Oleh: Rindoe Arrayah
Virus corona hingga kini telah menyebar ke seluruh penjuru nusantara. Efek dari penyebaran virus corona itu banyak pekerja yang kehilangan mata pencahariaannya. Bahkan diantaranya telah kehilangan nyawa karena tidak terpenuhi kebutuhan makannya.
Kabar tentang seorang ibu di Serang yang meninggal akibat dua hari tidak makan sungguh menyentakkan dada. Wanita bernama Yulie itu meninggal karena suaminya yang bekerja sebagai pemungut sampah di perumahan tidak sanggup memberi makan kepada keluarganya (Republika.co.id, 24/04/2020).
Berdasarkan kabar yang beredar, selama dua hari mereka hanya minum air. Kehidupan sulit seperti Yulie dan keluarganya mungkin terjadi di banyak bagian di tanah air setelah pandemi corona terjadi selama lebih dari satu bulan di Indonesia.
Data pemerintah mencatat, sebanyak 1,9 juta orang telah kehilangan pekerjaannya akibat corona. Jumlahnya diperkirakan akan terus bertambah. Mereka yang kesulitan makan pun artinya akan menjadi lebih banyak lagi.
Pemerintah memang telah mengeluarkan bantuan sosial bagi masyarakat terdampak Covid-19. Bahkan Presiden Joko Widodo tegas meminta penyaluran dilakukan by name by address, alias dengan nama berdasarkan alamat. Cara ini menuntut kerja keras pemerintah daerah sampai level desa dan RT-RW untuk mendata warga yang benar-benar membutuhkan bantuan tersebut.
Jajaran di bawah Jokowi lalu ditegaskan untuk melakukan pengecekan berlapis. Untuk apa? Tentu demi memastikan bantuan sifatnya tepat sasaran.
Per pekan ini, bantuan sosial berupa paket sembako senilai Rp 600 ribu mulai disalurkan kepada 1,2 juta KK di DKI Jakarta. Secara bertahap, bansos juga akan menyentuh 576 ribu KK di kawasan penyangga ibu kota, yakni jabodetabek. Anggaran yang dialokasikan sebanyak Rp 3,2 triliun.
Masalahnya, cukupkah anggaran tersebut? Apakah seluruh masyarakat yang terdampak benar-benar bisa menerima bantuan sosial?
Kejujuran memang hal yang tidak mudah. Dibutuhkan hati nurani serta kebesaran jiwa untuk benar-benar mau membantu warga yang paling kesusahan.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) sesuai dengan Perpres No. 9 Tahun 2015, tentang Kemenko PMK bertanggung jawab untuk melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan pembangunan manusia dan kebudayaan. Urusan ini salah satunya menjangkau program kesejahteraan rakyat, melalui pemberian bantuan sosial pada masyarakat. Bantuan ini diberikan untuk memenuhi dan menjamin kebutuhan dasar serta meningkatkan taraf hidup penerima bansos.
Hanya saja dalam fakta pelaksanaannya di lapangan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini dikarenakan:
~ Datanya banyak yang tidak valid. Orang kaya yang dekat aparat desa bisa dikategorikan miskin agar dapat dana bansos.
~ Persyaratan berbelit, yaitu tertib adminstrasi dan punya rekening bank. Meskipun sudah direvisi, tapi masih dianggap memberatkan masyarakat
~ Dana dikucurkan secara bertahap, tapi sudah digemborkan bahwa jumlahnya sangat besar. Akibatnya rakyat menuntut segera dibagikan, padahal belum semua bisa dicairkan.
Mekanisme dibuat berbelit seringkali dikatakan untuk menjaga agar tidak salah sasaran. Tapi faktanya justru mengundang celah korupsi dan pencitraan untuk kepentingan pribadi penguasa.
Menurut data, sebagian dana BLT diambilkan dari pengalihan dana desa sebesar 35%. Dana desa alokasinya dari APBN. Sebagian lagi dari dana alokasi bantuan sosial (bansos) dari kemensos. Ini juga dari APBN. Tentu saja ada bantuan dari alokasi kartu pra kerja. Yang perlu kita pahami, APBN dibuat dengan memasukkan unsur utang negara.
