Oleh: Vio Ani Suwarni
Sudah genap dua bulan masyarakat Indonesia di rumah saja. Tentu saja agenda di rumah saja ini merupakan anjuran dari pemerintah untuk menghindari penyebaran covid-19 di negara kita tercinta. Namun, di tengah maraknya covid-19, lock down dan juga PSBB ada pemaparan yang membuat ambiguitas dan keresahan untuk masyarakat.
Kepala negara kembali melontarkan diksi yang membingungkan dan menegaskan inkonsistensi kebijakannya. Seruan agar "hidup damai" dengan corona sebelum ditemukan vaksin menegaskan lepas tangan pemerintah untuk penangan wabah. Tenaga medis dibiarkan maju ke medan perang dan rakyat dilepaskan ke rimba belantara tanpa perlindungan negara.
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan di tengah situasi penanganan penyebaran virus corona (Covid-19) yang belum lama ini baru genap dua bulan di Indonesia.
Melalui akun resmi media sosialnya pada Kamis (7/5), Jokowi meminta agar masyarakat untuk bisa berdamai dengan Covid-19 hingga vaksin virus tersebut ditemukan.
KedaiPena.Com – Anggota Komisi IX DPR RI, Muchamad Nabil Haroen menilai, ada dua perspektif yang dapat dilihat dari pesan Presiden Jokowi yang mengajak masyarakat Indonesia untuk berdamai dengan Covid-19 sampai ditemukannya vaksin.
“Pertama pemerintah harus lebih serius dan fokus dalam penanganan Covid19. Kita masih melihat ada beberapa hal yang masih inkonsisten dan tidak terkoordinasi misal kebijakan antar kementerian yang tidak sinkron masyarakat menjadi bingung,” kata Gus Nabil sapaan karibnya, Senin, (11/5/2020).
Kedua, lanjut Gus Nabil, Presiden Jokowi menyampaikan itu dalam konteks agar masyarakat Indonesia bersiap pada tahapan-tahapan yang lebih luas, dari penanganan Covid19.
Gus Nabil mengakui , bahwa memang banyak prediksi kapan Covid19 akan berakhir, tapi tidak ada yang bisa memastikan.
“Maka diperlukan kesiapan bersama, untuk kasus yang terburuk. Diantara persiapan itu, dengan menjaga ketahanan di lingkup terkecil, yakni keluarga dan lingkungan sekitar,” ungkap Gus Nabil.
Jokowi menyadari perang melawan virus yang telah menjadi pandemi dunia itu harus diikuti dengan roda perekonomian yang berjalan. Oleh sebab itu, dengan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saat ini, masyarakat pun masih bisa beraktivitas meski ada penyekatan pada beberapa hal.
Pernyataan Jokowi itu pun lantas menjadi sorotan di media sosial, lantaran hal itu bertentangan dengan apa yang disampaikannya dalam pertemuan virtual KTT G20 pada Maret lalu.
Kala itu, Jokowi secara terbuka mendorong agar pemimpin negara-negara dalam G20 menguatkan kerja sama dalam melawan Covid-19, terutama aktif dalam memimpin upaya penemuan anti virus dan juga obat Covid-19. Bahasa Jokowi kala itu, 'peperangan' melawan Covid-19.
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan pernyataan itu seharusnya dibarengi dengan kebijakan dan perintah kepada Kemenristek dan Kemenkes serta lembaga lainnya untuk lakukan koordinasi dan kerjasama agar segera temukan vaksin Covid-19. Serta mendukung anggaran untuk riset di Kemenristek, bukan malah memotongnya.
Politikus PKS itu melihat pemerintah tidak serius memutus penyebaran Covid-19. Pasalnya, anggaran di Kemenristek tidak mengalami penambahan, bahkan dipotong besar-besaran.
Padahal, riset sangat dibutuhkan untuk menemukan vaksin Covid-19 sebagai cara efektif untuk menyelesaikan darurat kesehatan bencana nasional Covid-19.
KedaiPena.com – Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Cabang, Bekasi, mengaku khawatir dengan pernyataan Presiden Jokowi yang meminta masyarakat untuk hidup berdamai dengan Covid-19 sampai vaksin untuk penyakit ini ditemukan.
“Kami was-was terhadap pernyataan tersebut, takutnya diartikan ya sudah kita terima saja,” ucap Ketua ARSSI cabang kota Bekasi, Dokter Eko S. Nugroho kepada wartawan, Senin, (11/5/2020).
Pasalnya, lanjut Eko, pesan berdamai dengan covid-19 yang disampaikan oleh Jokowi tetap harus diiringi dengan usaha.
Pernyataannya yang mengandung inkonsistensi ini menimbulkan banyak perspektif dan kekhawatiran untuk masyarakat serta berbagai pihak, seperti praktisis pemerintahan yakni MPR/DPR dan praktisi kesehatan.
Padahal negara harus bersikap tegas dalam setiap keputusan yang diambil. Agar masyarakat tidak bingung, tetap waspada dan tetap bisa melakukan aktivitasnya dengan biasa dengan memperhatikan protokol kesehatan.
Firman Allah SWT dalam QS.an-Nisaa’:59: menjelaskan ketaatan kita terhadap seorang pemimpin
الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا (٥٩)
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Ayat 59 ini memerintahkan agar kaum muslimin taat dan patuh kepada-Nya, kepada rasul-Nya dan kepada orang yang memegang kekuasaan di antara mereka agar tercipta kemaslahatan umum. Untuk kesempurnaan pelaksanaan amanat dan hukum sebaik-baiknya dan seadil-adilnya
Maka dari itu setiap keputusan yang diambil pemimpin haruslah mengandung kemaslatan untuk umat. Setiap pemimpin harus memberikan ketegasan dalam setiap keputusan. Sehingga masyarakat bisa tenang dan nyaman dalam setiap keadaan.
Wallahu 'alam bishowab