Oleh: Lilieh Solihah
Wacana relaksasi tempat ibadah yang di gaungkan Menteri Agama Fachrul Razi di dukung oleh persaudaraan alumni 212, menurut mereka jangan sampai ada pemerintah membuka akses bandara tetapi rumah ibadah tidak dibuka, sebab kalau tidak dibuka ini bisa menjadi bom waktu pembangkangan masa umat Islam karena merasa ada diskriminasi kebijakan, ujar Ketua Persaudaraan Alumni 212 Slamet Ma'arif. Ia pun berharap wacana tersebut bisa cepat di realisasikan dan di komunikasikan dengan pihak terkait termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI). (Tribunnews.com 14/5/2020).
Ulama (MUI, PA 212, Da'i) mempertanyakan ironi kebijakan pemerintah yang memihak kepentingan rakyat serta menghambat kepentingan umat, mestinya disadari kebijakan seperti ini tidak bisa menyelesaikan masalah malah tambah persoalan baru.
Sementara penerbangan dibuka, bandara buka, transportasi longgar, mal buka tapi tempat ibadah masih tutup, ibadah di awasi kacau ini, hati- hati kalau menyangkut urusan agama ini sangat sensitif ujar Slamet. Pelonggaran PSBB ini yang terjadi perlu di perjelas apakah penyebaran covid-19 sudah terkendali atau belum, karena hal itu sangat penting bagi MUI untuk dijadikan dasar bagi menjelaskan dan menentukan sikap, kata Sekjen MUI Anwar Abbas. (Republika.co.id Jumat 8/5/2020).
Lalu bagaimana sikap pemerintah dalam menangani Kebijakan ini?, Sama sekali tidak ada respon. Bisa dimaklumi jika untuk kepentingan ekonomi, bisnis dan investasi yang tentunya lebih menguntungkan pengusaha daripada kepentingan rakyapt pastinya selalu dapat terbuka bebas. Sementara untuk kepentingan ibadah bahkan yang wajib sekalipun seperti shalat Jum'at, tampaknya umat Islam harus mengalah dan mengikuti aturan penguasa dengan alasan menjaga nyawa manusia karenanya umat dilarang ke Mesjid.
Begitulah watak kapitalis seolah kedudukan ulama dihadapan negara hanya sekedar formalitas saja, jika dibutuhkan dimintai fatwa untuk legalitas kebijakan negara, jika tidak dibutuhkan maka pendapatnya di abaikan. Ulama adalah harapan umat seharusnya ulama bersuara lantang atas aspirasi umat yang menjerit akibat kebijakan rezim kapitalis, dan mengkritik umat bahwa covid-19 selayaknya bisa menyadarkan umat agar kembali pada solusi syariah.
"Dan sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para Nabi" (HR. Bukhari, Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmidzi).
"Ulama adalah sosok yang harus dihormati dan di muliakan, perkataannya adalah nasihat yang seharusnya di dengar karena itu adalah guru bagi penguasa" (Imam Al-Ghazali).
Keberadaan ulama sangatlah penting sebagaimana pula keberadaan para penguasa, karena agama dan kekuasaan adalah hal yang tidak bisa dipisahkan.
Dalam Islam ulama mendapatkan tempat terhormat sebagai penasihat yang menentukan kebijakan penguasa, sementara dalam sistem kapitalisme ulama justru di manfaatkan hanya sebagai stempel legalitas kebijakan penguasa. Lain halnya dalam Islam, ulama memiliki peran penting yang memastikan penguasa selalu berada di jalan kebenaran dan hanya taat pada Allah dan Rasulnya.
Sungguh hanya sistem Islam yang memuliakan para ulama, menempatkan mereka pada posisi terhormat, sebagaimana Allah telah tetapkan untuk mereka, dan hanya daulah khilafah hubungan ulama dan penguasa menjadi hubungan yang diberkahi dan dirahmati Allah..
Wallahu alam bisshawab.
Tags
Opini