Ancaman Kelaparan Pasca Pandemi, Koreksi Total terhadap Kebijakan Pangan Kapitalisme




Oleh : Ida Farida, S.Pi



Deglobalisasi Pangan

Pandemi Corona telah menjadikan perdagangan pangan internasional terhambat. Bahkan negara-negara pengekspor pangan telah membuat kebijakan penghentian ekspor guna mengamankan stok nasional mereka masing-masing. Sebagaimana yang dilakukan oleh Vietnam dan Thailand. Deglobalisasi pangan akan terjadi pasca pandemi.  

Kondisi ini tentu sangat berpengaruh bagi negara importir seperti Indonesia. Sistem pangan Indonesia saat ini praktis sudah terintegrasikan sepenuhnya dengan sistem pangan dunia yang ditandai dengan tarif impor yang sangat kecil dan bahkan nol persen untuk sebagian besar komoditas pertanian. 

Dari tahun ke tahun terjadi peningkatan jumlah impor pangan. Dari 8 komoditas pertanian yang impornya rata-rata lebih dari 300.000 ton per tahun yaitu beras, jagung, gandum, kedelai, gula tebu, ubi kayu, bawang putih dan kacang tanah, mengalami lonjakan impor selama 10 tahun terakhir. Pada 2009 impor kedelapan komoditas tersebut 8,8 juta ton dan melonjak menjadi 27,6 juta ton di 2018 dan sedikit turun menjadi 25,3 juta ton di 2019. 

Dengan demikian, bila terjadi goncangan perdagangan global maka akan langsung berpengaruh terhadap harga komoditas tersebut di Indonesia. Kenaikan harga pangan tentu menjadikan pangan sulit diakses masyarakat yang sudah mengalami penurunan daya beli. Maka prediksi terjadinya kelaparan pasca pandemi bukanlah ilusi.

Kapitalisme : Pangan Komoditas Komersial

Kapitalisme memandang pangan merupakan komoditas komersial semata. Kebebasan ekonomi menjadikan negara diposisikan sebagai regulator dan fasilitator saja. Negara diminimkan perannya dengan tujuan terjadinya persaingan bebas di pasar. Karenanya bisa dikatakan negara tidak ambil peran atau berperan minimal dalam menjamin ketersediaan dan terkasesnya pangan oleh rakyatnya. Semua diserahkan pada mekanisme pasar.

Indonesia memulai hal ini setelah menjadi pasien IMF pasca krismon 1998. Letter of Intent (LoI) antara pemerintah dengan IMF menjadikan peranan Bulog sebagai stabilisator harga pangan khususnya beras disunat habis. Pemberian bantuan pembiayaan untuk pangan juga dilarang. Alhasil turut mengubah mindset pembuat kebijakan dari swasembada menjadi pro-impor pangan.

Pemberian bantuan pembiayaan untuk pangan juga dilarang. Alhasil Bulog tidak mampu lagi menjaga mekanisme operasi pasar, harga atas, manajemen stok dan harga dasar. LoI tersebut juga membuka keran impor dengan menetapkan penurunan bea masuk impor produk pertanian pangan dan non-pangan menjadi nol dan lima persen. LoI ini turut mengubah mindset pembuat kebijakan dari swasembada menjadi pro-impor pangan. Kebijakan ini kemudian menghancurkan sektor pertanian Indonesia.

Fenomena impor ini membuat praktik kartelisasi pangan tumbuh subur saat ini. Lonjakan harga pangan yang biasa hanya terjadi pada saat hari besar saja, saat ini bisa terjadi setiap saat. Harga pangan menjadi mahal sehingga tidak setiap individu rakyat mampu mengaksesnya. Sebelum pandemi saja ada 22 juta penduduk Indonesia yang kelaparan, pada saat pandemi seperti ini pasti akan lebih banyak lagi.

Khilafah : Solusi Sebenarnya

Islam memandang pangan sebagai kebutuhan pokok dasar manusia yang pemenuhannya disisi rakyat butuh jaminan negara dalam produksi dan distribusinya. Hak ini terwujud dalam pandangan politik ekonomi Islam. Politik ekonomi Islam menjadikan negara bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan pokok tiap individu rakyatnya. Pandangan Politik ekonomi seperti ini tentunya berpengaruh pada politik pertanian yang dibangunnya. 

Sedangkan sektor pertanian merupakan sektor yang tidak bisa dipisahkan dari sektor perdagangan, industri, pertanahan dan yang lainnya. Karenanya pelaksanan politik pertanian Islam harus dilaksanakan dalam sebuah sistem yang bernama khilafah.

Orientasi pembangunan sektor pertanian tidak sekedar berswasembada pangan saja, namun pangan harus mampu mendukung visi mulia negara dalam rangka menyebarkan Islam Rahmatan Lil Alamin ke seluruh penjuru dunia. Karenanya khilafah bersungguh-sungguh dalam membangun kemandirian dan kedaulatan pangan.

Khilafah pada hulu pertanian, menerapkan hukum pertanahan dalam Islam. Optimalisasi produksi pertanian akan mampu terwujud karena terperincinya hukum tanah dalam Islam. Negara memberlakukan hukum penguasaan lahan mati bagi yang mampu mengelolanya dan pemberian tanah produktif kepada rakyat melalui mekanisme iqtho.

Subsidi untuk kegiatan produksi pertanian seperti subsidi pupuk, mesin pertanian dan benih serta permodalan untuk para petani diambil dari baitu maal. Khilafah akan memetakan lumbung-lumbung pangannya untuk mampu berproduksi memenuhi kebutuhan dalam negerinya.
Pangan yang dibutuhkan namun tidak dapat dihasilkan diwilayah khilafah maka ketersediaannya kembali pada peran negara untuk melakukan impor. Tentu Islam mengatur pula bagaimana perdagangan luar negeri ini harus dijalankan, agar Khilafah tidak terjebak pada perjanjian dagang internasional yang akan merugikan kedaulatannya.

Distribusi pangan kemudian menjadi kebijakan penting yang harus dijaga pada hilir pertanian. Khilafah akan menjaga betul agar pasar tempat dimana rakyat bertransaksi untuk memenuhi pangan mereka berjalan hingga pangan bisa terakses dengan harga yang wajar terjangkau oleh rakyatnya. Penerapan hukum syara terkait muamalah negara mampu memastikan tidak ada kecurangan didalamnya dan tidak ada penimbunan di dalamnya. Negara memberlaku hukum Sanski yang jelas bagi pelaku pelanggaran.

Negara menjalankan fungsinya dalam kondisi surplus pangan ataupun dalam kondisi paceklik. Pada masa wabah seperti ini apalagi, rakyat membutuhkan negara sebagai pelindung dan mengurus kebutuhan mereka. Kelangkaan pangan dapat diselesaikan dalam sistem khilafah karena negara mendasarkan pengaturannya pada hukum Alloh dzat pemberi solusi sebenarnya.
Pada masa Khilafah Umar pernah terjadi paceklik akibat musim kemarau kepanjangan. Banyak dari rakyat khilafah pada saat itu yang kelaparan. Khalifah Umar bin Khattab memberikan contoh bagaimana negara mengatasi kondisi seperti ini dengan baik.

Khalifah Umar ra. melakukan beberapa hal berikut:

1. Khalifah Umar memberi contoh terbaik dengan cara berhemat dan bergaya hidup sederhana, bahkan lebih kekurangan dari masyarakatnya.
Khalifah Umar ra. langsung memerintahkan untuk membuat posko-posko bantuan dan fapur umum. 

2. Negara memastikan jumlah rakyat terdampak secara akurat agar pemberian bantuan mencukupi. Rakyat yang mampu mengambil bantuan mendatangi posko dan dapur umum yang dibuat. Rakyat yang tak mampu mengambil langsung maka negara mengantarkannya.

3. Negara memimpin langsung taubatan nashuha. Mendekatkan diri pada Alloh dan lebih bergiat beribadah.

4. Khalifah Umar bin Khaththab meminta bantuan ke wilayah atau daerah bagian Kekhilafahan Islam yang kaya dan mampu memberi bantuan.Gubernur Mesir, Amru bin al-Ash mengirim seribu unta yang membawa tepung melalui jalan darat dan mengirim dua puluh perahu yang membawa tepung dan minyak melalui jalur laut serta mengirim lima ribu pakaian kepada Khalifah Umar.

5. Selain tidak menghukum pencuri yang mencuri karena terpaksa demi sekadar menyambung hidup, Khalifah Umar juga menunda pungutan zakat pada krisis/bencana. Khalifah menghentikan pungutan kewajiban zakat pada masa bencana/krisis.

Sungguh Islam menjadikan peran negara sebagai perisai yang melindungi seluruh rakyatnya baik muslim maupun non muslim. Hingga negara menjadi semakin kuat karena dukungan penuh dari rakyat yang merasakan kesejahteraan, keamanan dan keadilan yang diterapkan. Wallahualam Bishowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak