapat perhatian yang memadai dari negara, sekedar memberikan apresiasi tak ada atau rasa prihatin dan bela sungkawa kepada tenaga medis yang telah gugur juga tak terlihat. Bahkan terkesan diabaikan, dibiarkan mereka bekerja melawan wabah tanpa ada proteksi yang memadai dari negara.
Alhasil hanya Islam yang seutunnya memberikan proteksi terhadap pejuang wabah (tenaga medis) baik proteksi diri maupun proteksi secara finansial. Kesemuanya itu dibiayai dari dana kas baitul mal. Tentunya ketika Islam diterapkan dalam bingkai daulah Islamiyah (negara Khilafah)[].