Oleh: Nahida Ilma
Pemerintah telah membatasi masyarakat Indonesia yang akan bepergian ke daerah dengan menetapkan larangan mudik untuk semua kalangan. Tetapi ternyata di Sulawesi Tenggara (Sultra) dikabarkan bahwa pemerintah pusat telah memberi izin masuknya 500 tenaga kerja asing (TKA) asal Cina untuk bekerja di perusahaan PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel, Kabupaten Konawe. Kementerian Ketenagakerjaan mengaku tidak bisa menolak kedatangan 500 TKA yang telah diajukan dua perusahaan nikel tersebut. (warta ekonomi.co.id)
Masih dalam situs yang sama, Bupati Konawe Kery Saiful Konggoasa mengaku tidak pernah menerima surat resmi mengenai kedatangan TKA Cina di Sulawesi Tenggara. "Saya tidak pernah menerima pemberitahuan resmi. Saya cuma tahu dari pemberitaan saja dari wartawan. Mudah-mudahan kita sepakat menolak. Tapi jangan ada lagi TKA yang sembunyi-sembunyi masuk. Karena ini yang kita khawatirkan," ucapnya.
Juru bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi menanggapi rencana kedatangan para TKA Cina itu. Ia mengatakan, rencana kedatangan 500 TKA China itu tak terkait dengan kepentingan pribadi Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. "Tidak ada kepentingan Pak Luhut pribadi di sana (soal 500 TKA Cina), selain hanya ingin melihat kemajuan daerah dan Indonesia sebagai pemain utama dalam peningkatan nilai tambah komoditas nikel," kata Jodi. Ia mengatakan, kedatangan para TKA Cina lantaran kemampuannya dibutuhkan. Sebab, ucapnya, tenaga kerja lokal belum bisa menggantikan para TKA tersebut. (Kompas.com)
Rakyat tetaplah rakyat yang biasanya menjadi korban atas perumusan kebijakan yang tidak tuntas. Sungguh sangat memprihatinkan nasib rakyat Indonesia. Pandemi corona yang masih menunjukkan tren kenaikan kasus sehingha masih mengharuskan publik untuk tetap #DiRumahAja. Ditambah dengan menjaga diri dan harta dari tindak kriminal karena banyaknya napi yang berkeliaran.
Sementara itu, pemberian kompensasi bantuan pemerintah kepada rakyat amat berbelit dan terkesan tak serius. Padahal, kondisi wabah memaksa penurunan kegiatan ekonomi yang akhirnya berujung pada PHK besar-besaran. Otomatis, #DiRumahAja terancam kelaparan. Sedangkan keluar rumah terancam virus dan kejahatan jalanan. Dilematis.
Di tengah badai PHK, muncul kabar 500 TKA Cina yang akan masuk ke Indonesia. Sontak membuat publik semakin resah. Siapa yang tak khawatir jika mereka kedatangan orang-orang dari daerah asal virus Corona? Kenyataan ini juga cukup menyayat hati rakyat. Akibat banyaknya pekerja lokal yang di-PHK, tetapi pemerintah justru mendatangkan tenaga kerja asing.
Memang begitulah tabiat pemerintah. Tak bisa bertindak tegas kepada Cina. Terkesan sangat lembek. Terbukti dalam berbagai kasus, salah satunya kasus Pulau Natuna. Ini menunjukkan ketidakprofesionalan pemerintah menghadapi Cina.
Semenjak rezim Jokowi berkuasa, hubungan Indonesia dengan Cina semakin mesra. Untuk menolak TKA saja pemerintah tidak bisa. Lebih memilih untuk menomor sekiankan rakyat. Ini disebabkan karena cengkraman investasi Cina di negeri ini. Hal ini sangatlah nampak pada pembangunan insfrastruktur terlebih melalui perjanjian BRI (Belt Road Initiative) yang mengikat Indonesia.
Kapitalisme membuat Indonesia tidak memiliki kedaulatan utuh dalam kepemimpinannya. Mereka mudah dikendalikan oleh para pemilik modal (kapital). Kebijakan-kebijakan yang diambil pun sarat akan kepentingan bisnis bukan kesejahteraan rakyat. Begitulah cara menjajah yang biasa dilakukan oleh negara-negara besar. Memberikan investasi atapun utang dengan bertujuan mengikat negara tersebut. Dengan begitu, penjajah akan dengan leluasa menggunakan posisinya untuk menekan negara yang terikat dengannya hingga mereka tidak mandiri secara politik dan ekonomi.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan kepemimpinan dalam Islam yakni Khilafah. Sistem yang berlandaskan akan akidah Islam. Mereka memimpin bukan karena uang dan jabatan melainkan karena keimanan kepada Allah. Takut akan pertanggungjawaban yang besar kelak di akhirat.
Negara Khilafah berkewajiban menjamin kesejahteraan rakyatnya. Jaminan lapangan kerja yang sangat luas pun termasuk di dalamnya. Negara akan membuka lapangan pekerjaan dan kesempatan berusaha bagi seluruh rakyatnya. Bila ada rakyat yang mampu bekerja tapi tidak memiliki modal, maka mereka boleh melakukan kerjasama dengan sesama warga negara, baik Muslim ataupun non Muslim. Bisa juga dengan utang (qardh) maupun hibah yakni pemberian cuma-cuma dan lain sebagainya.
Bila ada keluarga yang memiliki anggota keluarga laki-laki yang tidak mampu bekerja, maka tetangga ataupun kerabatnya berkewajiban membantunya. Jika tidak ada, maka negara wajib menanggungnya.
Jaminan lapangan pekerjaan yang sangat luas dan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar untuk kelompok maupun individu secara gratis, sangat mudah untuk diwujudkan, sebab negara akan mengelola kepemilikan umum (SDA) secara mandiri tanpa campur tangan dari asing maupun aseng. Sehingga hasil dan keuntungan yang diperoleh bisa dimaksimalkan untuk kebutuhan rakyat. Oleh karena itu, hanya Khilafah lah yang mampu menjamin kesejahteraan rakyat secara utuh dan berdaulat. WalLahu A'lam.