Penguasa 'Setia', Rakyat Merana


Oleh: Khaulah Ariska

Sebelum dan saat berlangsungnya pandemi Covid-19 ( Corona virus disease), penguasa kian mengukuhkan dan melabeli diri sebagai penguasa yang setia. Rakyat pun kian tersadarkan akan kesetiaan sang penguasa.

Setia menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah berpegang teguh, patuh, taat, tetap, dan teguh hati. Begitu mulia orang-orang yang setia melekat pada dirinya. Mereka berpegang teguh pada apa-apa yang diyakini lantas taat dalam merealisasikannya. Jika dalam ranah penguasa, maka penguasa yang setia tentu membuat rakyat semakin menyayanginya.
 Namun, beda dengan penguasa setia dalam  kacamata kapitalisme. Label setia tersemat justru mengakibatkan rakyat di bawah tanggungannya tercekik, akibat tiap kebijakan yang tak pernah sekalipun memihak rakyat. Tetapi justru mengenyangkan perut-perut kroni-kroninya dari kalangan berduit. Na'udzubillah min dzalik. Setia bukan pada Rabb semesta alam, tetapi pada para kapitalis. Setia bukan pada Islam yang seharusnya sebagai way of life, tetapi tunduk pada ideologi yang berasal  daripada akal terbatas pun lemahnya manusia. Setia bukan pada aturan-aturan syariat yang Allah gariskan, tetapi pada hukum buatan manusia yang tak mengetahui secara detail akan dirinya. Sudah selayaknya, setia mereka membawa petaka bagi rakya, juga petaka untuk diri mereka apabila tidak cepat kembali pada makna setia yang sesungguhnya.

Bisa kita telusuri, kebijakan-kebijakan yang rezim legalkan hari ini tak satu pun membawa sejahtera untuk rakyat. Semuanya condong pada para kapitalis, menyisakan duri-duri yang akhirnya menghantam rakyat. Bagaimana mungkin duri-duri itu tak membuat sakit? Kebijakan itu di antaranya terkait kenaikan iuran premi BPJS (Badan Pengelola Jaminan Kesehatan), padahal kesehatan pada hakikatnya merupakan hak rakyat yang harus bin wajib dipenuhi oleh penguasa. Kebijakan seperti ini berakibat pada banyaknya rakyat dari strata sosial rendah yang sakit, tak mampu  mengecek/memeriksakan diri ke rumah sakit. Ada pula yang diberitakan bahwa mereka memulangkan jenazah salah satu anggota keluarga dengan angkutan umum karena tak mampu membayar ambulans. Biaya pendidikan yang kian hari kian bertambah angkanya,yang mengakibatkan banyak generasi muda yang tak mengenyam bangku sekolah walau setingkat Sekolah Dasar (SD). Kurikulum yang disajikan dalam pendidikan pun sangat jauh dari tsaqofah Islam dan justru lebih banyak memuat tsaqofah asing. Hal ini tentu berefek pada para pelajar yang nantinya buta akan Islam dan cinta pun mengagungkan Barat. 

Pula tentang sembako yang harusnya diberikan secara cuma-cuma oleh negara kepada rakyat. Tak pernah ditemui pada penguasa hari ini. Tentang rumah tempat bernaung yang harusnya rakyat dapatkan dari penguasa, negeri ini justru kebanjiran rakyat yang tak punya rumah layak huni juga banyak yang bahkan tunawisma. Tentang keamanan yang seharusnya dijamin oleh penguasa, dalam sistem ini tidak ditemui sama sekali. Banyak kaum Muslim justru banyak yang ternodai keimanannya bahkan tidak sedikit yang murtad karena banyak mengonsumsi informasi-informasi salah dari tayangan-tayangan televisi atau media lainnya. Harta, kehormatan dan bahkan nyawa juga tak mendapat perlindungan dari penguasa. Harta milik pribadi banyak yang diambil alih oleh jiwa tak bertanggung jawab.

 Kehormatan kaum Muslim pun kerap dinodai dan pelakunya tak diberi sanksi tegas. Nyawa kaum Muslim hilang, tak dianggap penting sedikit pun. Lihat saja nasib kaum Muslim Uighur, Muslim Rohingya, Muslim Palestina, Muslim Kashmir, Muslim Suriah dan  masih banyak di belahan bumi lainnya. Padahal dari lisan Rasulullah saw yang mulia dikatakan bahwa : Hancurnya dunia dan sesisinya lebih ringan di sisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang Muslim. (HR. An-Nasai).  Lebih tegas lagi, Rasulullah saw menyebutkan bahwa keagungan Kabah di sisi Allah tidak melebihi agungnya nyawa seorang Muslim. Pun tentang kebijakan-kebijakan lain yang seharusnya serta merta dilayani negara. Negara justru berlepas tangan akibat kesetiannya pada kapitalisme.

Bisa kita lihat kesetiaan penguasa pada ideologi lemah nan bobrok ini, yaitu dengan bahu-membahu menjaga kelestarian ideologi ini. Padahal sudah begitu banyak bukti bahwa kapitalisme membawa petaka yang luar biasa, menyelesaikan tiap problematika tidak sampai ke akar-akarnya, notabene tambal sulam bahkan justru menghasilkan problematika yang beranak pinak, pun bukti-bukti autentik lainnya.

Kapitalisme yang berasaskan sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) membimbing penguasa menuju kesetiaan berdasar standarisasi menurut kacamatanya. Kapitalisme juga yang meninabobokkan penguasa berikut rakyatnya akan kesetiaan versinya padahal sudah begitu banyak korban akibat gaungan tersebut. Penguasa dipaksa lupa bahwa tugas mereka sebenarnya adalah sebagai pelayan urusan rakyat.

Berbeda halnya penguasa yang lahir dari rahim suci sistem Islam, Khilafah. Setia milik mereka tak akan membuat rakyat tercekik, karena semuanya termasuk di dalamnya setia, berlandaskan pada akidah yang benar, Islam. Penguasa dalam sistem Islam setia menjalankan aturan sesuai arahan syariat, tidak berbelok sedikit pun. Sehingga tiap kebijakan yang dijalankan, yang senantiasa merujuk pada Al-Qur'an pun Al-hadis yang sahih, mampu memecahkan tiap problematika umat, tuntas hingga ke akar-akarnya. Siapa lagi selain Allah yang mengetahui apa-apa yang ada pada diri manusia, alam semesta beserta isinya ? Hanya Allah. Masya Allah. Oleh karena itu, setianya penguasa yang lahir dari sistem Islam akan betul-betul meriiayah urusan umat, melayani dengan sungguh-sungguh karena keyakinan yang tertanam kuat akan adanya hari ketika kaki tangan mereka yang dimintai pertanggungjawaban akan amanah yang dipikul di arena pengembaraan ini. Pada hari ini Kami tutup mulut mereka. Tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Q.S Yaasin ayat 65).

Penguasa seperti ini tak akan memberi celah adanya intervensi dari pihak lain terkait urusan rakyatnya, sebagaimana penguasa dalam kapitalisme yang kerap kali berselingkuh dengan pengusaha lantas memindahkan tanggung jawab pada para korporasi. Sekali-kali tidak ! Penguasa dalam Islam akan berusaha semaksimal mungkin melayani urusan rakyatnya. Seperti halnya Khalifah Umar bin Khathtab ra yang memanggul sendiri gandum untuk rakyatnya. Seperti Khalifah Abu Bakar Ash-shidiq ra yang membagi-bagi selimut pada malam yang dingin untuk rakyatnya. Seperti Umar bin Abdul Aziz yang mematikan penerang tatkala membicarakan masalah privat bersama putranya. Masya Allah. Begitu mulianya potret penguasa yang lahir dari sistem Islam, yang dibimbing atas dasar wahyu Allah. Dididik atas dasar keyakinan yang kuat pada Rabb mereka, Allah Swtdan Rasulullah Saw.

Potret penguasa seperti ini tidak akan dijumpai selama kita masih dinaungi sistem sekular, dengan kesetiaan penguasa ala kapitalisme yang karenanya rakyat kian tercekik dan kerap menjadi tumbal. Oleh sebab itu, sudah semestinya kita mengeliminasi sistem bobrok kapitalisme dan bertransformasi pada sistem Islam, yang setianya penguasa pada sistem ini justru menyejahterakan rakyat. Insya Allah.
 Wallahu alamu bishawab.[SP]

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak