Sengkarut Kebijakan di Akhir Ramadhan; Semoga Berbuah Ketakwaan



Oleh : Tri Silvia*
Tagar #IndonesiaTerserah, menjadi viral di negeri ini beberapa waktu ke belakang. Tagar tersebut dimunculkan oleh para tenaga medis yang seolah sudah ‘terserah’ dengan segala sikap masyarakat yang cenderung tak lagi mempedulikan bahaya dari pandemi corona. Tak lama, tagar tersebut pun langsung mendapat ribuan respon positif dari para netizen Indonesia, pun menarik perhatian masyarakat dunia. Adapun topik tersebut muncul sejak Jumat (15/5/2020) usai viralnya foto kerumunan saat penutupan McD Sarinah dan keramaian di terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta.
Apa yang dilakukan oleh para nakes ini pun bukanlah hal yang salah. Pasalnya, mereka sudah begitu lelah untuk berjuang mengurusi pasien covid-19, hingga nyawa pun menjadi taruhan. Tak main-main, 31 orang dokter, 19 perawat dan satu bidan telah wafat tersebab virus ini (Merdeka.com, 08/5/2020). Mereka marah, karena banyaknya masyarakat yang masih gagal faham tentang virus ini dan menganggap enteng semuanya. Mereka marah terhadap masyarakat yang seakan tidak melihat jerih payah mereka para tenaga kesehatan yang telah berjuang untuk menghadapi teror virus ini yang telah menelan jutaan korban di seluruh dunia dan belasan ribu orang di tanah air.
.
Pada faktanya, bukan hanya foto penutupan McD Sarinah atau berdesakannya penumpang bandara Soetta yang menjadi sorotan. Aksi terbaru salah satu selebgram berinisial IK di sebuah acara Podcast Youtube pun menuai kekecewaan mereka. Masalahnya dalam podcast tersebut sang selebgram berbicara ceplas-ceplos tentang keengganannya menggunakan masker ataupun hand sanitizer seakan menganggap remeh apa yang masih menjadi pandemi hari ini. Berbuntut panjang, ia pun terancam akan segera dipidanakan. 
Tak hanya kekecewaan terhadap masyarakat yang terjadi pada mereka, namun juga terhadap Pemerintah. Kenapa Pemerintah mengeluarkan larangan mudik jika kemudian moda transportasi kembali difungsikan? Kesan plin-plan pun menjadi hal yang pertama ditangkap atas segala fenomena yang terjadi. Dan inilah sebenarnya kesalahan utama yang harusnya segera dibenahi, bukan hanya sekedar menindak dengan menahan, pemberian tugas kedisiplinan ataupun pemberlakuan denda, namun ketegasan pemegang kebijakan tidak diberlakukan.
Sungguh ironis, di negara yang terkenal dengan semboyan Gemah Ripah Loh Jinawi ini, Pemerintahnya seakan lepas tangan tak lagi mengurusi. Entah karena tak mampu atau justru tak mau, tapi rakyat seakan dibuat pontang-panting dengan kebijakan yang hanya membuat pusing. Terakhir dengan adanya pengesahan RUU no 2 tahun 2020 tentang korona yang membawa banyak sekali kontroversi. RUU yang tidak menyelesaikan masalah, justru dituding dibuat untuk mengokohkan dan menyelesaikan misi kapital yang belum lagi diselesaikan.
Semua sengkarut ini berpuncak di bulan Ramadhan yang kini telah memasuki penghujung akhirnya. Saat dimana kita bisa melihat segala aktifitas kita mulai dari awal Ramadhan, pertengahan hingga saat ini akhir Ramadhan. Banyak hal yang bisa kita catat untuk perbaiki amal setelahnya, terutama untuk dua belas bulan kedepan hingga kelak berjumpa lagi dengannya jika Allah berkehendak. Sungguh luar biasa urusan kaum muslimin di Ramadhan kali ini. Menghadapi wabah di tengah Ramadhan tentunya adalah hal yang tak mudah. Apalagi sengkarut kebijakan yang terus menghantui seakan menggiring opini ke arah Herd Immunity, yang mana dengan menerapkannya maka akan ada 182 juta jiwa yang terancam terinfeksi dan 16 juta jiwa akan meninggal. (MMC, April 2020) 
Hal tersebut tentunya tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Islam. Islam sangat menghargai jiwa manusia, bukan hanya kaum muslimin yang terjaga jiwa nya namun juga kaum non muslim. Segala bentuk bahaya yang bisa menimpa atau mengganggu keselamatan masyarakat, akan dihilangkan dengan sesegera mungkin. Termasuk dalam perihal wabah, Khalifah dalam hal ini akan sesegera mungkin melaksanakan kebijakan yang sesuai dengan tuntunan syariah dan kebijakan-kebijakan lainnya yang bersifat teknis. Sehingga wabah tidak memanjang dan menghilangkan nyawa lebih banyak rakyatnya. 

Perintah lockdown akan diterapkan semenjak awal kedatangan wabah dan diterapkan secara konsisten hingga wabah tersebut sirna, tanpa pengecualian sedikitpun. Kebijakan lockdown tidak menunggu syarat apapun, segala kekurangan yang dibutuhkan wilayah akan segera dipenuhi oleh Khalifah, termasuk jaminan akan keamanan dan ketersediaan pangan. Tidak ada intervensi pihak lain dalam hal ini, termasuk para pengusaha sekalipun.
Dan tentang tenaga kesehatan, Khalifah tidak akan menyia-nyiakan jiwa mereka, akan memberikan imbalan yang jauh lebih dari layak untuk mereka. Menunjang segala perlengkapan dan peralatan yang harus dimiliki serta menjamin segala kebutuhan mereka dengan layak. Tidak seperti saat ini, yang mana mereka seakan-akan dijadikan tumbal oleh Pemerintah untuk mengurusi pasien rakyat yang pemimpin nya saja enggan mengurusi. Sedih memang, namun beginilah fakta yang terjadi. Kesedihan semakin menjadi ketika kita mengingat jika ini semua terjadi di bulan suci. Bayangkan, rakyat hari ini harus menghadapi bulan Ramadhan yang harusnya dihadapi dengan suka cita, namun semua berubah seketika dengan adanya virus bernama covid-19. 
Banyak keraguan yang dihadapi kaum muslimin saat menghadapi Ramadhan, sebab adanya pemberlakuan pembatasan tanpa jaminan kebutuhan dasar. Berlanjut dengan tumpang tindih nya berbagai kebijakan dan bantuan-bantuan yang tak tepat sasaran turut menambah kebuntuan. Lalu bagaimana umat Islam kini harus menghadapi? Apalagi mengingat bahwa Ramadhan tahun ini telah menemui ujungnya. Agar kita bisa melepas bulan ini dengan baik dan mengambil banyak-banyak pelajaran atasnya.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh umat Islam di hari-hari terakhir Ramadhan ini, yakni :

1. Banyak-banyak berdoa pada Allah untuk segera hilangkan wabah dan kesengsaraan pada umat dengan disegerakannya penerapan Islam secara kaffah dalam institusi Khilafah ala minhajin nubuwwah. Ingatlah bahwa Allah senantiasa mengabulkan doa hambanya yang tengah berpuasa apalagi jika kalian termasuk orang-orang yang terzalimi. 

2. Mendekatkan diri pada Allah di akhir-akhir Ramadhan ini dengan mengharap pahala dan janji akan lailatul qadar.

3. Terus melakukan dakwah. Meski tak lagi bisa tatap muka secara langsung, namun teknologi sudah bisa memungkinkan kita untuk tetap berdakwah di dunia maya.

4. Turut serta dalam barisan jamaah untuk mewujudkan ketakwaan hakiki yang menjadi tujuan utama ibadah shaum Ramadhan dengan penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah Rasyidah ala Minhajin Nubuwwah. 
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah : 183)
.
Semoga Allah jadikan kita semua orang-orang bertakwa, yang mengambil sumber-sumber hukum Islam sebagai aturan hidup yang harus diterapkan di tengah-tengah umat. Sadar akan wajibnya penerapan tersebut, dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Aamiin ya Robbal 'Aamiin. 
Wallahu A'lam bis Shawab


*(Pemerhati Kebijakan Publik) 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak