Sengkarut Ekonomi di Tengah Pandemi Salah Siapa?


ilustrasi : google



Rudi, begitu namanya. Beritanya menghiasi kanal berita selasa pagi 28 april 2020 di salah satu tv swasta negri ini. Kondisinya babak belur dihakimi warga karna kepergok mencuri. Warga berusaha mengintrograsi pengakuannya.
Alasan yang bukan lagi klise untuk kondisi sekarang. Karena bukan hanya Rudi yang sedang mengalami kesulitan ekonomi. Alasan kesulitan utuk menutupi utang yang didesak penagih, dan mirisnya, utang tersebut untuk memenuhi biaya makan sehari hari.

Banyak nya pemudik  yang dihadang aparat, salah satu bukti sedang terjadi adanya perubahan tatanan ekonomi ditengah masyarakat. Dirumahkannya banyak buruh dari tempat kerjanya, menjadikan banyak pengangguran sehingga mengakibatkan mereka kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya. Itulah yang sedang terjadi dan dialami Rudi dan berpuluh ribu masyarakat yang terdampak langsung adanya pandemi.

Lock Down Sekedar Angan

Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu meminta pemerintah merancang PP secara matang sebelum akhirnya status lockdown resmi diberlakukan. Merujuk Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, selama status lockdown berlangsung pemerintah diwajibkan memenuhi kebutuhan dasar seluruh masyarakat.

Kalau kita merujuk pendapat anggota DPR Masinton Pasaribu. Pemerintah harus manyiapkan dana yang luar biasa banyaknya untuk menanggung kebutuhan seluruh masyarakat yang kehilangan mata pencaharian.
Untuk memutus penyebaran cofid 19, pemeritah seolah memaksa untuk menutup sementara perusahaan dan diwajibkan masyarakat dan ASN untuk tinggal di rumah dan bekerja dari rumah (social distancing), dan membatasi kontak fisik (psycal distancing). 

Bagi ASN dan para pengusaha kaya , konglomerat, atau mereka yang mempunyai tabungan melimpah, tinggal di rumah(Social distancing) tidak akan memberi pengaruh bagi pemenuhan hidupnya. Semua sudah tersedia tanpa kesulitan mendapatkannya.

Tapi Rudi, dan masih beribu  ribu Rudi yang lain dari korban penghentian kerja sebagai buruh, yang terpaksa untuk tinggal di ruma tanpa penghasilan. Mereka akan kesulitan memberi makan keluarganya. Siapa yang akam peduli dengan kesulitanya. Dan merekapun tidak tahu kepada siapa akan mereka keluhkan.
Akan lahir banyak kejahatan, seperti yang dilakukan Rudi terkait dengan sulitnya pemenuhan kebutuhan, apa lagi kalo sudah menyangkut urusan perut. Hal yang paling sensitif untuk orang bisa melakukan hal hal diluar kewajaran, ketika perut merasa lapar.

Interaksi masyarakat yang yang dibatasi dengan social distancing dan pyicical distancing, hanya merupakan himbauan yang masih memungkinkan mudahnya perpindahan virus masih belum bisa dikendalikan. Sehingga kita belum tahu batas waktu selesainya penyebaran dari covid 19. Satu bulan, dua bulan atau lebih. Selama covid 19 belum bisa diatasi, masyarakat miskin akan terus bertambah dan tingkat kejahatanpun akan terus meningkat.

Banyak pihak yang menyarankan pemerintah melakukan lock down untuk memutus mata rantai penularan. Tapi rupanya pemerintah tidak berani mengambil resiko, karena lockdown itu keputusan strategis pemerintah yang sifatnya menetap. 

Dengan adanya social distancing(di rumah saja) sudah seharusnya pemerintah menganggarkan dana untuk menyantuni setiap jiwa yang terdampak dari kebijakan pemerintah itu. Sehingga masyarakat yang kehilangn pekerjaan dan mayarakat bawah terpenuhi kebutuhan pangannya. Seperti itulah seharusnya yang dilakukan pemerintah untuk menjaga gejolak masyarakat ke arah negatif.

Dengan ekonomi yang lagi ambyar seperti sekarang ini akan banyak kesulitan untuk mewujudkan harapan masyarakat agar terbebas dari kesulitan hidup. Pasalnya sebelum datang corona saja ekonomi Indonesia itu sudah ambyar.  Indikasinya, utang yang makin menggunung, daya beli masyarakat yang menurun, PHK massal, pengangguran terbuka, dan sederet problem ekonomi lainnya. 

Belum lagi ketergantungan terhadap asing sebagai konsekwensi dari sistem kapitalisme yang sudah menjerat aturan yang berlaku.
Penanganan corona memang bukan hanya beban pemerintah. Semua komponen masyarakat harus ikut andil menjadi bagian dari solusi. Namun, masyarakat tak boleh dibiarkan bertindak sendiri, mengingat beragamnya pengetahuan masyarakat.

Butuh kerja sama semua pihak di bawah satu komando kepemimpinan. Sehingga penetapan hari libur sekolah dan lockdown bisa berjalan efektif. Butuh penguasa yang bisa memimpin dengan benar dan haruslah yang bermental negarawan. Seorang negarawan harus mampu berpikir dan bertindak cepat, sekaligus tepat. Pemimpin tak boleh berpikir lambat, yang berakibat jumlah korban makin banyak. 

Syariat Jaminan Kesejahteraan

Untuk mengatasi corona, selain butuh pemimpin negarawan, Indonesia juga butuh sistem yang benar. Yakni sistem politik yang menempatkan syariat Islam kafah sebagai solusi atas semua masalah, termasuk corona.

Yang mengatur perekonomian harus sistem ekonomi yang benar yakni yang mampu mendayagunakan semua potensi ekonomi(baik berupa fai’dan kharaj, dharibah, infak rakyat dan utang syar’i ke warga negara yangkaya) semua diupayakan untuk mengatasi corona.

Islam memberi jaminan kebutuhan hidup selama rakyatnya tidak mampu mencukupinya, sebagai kewajiban negara dalam pengelolaa kekayaan yang diperuntukan untuk kesejahteraan rakyatnya.

Negara akan dengan mudah mewujudkan layanan kebutuhan dasar baik yang bersifat individual dan publik bagi rakyatnya, secara swadaya tanpa bergantung sedikitpun pada negara lain. Bahkan negara lainlah yang bergantung kepada negara khilafah.Sehingga saat negara dilanda wabah penyakit, sudah terbayang negara akan mampu mengatasinya dengan kebijakan tepat dan komprehensif. Lockdown akan mudah diterapkan sebagai bagian dari pelaksanaan syariat, tanpa khawatir penolakan, tanpa halangan egoisme kelokalan dan tanpa khawatir kekurangan biaya untuk mencukupi warganya.

Rasulullah saw. pernah bersabda,

مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَاحْتَجَبَ دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمْ احْتَجَبَ اللَّهُ عَنْهُ دُونَ حَاجَتِهِ وَخَلَّتِهِ وَفَقْرِهِ

“Siapa yang diserahi oleh Allah untuk mengatur urusan kaum Muslim, lalu dia tidak peduli kebutuhan dan kepentingan mereka, maka Allah tidak akan peduli kebutuhan dan kepentingannya (pada Hari Kiamat).” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Pada peristiwa krisis ekonomi yang dikenal dengan Tahun Kelabu di Madinah saat itu, Khalifah Umar langsung bertindak cepat.
Saat itu kondisi keuangan baitulmal tidak mencukupi penanggulangan krisis. Khalifah Umar segera mengirim surat kepada para gubernurnya di berbagai daerah kaya untuk meminta bantuan. Khalifah Umar menghubungi gubernur Mesir, Syam, Irak, dan Persia.

Selanjutnya, semuanya mengirim bantuan untuk Khalifah. Hal ini menunjukkan kesigapan pemimpin kaum Muslim dalam  menyelesaikan krisis; ketika mendapati pemerintah pusat sudah tidak mampu lagi menutupi semua kebutuhan dalam rangka menyelesaikan krisis.
Dengan kata lain, jumlah yang dikirim untuk membantu pemerintah pusat melimpah dan itu sangat cukup untuk menanggung ekonomi rakyat hingga mereka mampu bekerja sendiri mencari rezeki.
Negara  telah memberikan apa yang menjadi hak rakyat hingga ke wilayah yang jauh pusat. Sandang, papan, pangan, pendidikan, keamanan, kesehatan, serta kesejahteraan difasilitasi oleh negara dengan seutuhnya. 

Rasulullah SAW dan para khulafa’ur rasyidin mencontohkan, meski saat mereka memimpin umat Islam masih kecil wilayahnya, namun pandangannya level internasional. Meski tinggal di Arab, para sahabat banyak berdiskusi dengan Rasulullah SAW tentang persaingan antara Romawi di Barat dan Persia di Timur. Ketika tahu ada wabah di wilayah lain, Rasulullah SAW menyerukan pada umat Islam untuk menjauhi wilayah itu.

Bekal utama untuk melawan penyakit adalah akidah, yakni yakin bahwa setiap penyakit ada obatnya, yakin Allah SWT adalah Yang Maha Menyembuhkan, yakin takdir Allah SWT pasti baik, dan tetap memaksimalkan ikhtiar untuk kesembuhan.

Ibnu Katsir meriwayatkan, ketika terjadi bencana penyakit menular yang melanda Iraq, Hijaz, Syam. Bencana penyakit yang bisa menyebabkan kematian tiba tiba.
Khalifah Al Muqtadi Billah mengeluarkan perintah untuk melakukan ihtiar pengobatan, evakuasi, dan menegakan perkara perkara ma'ruf dan memerangi kemaksiatan. Menghancurkan tempat tempat maksiat dan mengeluarkan ahli maksiat besar keluar dari negri muslim. Setelah itu musibah dan bencana mereda.(Kitab Al Bidayah wa An Nihayah 11/40)

Wallohu a'lam bi showab

Oleh
Hendaryati Ummu Bagus
(Pegiat Literasi) 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak