Sekolah Kembali Dibuka, Amankah?


ilustrasi : google



Oleh : Ruli Ibadanah Nurfadilah
Pegiat Ibu Cinta Quran

Di tengah pandemik covid-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda penurunan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana membuka kembali sekolah pada pertengahan Juli 2020. Plt. Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Muhammad Hamid menegaskan bahwa pembukaan sekolah tersebut dilakukan di daerah-daerah yang sudah dinyatakan aman dari wabah corona oleh Satgas covid-19 dan Kementerian Kesehatan.

Namun kebijakan ini justru membuat Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI)  khawatir jika siswa dan guru malah menjadi korban wabah corona jika kebijakan ini direalisasikan.  Menurut  Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriawan,  khawatiran ini bukan tanpa alasan, pasalnya  koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang terlihat tidak sinkron dalam penanganan corona,  mengingat pemerintah pusat  dan daerah kerap memegang data penyebaran virus yang berbeda-beda. (cnnindonesia.com, 9/5/2020)

Lebih lanjut  Hamid  menjelaskan bahwa kebijakan ini akan menggunakan protokol kesehatan di area institusi pendidikan yang sudah ditentukan pemerintah. Juga diwajibkan menggunakan masker. Namun, tidak menjelaskan lebih lanjut apakah pihaknya akan menetapkan protokol kesehatan tersendiri ataupun pembatasan jumlah siswa yang boleh kembali belajar di sekolah. (cnnindonesia.com, 9/5/2020)

Wacana dibukanya kembali sekolah di pertengahan Juli mendatang merupakan salah satu dari skenario pemulihan ekonomi yang direncanakan pemerintah paska wabah, sayangnya wacana ini dilakukan tanpa diiringi pemastian bahwa virus tidak lagi menyebar dan mereka yang terinfeksi sudah terisolasi. Faktanya hingga saat ini pemerintah pusat belum sanggup memenuhi pemeriksaan covid-19 sepuluh ribu spesimen per hari.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Achmad Yurianto Juru Bicara penanganan Covid-19 bahwa ada beberapa kendala sehingga pemeriksaan belum memenuhi target yaitu keterbatasan laboratorium dan keterbatasan reagen. Sedangkan ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Doni Manardo mengatakan bahwa pasokan reagen yang ada belum bisa digunakan secara optimal karena laboratorium penguji kekurangan Sumber Daya Manusia. (tempo.co 4/5/2020)

Sangat memilukan nasib rakyat yang dipimpin oleh rezim ruwaibidhah, yaitu  ketika orang-orang bodoh  mengurusi urusan orang umum atau rakyat. 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasul Saw bersabda, 


“Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang “Ruwaibidhah” berbicara. Ada yang bertanya, “Siapa Ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, “Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum.” (HR. Hakim)



Imam as-Syathibi pun menjelaskan arti Ruwaibidhah, 

“Mereka mengatakan, bahwa dia adalah orang bodoh yang lemah, yang membicarakan urusan umum. Dia bukan ahlinya untuk berbicara tentang urusan khalayak ramai, tetapi tetap saja dia menyatakannya.” (As-Syathibi, al-I’tisham, II/681)

Maka wajar jika kebijakan yang dikeluarkan oleh rezim saat ini sering terlihat inkonsisten, memaksakan, bahkan tidak memberikan solusi yang tepat atas persoalan rakyat. Hadirnya rezim ruwaibidhah  yang berkuasa menjadi bukti kegagalan sistem demokrasi  kapitalis dalam melahirkan pemimpin.

Kebijakan Khilafah Cepat Tanggap Tangani Wabah

Kebijakan yang diambil khalifah tidak mengandalkan kecerdasan dan kemampuan manusiawinya saja melainkan disandarkan pada apa yang sudah diperintahkan oleh Nabi saw. Adanya sinergi antara negara sebagai pelaksana hukum syara yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang berkarakter mulia dengan rakyat yang mudah menerima amar makruf nahi mungkar.

Negara tampil terdepan dalam setiap keadaan. Tidak menyerahkan urusan rakyatnya pada pihak lain. Bahkan tidak akan tega mengorbankan nasib rakyatnya atas dasar pertimbangan ekonomi.

Dalam diri pemimpinnya tidak ada keraguan untuk mengambil kebijakan berdasarkan syariah, karena merupakan wahyu Allah yang Mahabenar. Bukan hasil uji coba kecerdasan akal semata.
Tidak ada sikap plin-plan dan ragu-ragu dalam mengambil langkah solusi menghadapi wabah. Tak akand berkali-kali bingung dalam memutuskan setiap kebijakan yang harus segera diterapkan pada rakyatnya.

Seperti yang dicontohkan para pejabat negeri ini, sikap yang ditunjukkan antara satu dengan yang lainnya berbeda-beda menyikapi wabah corona. Tercermin dalam keputusan yang mereka ambil bukan menyelesaikan permasalahan, tapi justru menambah masalah. Dampaknya publik makin gamang dengan setiap kebijakan.

Maka umat berharap besar pada sistem Islam yang mampu melahirkan pemimpin yang memiliki sikap tegas dan percaya diri, tidak gagap dan ragu menghadapi wabah. Kebijakan pemerintah pusat dengan daerah pun berjalan dengan baik, tidak ada kontradiksi di antara keduanya. Hingga mampu memastikan situasi terkendali dan dapat segera memulihkan keadaan.
Rakyat takkan terus diliputi oleh rasa cemas dan khawatir. Karena mereka hidup dalam pengurusan seorang pemimpin yang penuh dengan tanggung jawab dan ditopang oleh sistem yang terbaik yaitu Khilafah Islamiyah.

Sayangnya, sistem Islam yaitu Khilafah masih dipandang negatif oleh rezim ruwaibidhah. Padahal justru ditinggalkannya syariat Sang Pencipta  yang membahayakan umat dan dunia. Kapitalisme berhasil mengaburkan antara kebenaran dengan kebatilan. Selama kapitalisme masih dibiarkan eksis, maka kesengsaraan rakyat tetap jadi sebuah keniscayaan. Masihkah mau mempertahankannya?Wallaahu a'lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak