Oleh : Siti Saodah, S.Kom
(Aktivis Generasi Peradaban Islam)
Menurut HM Fadhil Rahmi, Lc beliau adalah anggota DPD RI asal Aceh kenaikan iuran BPJS Kesehatan telah melukai hati masyarakat di seluruh Indonesia termasuk Aceh dikutip dari (aceh.tribunnews.com). Kebijakan ini dinilai tidak tepat di tengah pandemi saat ini. Pada masa pandemi saat ini banyak masyarakat yang mengalami kesusahan dalam ekonomi bahkan gelombang PHK terjadi dimana-mana.
Kenaikan iuran BPJS kesehatan bukan wacana baru. Beberapa bulan lalu pemerintah sempat mengumumkan akan menaikkan BPJS Kesehatan namun banyak mengalami kritik sehingga dibatalkan. Namun kali ini BPJS Kesehatan akan naik seratus persen seperti diumumkan oleh Presiden Jokowi pada tanggal 14 Mei 2020 lalu. Perpres 64 tahun 2020 dinilai mengabaikan Mahkamah Agung (MA) dengan perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang jaminan kesehatan (aceh.tribunnews.com).
Naiknya iuran BPJS kesehatan saat ini benar -benar mencekik rakyat pasalnya kenaikan tersebut terjadi dimasa pandemi sekarang. Rezim pemerintah saat ini seakan tak punya hati, alih – alih memberikan bantuan bagi masyarakat terdampak pandemi malah memberikan kado pahit bagi mereka. Masyarakat diajak untuk hidup mandiri dalam mendapatkan layanan kesehatan.
Rumah sakit yang melayani perawatan pasien covid 19 pun banyak mengeluhkan dikarenakan tagihan pasien positif covid 19 belum dibayarkan. Ditambahkan dengan tunggakan BPJS kesehatan yang kini dirasakan berbagai rumah sakit semakin menambah berat beban rumah sakit. Jika keadaan tersebut dibiarkan terlalu lama maka berdampak pada operasional rumah sakit.
Masalah kenaikan iuran BPJS kesehatan seharusya menjadi perhatian penting bagi para pemangku aspirasi rakyat. Pasalnya masalah ini akan sangat berdampak pada kehidupan masyarakat kalangan menengah kebawah. Mereka akan kesulitan untuk mendapatkan akses layanan kesehatan. Jangankan untuk membayar iuran BPJS kesehatan, untuk mereka bertahan hidup sehari – haripun dirasa sulit.
Layanan kesehatan yang dikelolah oleh swasta tersebut sudah jelas banyak yang tak sesuai hukum syara. Pasalnya layanan kesehatan dalam islam ini menjadi tanggungjawab penuh pemerintah. Pemerintah wajib memberikan layanan kesehatan secara gratis. Belum lagi akad dalam BPJS kesehatan terdapat unsur ribawi maka hal ini dilarang oleh islam.
Pemerintah lepas tangan terhadap pelayanan kesehatan, hal tersebut diserahkan kepada swasta dalam pengelolaan. Wajar saja jika terjadi kapitalisasi pelayanan kesehatan. Bagi para kapital ini merupakan keuntungan, namun bagi masyarakat menjadi beban berat.
Pandemi saat ini adalah hal buruk bagi masyarakat kecil pasalnya ia tak bisa lagi bebas mengais rupiah demi terpenuhi kebutuhan sehari – hari. Masalah ini yang menjerat masyarakat semakin terpuruk dan frustasi. Banyak akhirnya diantara mereka yang tak sanggup akhirnya mengakhiri hidupnya karena tak mampu memenuhi kebutuhan keluarga.
Masalah yang menjerat masyarakat saat ini sudah seharusnya menjadi tanggungjawab penuh pemerintah. Bukan malah memberikan solusi berupa kenaikan iuran BPJS kesehatan. Hal ini justru makin memberatkan masyarakat. Begitulah jika pemerintah hanya mengandalkan swasta dalam hal pemenuhan layanan kesehatan di sistem kapitalis saat ini.
Namun berbeda dengan sistem islam yang datangnya langsung dari sang pencipta. Sistem yang mampu membawa rahmat bagi seluruh alam. Sistem yang mampu memberikan keadilan bagi ummat. Disinilah sistem islam yang telah membawa umat muslim berada di puncak kejayaannya.
Layanan kesehatan dalam islam merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi oleh negara. Negara memberikan jaminan penuh terhadap layanan kesehatan ummatnya. Dana yang digunakan dalam hal pemenuhan layanan kesehatan didapat dari kas negara. Kas negara bersumber dari kekayaan alam negara, seperti barang tambang, rumput, air dan api. Semua itu adalah milik umat yang sudah semestinya hasilnya digunakan untuk ummat.
Waallahualam bisshowab