Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Muslimah Penulis Sidoarjo
Bahasan mengenai berakhirnya pandemi Covid-19 makin merebak. Menemukan alurnya, semerbaknya pun mulai menggoda para pebisnis yang sudah mendapat kelonggaran akses dari penguasa. Ah...tak usahlah pura-pura. Dari awal sudah banyak intrik, tinggal temanya saja yang berbeda.
Katanya relaxsasi, berubah jadi siapa saja yang di bawah usia 45 tahun, boleh bekerja untuk mengurangi ketegangan. Dilarang mudik, tapi akses transportasi umum, termasuk penerbangan di buka kembali. Lantas siapa yang jadi penumpang, eh...ada, bahkan terjadi penumpukan di bandara.
Kemudian saking frustasinya, penguasa kemudian meratifikasi himbauan WHO untuk menerapkan hidup baru " New Normal Life". Mereka yakin Covid-19 akan segera berlalu, jika tidakpun maka harus terapkan budaya baru dalam menjalankan kegiatan sehari-hari . Hebat banget, sudahlah larangan berkerumun masih d jalankan, manusia malah di dorong untuk makin berkerumun.
Makin banyak yang berkerumun, makin berat resikonya. Tapi mengapa diambil? sebab penguasa tak tahan mendengar rengekan pengusaha untuk segera membuka bisnis. Simpanan harta ini makin menipis. Siapa tahu, istri dan anakpun bisa dilist masuk daftar penerima warisan investasi kapitalisme.
Sebenarnya melonggarkan aturan PSBB sungguh sangat beresiko dan wajib ditolak, sebab akan memunculkan persepsi yang salah, opini sesat dan sederet dampak yang lain. Yang jelas butuh sistem baru, agar benar-benar hari berganti cerita, Covid-19 berlalu.
Maka, tak berlebihan kiranya jika Ramadan tahun ini ditutupi dengan bebasnya pandemi, dengan aturan baru , sistem yang baru. Mengubah wajah bopeng kapitalisme menjadi benar-benar rusak, hancur dan tak bisa ditahan. Semoga Allah meridhoi, aamiin..
Tags
Opini