Antara Bendera dan Arogansi Sebuah Partai




Oleh Amma Faiq



Kasus pembakaran bendera kembali terjadi. Kali ini menimpa salah satu partai politik bernama PDI Perjuangan. Dalam aksi damai PA 212 yang digelar di depan gedung MPR/DPR pada rabu 24 Juni 2020 lalu, masyarakat yang didominasi umat Islam menolak RUU HIP yang sangat membahayakan Islam dan kaum muslimin. Entah apa penyebabnya, tiba-tiba insiden pembakaran bendera partai kepala banteng itu terjadi.

Sontak hal ini membuat para elit partai tersebut geram atas pembakaran yang terjadi. Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan akan menyeret aksi pembakaran bendera partai ke jalur hukum (m.cnnindonesia.com/26/06/2020). Namun, Ketua Persaudaraan (PA) 212 Slamet Maarif mengatakan agar kader dan pengurus PDIP tak berlebihan dalam menanggapi pembakaran bendera tersebut (m.tribunnews.com/26/06/2020). Sebaliknya Slamet juga meminta kepada kepolisian harus melakukan upaya hukum terhadap pihak yang menjadi inisiator RUU HIP yang berbau komunis dan meresahkan masyarakat (vivanews.com/26/06/2020).

Tindakan berlebihan terhadap bendera partai menunjukkan besarnya arogansi dan ambisi partai dalam meraih kekuasaan. Mereka hendak menunjukkan bahwa mereka adalah partai yang berkuasa dan memiliki pengaruh kuat terhadap negeri ini. Padahal hal yang lebih utama dalam kasus ini adalah menghentikan rencana pembahasan RUU HIP yang penuh dengan kecacatan dan bahaya bagi negeri khususnya bagi slam dan kaum muslimin.

Kehebohan yang dibuat oleh partai politik yang tidak berlandaskan iman ini hanya akan membuat masyarakat semakin jauh dari permasalahan yang menimpa negeri. Bahkan dalam salah satu aksi demo protes pembakaran bendera PDIP, demonstran tak segan menunjukkan kebenciannya kepada salah satu ormas Islam dan ajaran Islam. Hal ini ditunjukkan dari poster-poster yang mereka bawa.

Aksi yang dilakukan oleh DPC PDIP Jakarta Timur dengan menggelar longmarch menuju Polres Jakarta Timur pada kamis (25/6/2020) tak segan-segan menyamakan ormas HTI dengan PKI dan menghina Khilafah. 'Saya bukan HTI', 'Saya bukan PKI', 'Go to hell Khilafah' adalah beberapa tulisan yang nampak terlihat jelas diberbagai media sosial.

Hal ini sungguh tak dapat diterima secara logika. PKI yang berideologi komunisme harus disejajarkan dengan HTI yang merupakan kaum muslimin dan berideologi Islam. Termasuk Khilafah sebagai negara penerap syariat Islam justru dianggap sebagai hal yang harus dibuang. Padahal sudah jelas bahwa menerapkan syariat Islam adalah sebuah kewajiban bagi umat Islam. 

Keberadaan Khilafah adalah sebuah keniscayaan dan merupakan wujud akan ketaatan kepada Allah SWT. Khilafah yang berdiri berlandaskan ideologi Islam akan mampu menyelesaikan segala permasalahan hidup manusia. Sebab Islam diturunkan dengan seperangkat aturan untuk membawa kententraman, kedamaian dan keberkahan dalam hidup manusia.

Will Durant seorang sejarawan barat bersama istrinya Ariel Durant menulis sebuah buku berjudul Story of Civilitization dan mengatakan, "Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka".

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak