Corona, Anak, dan Tahun Ajaran Baru

 
Oleh : Ummu Aqil (Guru dan Pemerhati Kebijakan Publik)

Kendati pandemi belum berakhir, namun kebijakan new normal di sektor pendidikan akan tetap berjalan. Sebagaimana dilansir dari kumparan.news. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI telah menyatakan, Tahun Ajaran Baru 2020/2021 akan tetap dilaksanakan pada 13 Juli 2020. Ini berarti anak anak akan mulai  bersekolah di pertengahan Juli mendatang. 

Keputusan Kemendikbud ini tak ayal membuat para orang tua resah, bagaimana tidak? Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) angka kematian anak di Indonesia akibat virus corona menunjukkan jumlah paling tinggi dibanding dengan negara ASIA lainnya. Hingga 18 Mei 2020, jumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) sebanyak 3.324 anak. 129 anak berstatus PDP meninggal, 584 anak terkonfirmasi positif COVID-19, dan 14 anak meninggal akibat COVID-19.Dari temuan ini menunjukkan, tidak benar kalau kelompok usia anak tidak rentan terhadap COVID-19

Meski pemerintah dan Kemendikbud sudah memberikan sinyal berupa ajakan pada masyarakat agar hidup berdamai dengan corona, namun publik masih mempertanyakan apakah kondisinya sudah memungkinkan. Rencana ini dinilai terburu-buru dan dikhawatirkan memicu gelombang ke dua virus corona dengan jumlah yang lebih besar.

Ahli epidemiologi UI, Pandu Riono, berpendapat Indonesia belum memenuhi tiga kriteria untuk melakukan relaksasi PSBB. Kriteria yang berbasis indikator epidemiologi, kesehatan publik dan pelayanan kesehatan.

Para orang tua juga menyangsikan anak anak bisa disiplin menjalankan protokol covid. Adalah Watiek Ideo, seorang penulis buku anak yang juga ibu dari seorang pelajar kelas 6 SD, penggagas petisi 'Tunda Masuk Sekolah Selama Pandemi' di laman change.org. Watiek menggagas petisi ini karena kekhawatiran dengan tahun ajaran baru yang akan segera datang. 

Bisakah kita benar-benar percaya kalau anak-anak tidak akan mengucek mata atau memegang hidung dan mulutnya selama di sekolah? Bisakah kita memastikan anak akan tetap jaga jarak 1,5 meter saat jam istirahat karena mereka sedang excited ketemu satu sama lain? Lalu siapkah guru-guru mengawasinya?" kata Watiek.

Kembali sekolah memang bukanlah pilihan yang bisa di ambil oleh anak hari ini, namun belajar secara daringpun bukanlah model pembelajaran terbaik. Belajar di rumah membuat anak anak bosan karena tidak ada teman untuk saling beriteraksi dan seabrek tugas yang membuat siswa pusing. Belum lagi keterbatasan sarana dan prasarana yg dimiliki oleh siswa. Sehingga akhirnya tidak ada pilihan yang layak di ambil.

Semua ini terjadi adalah sebagai akibat dipaksakannya konsep New Normal yang sejatinya adalah tuntutan para kapitalis pemilik modal yang tidak mau terus merugi dengan adanya pembatasan sosial di masa pandemi. Semua sektor ekonomi, dari perdagangan, transportasi, jasa hotel, pariwisata dll harus segera diaktifkan kembali. Akhirnya pendidikan pun terkena imbasnya untuk segera siap dibuka kembali. Maka generasi muda bangsa ini akan bertaruh nyawa jika new normal ini tetap diterapkan sebelum masa pandemi ini berakhir. 

Kemampuan Islam Mengatasi Masalah

Kalau kita merunut peristiwa demi peristiwa sepanjang masa pandemi Covid 19 ini, akan bisa kita simpulkan bahwa solusi demi solusi yang ditawarkan sistem kapitalis saat inilah penyebab semakin karut marutnya permasalahan yang dihadapi umat manusia. Inilah bukti kegagalan sistem kapitalis sekuler meriayah umat manusia di dunia. Bukan hanya di Indonesia, semua Negara kapitalis saat ini telah gagal menghadirkan solusi yang shahih agar umat manusia segera terlepas dari wabah ini.

Seandainya solusi Islam yang berasal dari Zat Yang paling Mengetahui dan Menguasai segala sesuatu yang diterapkan, tentu permasalahan tidak akan serunyam hari ini. Islam telah mengatur sejak awal bagaimana menangani wabah. Dari kitab Sahih Muslim Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian mendengar tentang wabah-wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di suatu tempat kalian berada, maka janganlah kalian meninggalkan tempat itu,” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim).

Namun akibat pengabaian penguncian areal wabah (Lockdown), akhirnya ratusan ribu nyawa menjadi korban akibat wabah yang telah menyebar ke seantero dunia. Begitu pun di Indonesia, ketika pemerintah enggan melakukan lockdown bahkan tetap menerima turis asing dan tenaga kerja asing (bahkan dari pusat wabah), maka seantero Indonesia pun terkena wabah virus mematikan ini. Berikutnya berbagai kebijakan yang diambil yang tidak sesuai dengan tuntunan Islam pun membuat masyarakat menjadi semakin gerah di tengah ujian wabah. Termasuk solusi New Normal Life dan wacana sekolah di era new normal, yang sama sekali tidak menjadi solusi ampuh.

Seandainya dari awal kebijakan Lockdown diterapkan, kebijakan kesehatan yang Islami juga dijalankan, sehingga mereka yang memang positif terjangkit virus benar-benar dikarantina dan diberikan pelayanan kesehatan maksimal sampai sehat total, tentu masyarakat yang sehat tetap bisa beraktivitas. Kegiatan ekonomi masih bisa berjalan, sekolah pun tetap bisa dilaksanakan secara normal. 

Namun ketika wabah meluas, sehingga aktivitas keluar rumah harus dibatasi, tentu Islam juga memiliki kesiapan untuk menanggulanginya. Hanya saja, untuk ini dibutuhkan perlindungan optimal bagi rakyat dari penguasanya. Penguasa tidak boleh abai. Semua kebutuhan dasar masyarakat harus dijamin oleh Negara.Termasuk juga kebutuhan pada aspek pendidikan.

Pemimpin dalam sistem Islam akan semaksimal mungkin memenuhi kewajiban penyelenggaraan pendidikan di masa pandemi dengan menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan bagi para guru maupun siswa. Negara tidak akan membiarkan para guru kesulitan melaksanakan pembelajaran secara daring. Dengan sigap Negara akan menyiapkan kematangan para guru dalam menyelenggarakan aktivitas mendidik siswanya.

Mulai dari menyiapkan materi pembelajaran yang tepat di saat pandemi, mengadakan semua fasilitas yang dibutuhkan secara optimal, tak lupa memberi penghargaan yang maksimal bagi para guru atas kerja kerasnya. Dengan demikian, para siswa pun tetap bisa fokus belajar dari rumah, bahkan semakin meningkat keimanan dan keterikatannya kepada syariat agama dalam menjalami masa pandemi, selain tetap fokus pada bidang pelajaran lainnya. Aktifitas belajar mengajar di masa pendemi bisa dijalani dengan penuh kenyamanan karena keoptimalan fasilitas yang disiapkan Negara dan landasan keimanan yang ditanamkan para guru.

Semua itu tentu bisa terlaksana jika para pemimpin menjalankan tuntunan Islam dalam mengatasi wabah. Namun jika para pemimpin tetap memilih kapitalisme sebagai solusi menangani wabah ini, yang menjadikan faktor ekonomi di atas segalanya, maka rakyat tidak akan pernah terlepas dari buah simalakama yang menjeratnya.  Maka apakah mereka tidak takut dengan ancaman Rasulullah berikut: “Siapa yang diserahi oleh Allah untuk mengatur urusan kaum Muslim, lalu dia tidak mempedulikan kebutuhan dan kepentingan mereka, maka Allah tidak akan mempedulikan kebutuhan dan kepentinganya (pada Hari Kiamat)”  
(HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi). Wallahu a’lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak