Oleh: Farida Nur Rahma, M. Pd. (Dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam STIBA Ar Raayah)
Ditengah keprihatinan penanganan Covid-19, sempat mencuat rencana DPR RI untuk mengadakan rapat kerja dengan agenda pengambilan keputusan RUU MINERBA tanggal 8 April 2020. Rencana ini menuai penolakan dari berbagai kalangan. Sampai, Kementrian ESDM melayangkan surat permohonan penundaan rapat kerja tersebut. Ini adalah penundaan yang kesekian kalinya, setelah pada September 2019 ditangguhkan oleh Presiden jokowi.
Langkah DPR RI ini menuai protes dari berbagai kalangan. Redi, pakar hukum pertambangan dari Universitas Tarumanegara, menilai bahwa DPR ‘ngotot’ (www.cnbcindonesia.com,3 April 2020). Sedangkan, Rupang, Dinamisator Jatam Kaltim, menilai DPR RI tidak punya simpati ditengah pandemik (https://kaltim.tribunnews.com/2020/04/05/). Untuk kepentingan siapa mereka “bersemangat” merevisi RUU Minerba ?
Jika diamati maka kita akan melihat bahwa kepentingan para kapitalis-lah yang sedang diperjuangkan lewat RUU Minerba. Seperti analisis Marwan Batubara, Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS), (https://rmol.id/read/2019/11/29/411826/melawan-konspirasi-revisi-uu-minerba) bahwa draft Perubahan Ke-6 atas PP 23/2010 tersebut bertujuan untuk memberi jalan bagi kontraktor KK dan PKP2B untuk memperoleh perpanjangan kontrak secara otomatis. Lebih dari itu, dari proses perpanjangan kontrak PKP2B tersebut, menurut Redi, tidak terlihat semangat penguasaan negara terhadap SDA melalui BUMN. Lalu, dimana kepentingan rakyat diletakkan ?
Secara demokrasi, revisi RUU Minerba ini cacat suara rakyat. Dalam dua kesempatan revisi periode DPR 2014-2019 dilakukan secara tertutup (https://rmol.id/read/). DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dalam proses pembahasan tidak dilibatkan menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) Bisman Bhaktiar (https://www.hukumonline.com).
Sampai, sulitnya publik mengakses naskah Revisi UU tersebut. Hal diatas terangkum dalam pendapat Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia, Yusri Usman bahwa apabila DPR dan Pemerintah tetap melanjutkan pengambilan keputusan atas Revisi UU Minerba maka kedua lembaga ini secara nyata telah melakukan pelanggaran hukum, pelanggaran konstitusi, dan pelanggaran etik. Hal ini karena seluruh Pembahasan Revisi UU Minerba oleh DPR dan Pemerintah dilakukan secara tertutup dan tidak dilakukan di Gedung DPR serta tidak melibatkan partisipasi publik.
Aroma kuatnya kemaslahatan kapitalis dan minimnya kemaslahatan rakyat dalam revisi RUU Minerba harusnya membangun kewaspadaan publik terhadap kinerja DPR. Mereka memang bekerja dalam sistem demokrasi, tapi tidak menjamin kepentingan yang diperjuangkan dari, oleh dan untuk rakyat. Karena mereka sejatinya dapat duduk di kursi legislatif melalui bantuan para kapitalis. Mereka memang bekerja dalam system ekonomi kapitalisme, dimana idealnya terjadi efek cipratan kesejahteraan “trickle down effect” dari para kapitalis kepada rakyat. Namun, faktanya trickle itu hanya sampai pada “tangan kanan-kiri” kapitalis yang setia memuluskan setiap upaya meraup keuntungan yang lebih banyak walau dengan menginjak “yang ada dibawah”.
Gelagat DPR RI “ngotot” dalam revisi RUU Minerba menegaskan watak rezim kapitalis yang berpihak pada kepentingan segelintir elit dan abai terhadap maslahat rakyat. Mereka oportunis di tengah wabah bahkan hilang empati terhadap derita rakyat. Itulah sejatinya kapitalisme yang penuh dengan nilai capaian materialisme individu dan kosong dari nilai ruhiyah (ketaqwaan), nilai akhlak dan nilai insaniyah (kemanusiaan).
Masih ridho kah kita diatur dengan sistem demokrasi kapitalisme yang secara aqidah dan hukum bertentangan dengan fitrah kemanusiaan ? Padahal Allah sudah menentukan sistem Islam sebagai jalan hidup yang harus kita tempuh, baik secara individu, masyarakat maupun bernegara. Seandainya setiap kerikil mineral dan batu bara milik ummat dikembalikan kepada ummat melalui pengelolaan negara yang bertaqwa yang menjalankan Syariat Allah secara kaffah melalui institusi Khilafah maka Allah akan bukakan keberkahan dari langit dan bumi. In Syaa Allah.
Wallahu a’lam bishowab.