Apakah itu terjadi karena Indonesia miskin sumber daya alam? Jelas tidak, tapi karena sistem kapitalisme yang dipakai mengelola ekonomi yang memandulkan negeri ini dari menghasilkan kesejahteraan.
Masalah data seharusnya menjadi masalah mudah, karena masalah teknis saja. Mungkin agak ribet melakukan validasi data di masa wabah. Tapi bila negara bersungguh-sungguh, maka seharusnya data diperbaharui secara periodik.
Masalah lebih besar adalah soal mindset dan pola pikir. Pemerintah kapitalis neolib hari ini tidak menjadikan keselamatan dan kemaslahatan rakyat sebagai prioritas. Bantuan pada rakyat hanya gula-gula dan penggembira.
Dalam Islam, data itu penting dan terus diperbaharui. Tapi yang menjadi pertimbangan utama adalah fakta keadaan masyarakat bukan hanya bukti-bukti administratif.
Artinya, bila ada rakyat yang benar membutuhkan namun tidak lengkap syarat-syarat administrasinya, mereka tetap berhak mendapat bantuan tanpa berbelit dan direndahkan dengan predikat miskin.
Mekanisme Bantuan di masa Khilafah
Sistem Islam memberi solusi dengan:
1) Mewujudkan individu masyarakat yang bertakwa. Orang bertakwa yakin rezeki Allah berkah bila didapat dengan cara benar. Mereka orang yang wara’, maka tidak ada orang kaya yang akan mengaku-aku miskin.
2) Masyarakat yang peduli. Yaitu bahwa kaya dan miskinnya orang begitu mudah diketahui tetangganya. Tetangga yang tahu ada orang miskin, takut dosa bila tidak menolong mengentaskan kemiskinan.
3) Aparat negara yang amanah dan cakap. Yaitu aparat desa hingga pemerintah pusat memastikan tidak ada manipulasi data, tidak ada nepotisme dan sejenisnya karena Allah Maha Mengawasi.
Dengan tiga aspek ini, pemberian bantuan terhadap rakyat miskin tidak butuh terlalu ribet dengan birokrasi dan administrasi yang berbelit, tapi cukup mempercayai pihak yang mengajukan, mendapat konfirmasi dari masyarakat, dan diberikan oleh pejabat pemerintah dengan seadilnya karena itulah kewajibannya sebagai penguasa.
Dalam Khilafah, semua warga negara -muslim maupun nonmuslim- tidak dibedakan dalam mendapatkan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar, termasuk kebutuhan pangan. Bantuan diberikan tanpa syarat rumit.
Maka syarat administratif berupa keterangan miskin atau KTP yang menunjukkan bahwa dia warga daerah A, bukan menjadi satu-satunya penentu. Meski tidak memiliki KTP atau tanda pengenal resmi, kalau dipastikan bahwa dia warga negara Khilafah, maka berhak mendapat bantuan.
Bahkan, bukan hanya orang yang mengajukan diri, tapi juga orang-orang yang menjaga diri (tidak menampakkan kemiskinan) juga harus diberi bantuan.
Secara garis besar, strategi pemenuhan kebutuhan pokok di bedakan antara pemenuhan kebutuhan pokok berupa barang ( sandang, pangan, papan ) dan kebutuhan pokok berupa jasa ( keamanan, kesehatan, pendidikan ). Pemenuhan kebutuhan pokok berupa barang di jamin dengan mekanisme tidak langsung, dengan jalan menciptakan kondisi dan sarana yang dapat menjamin terpenuhi kebutuhan tersebut. Sebaliknya kebutuhan jasa pokok dipenuhi dengan mekanisme langsung, yaitu pemenuhan langsung oleh negara.
Sebelum kewajiban tersebut beralih kepada negara Islam juga mewajibkan kepada tetangga dekatnya yang muslim untuk memenuhi kebutuhan - kebutuhan pokok orang - orang tersebut khususnya keterkaitan kebutuhan pangan untuk menyambung hidup. Namun demikian bantuan tetangga itu tentunya hanya bersifat sementara agar jangan sampai tetangganya kelaparan. Untuk jangka panjang negaralah yang berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
Sistem ekonomi Islam berupaya menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan pokok ( primer ) setiap warga negara Islam ( muslim dan non muslim ) secara menyeluruh. Barang - barang berupa sandang, pangan, papan ( perumahan ) adalah kebutuhan pokok ( primer ) manusia yang harus di penuhi. Tidak seorang pun bisa melepaskan diri.
Seperti yang telah di contohkan Rasulullah SAW, juga yang telah mampu di terapkan oleh Umar bin Khaththab ra. dalam kepemimpinannya semasa menjadi seorang khalifah dalam peradaban emas yaitu sistem pemerintahan Islam yang disebut Khilafah.
Dimasa kepemimpinan Umar ra. , mengalami krisis ekonomi. Beliau memberi contoh terbaik, dengan gaya hidup yang serba sederhana. Bahkan beliau pun lebih kekurangan dari pada rakyatnya. Dengan begitu beliau merasakan apa yang telah di rasakan oleh rakyatnya. Beliau juga mengeluarkan suatu kebijakan untuk segera menanggulangi krisis ekonomi secara cepat, tepat dan komprehensif.
Untuk mengoptimalisasi keputusannya, sebagai seorang pemimpin segera mungkin mengerahkan seluruh struktur, perangkat negara dan potensi untuk membantu rakyatnya.
Dalam buku The Great leader of Umar bin Khaththab, Kisah Kehidupan dan Kepemimpinan Khalifah Kedua, di ceritakan bahwa Khalifah Umar ra. langsung memerintahkan membuat posko - posko bantuan.
Diriwayatkan oleh Aslam :
Pada masa krisis, bangsa Arab dari berbagai penjuru datang ke Madinah. Khalifah Umar ra. menugaskan beberapa orang ( jajarannya ) untuk menangani mereka, " Hitunglah orang yang makan malam sama kita." Orang - orang yang di tugaskan pun menghitung seluruh orang yang telah datang. Ternyata tujuh puluh ribu orang. Jumlah orang - orang yang sakit dan yang memerlukan bantuan sebanyak empat ribu orang. Beliau pun terjun langsung beserta jajarannya dalam mengayomi rakyat.
Rasul SAW. bersabda :
فَالأَمِيرُ الَّذِى عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَن رَعِيَّتِهِ
Pemimpin masyarakat adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya ( HR. Al - Bukhari dan Muslim ).
Inilah semua langkah-langkah shahih yang akan dilakukan oleh negara yang menerapkan syariah dan Islam secara kaffah. Dengan adanya wabah Covid - 19 yang berdampak terhadap anggaran negara dan sudah sepatutnya negara mampu mengelola SDA (Sumber Daya Alam) negara secara mandiri agar tidak sampai meminjam hutang pada IMF. Negara harus mampu menopang seluruh kebutuhan pokok rakyat dengan kemandirian yang ada agar tidak meningkat hutang negara.
Negara dapat memberikan nafkah Baitul Mal tersebut berasal dari harta zakat yang merupakan kewajiban syariat, dan diambil oleh negara dari orang - orang kaya.
Dengan mengurangi gaji para pejabat negara juga harus menerapkan gaya hidup sederhana seperti yang telah di contohkan oleh RasulullahSAW. juga Umar bin Khaththab ra. dengan menerapkannya hukum syariat Islam di dalamnya secara kaffah dalam naungan dan Khilafah agar rahmat AllahSWT tercurahkan bagi seluruh hambanya juga negara Indonesia. Menjadikan kemaslahatan, rahmatan lil ‘alamin.
Masyarakat akan marah terhadap kebijakan pemerintah yang tidak menyejahterakan. Tapi kemarahan masyarakat tersebut bersifat sementara, sesaat, dan gampang hilang dengan banyaknya problem lain yang harus dihadapi. Kecuali, bila ada yang mengarahkan umat untuk melihat akar munculnya masalah ini dan menjadikan Islam sebagai solusinya.
Karenanya, merupakan tugas para pejuang kebenaran untuk mendampingi masyarakat dan mengarahkan mereka agar bisa melihat persoalan tersebut muncul karena sistem yang dipakai pijakan pemerintahan adalah kapitalisme.
Maka bukan hanya perlu marah pada pemerintah yang tidak memberi hak rakyat, tapi harus menyadari adanya kewajiban berjuang mengubah keadaan menuju berlakunya syariat Islam kafah dengan tegaknya Khilafah.
Wallahu a’lam bishowab.