Anak anak, Tahun Ajaran Baru dan Masa Pandemi



Oleh : Ummu Aziz 

Kontributor Pena Pejuang Club
Grafik positif Covid-19 hingga saat ini belum terlihat landai, namun sebaliknya masih terus terjadi peningkatan di berbagai daerah. Berita yang cukup mengejutkan datang dari  Namun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI telah menyatakan, Tahun Ajaran Baru 2020/2021 akan tetap dilaksanakan pada 13 Juli 2020.
Meski Indonesia sedang menghadapi pandemi, Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah (Plt. Dirjen PAUD Dasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hamid Muhammad, menegaskan pihaknya tidak akan memundurkan kalender pendidikan ke bulan Januari.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag) terus mengkaji langkah pembukaan sekolah pada 13 Juli 2020.
Langkah pembukaan sekolah dikhawatirkan mengancam kesehatan anak karena penyebaran virus Corona  belum menurun. Bahkan kasus penderita Covid-19 pada anak di Indonesia cukup besar dibandingkan negara lain.
Retno mengungkapkan, dari data Kementerian Kesehatan terdapat sekitar 831 anak yang terinfeksi Covid-19 (data 23 Mei 2020). Usia anak yang tertular itu berkisar 0-14 tahun.
Lebih lanjut, data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 129 anak meninggal dunia dengan status pasien dalam pengawasan (PDP). Yang menyedihkan, 14 anak meninggal dengan status positif Covid-19.
Terdapat 3.400 anak yang dalam perawatan dengan berbagai penyakit. Dari jumlah itu, ada 584 orang terkonfirmasi positif dan 14 orang meninggal dunia.
“Anak-anak tertular itu menunjukan bukti bahwa rumor Covid-19 tidak menyerang anak-anak, tidak benar,” imbuh Retno.
Melihat data-data di atas, KPAI meminta Kemendikbud dan Kemenag belajar dari negara lain dalam langkah pembukaan sekolah.
"Beberapa negara membuka sekolah setelah kasus positif Covid-19 menurun drastis bahkan sudah nol kasus. Itupun masih ditemukan kasus penularan Covid-19 yang menyerang guru dan siswa. Peristiwa itu terjadi di Finlandia. Padahal mereka tentu mempunyai sistem kesehatan yang baik. Persiapan pembukaan yang matang. Sekolah pun jadi klaster baru," kata Retno.
Retno juga menambahkan pemerintah juga perlu melibatkan IDAI dan ahli epidemiologi sebelum membuka sekolah pada tahun ajaran baru. Rencana ini perlu dipersiapkan dan dipikirkan secara matang karena menyangkut keselamatan guru, anak-anak, dan pegawai sekolah. (okezone.com, 27/5/ 2020).
Sikap pesimis yang ditunjukkan para pejabat negeri menggambarkan pada publik bahwa ide sekolah dibuka kembali hanya bagian dari upaya pemulihan kondisi sosial ekonomi. Tanpa melihat aspek keamanan bagi rakyat karena dilakukan tanpa diiringi pemastian bahwa virus tidak lagi menyebar dan mereka yang terinfeksi sudah diisolasi.
Faktanya untuk memastikan siapa saja yang terinfeksi melalui tes massal dan PCR belum dilakukan. Pemerintah selalu beralasan kekurangan alat. Jika rakyat mau melakukan tes secara mandiri, biaya harus ditanggung sendiri dan tak murah. Jelas semakin menambah kesulitan rakyat di tengah pandemi.
Begitu sulit  rasanya untuk menyambut optimis atas kebijakan pemerintah membuka sekolah lagi pada pertengahan Juli. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan ketidakjelasan pemerintah menangani wabah Corona hingga saat ini. Meski diberlakukan PSBB, jumlah rakyat yang terpapar virus masih terus bertambah. Bahkan hal ini juga mengundang kebingungan kepala negara menghadapinya.
Belum usai drama mudik dan pulang kampung yang dilematis, antara dilarang dan diperbolehkan,  kini muncul lagi wacana pembukaan sekolah di tengah pandemi. Bahkan kini diberlakukan the new normal dimana semua kegiatan akan berjalan kembali. Sontak hal itu  mengundang keraguan dari berbagai pihak. Terutama para orang tua siswa yang mengkhawatirkan keamanan kesehatan anak-anak mereka.
Pemerintah terus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang kontroversial. Hal itu tentu saja menimbulkan polemik tersendiri di tengah-tengah masyarakat. Di samping itu, sebagai negara pengekor, Indonesia dengan mudah ikut termakan propaganda. Narasi berdamai dengan Corona yang digaungkan Amerika, sontak diadopsi tanpa memikirkan resikonya.
Padahal sejatinya, narasi ini adalah sebuah jebakan. Agar rakyat tutup mata, bahwa ada begitu banyak persoalan, yang berujung pada kerusakan sistem yang dijalankan.
Namun, ‘ala kulli haalin, wabah Corona memang telah memberi kita banyak pelajaran. Salah satunya bahwa kekuasaan yang tak berbasis pada akidah Islam hanya akan melahirkan kefasadan. Bahkan kefasadan yang jauh di luar nalar.
Berbeda jauh dengan kekuasaan yang tegak di atas landasan iman. Kekuasaan Islam telah terbukti membawa kebaikan dan keberkahan bagi seluruh alam. Karena sistem hidup yang diterapkannya berasal dari Sang Maha Pencipta Kehidupan.
Pemerintahan Islam yang disebut sebagai khilafah, senantiasa menempatkan urusan umat sebagai urusan utama. Harta, kehormatan, akal, dan nyawa rakyatnya dipandang begitu berharga. Pencederaan terhadap salah satu di antaranya, dipandang sebagai pencederaan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Karena semuanya adalah jaminan dari penegakan hukum syara’.
Fakta akan hal ini akan tampak saat negara dalam keadaan ditimpa kesulitan. Baik karena bencana maupun karena serangan musuh-musuhnya. Didalam situasi seperti ini, kekuasaan selalu tampil sebagai perisai utama. Di mana penguasa siap membela rakyat dan mendahulukan kepentingan-kepentingan mereka dibanding kepentingan dirinya.
Tak heran jika benih-benih peradaban cemerlang bermunculan demi memberi jalan keluar terhadap berbagai persoalan. Berbagai penelitian, teknologi, sistem administrasi, pembangunan suprastruktur dan infrastruktur, semua didedikasikan Islam untuk kepentingan mengurus dan menjaga umat serta demi kemuliaan agama mereka. Bukan demi memuaskan kerakusan para pemilik modal sebagaimana dalam sistem sekarang.
Wallahua’lam bi shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak