Pemulihan Ekonomi: Kembali Masuk Sekolah?



Oleh: Shofiyya Honey


Wabah covid-19 yang melanda Indonesia membuat keadaan semakin ambigu. Kita dihadapkan dengan berbagai kebijakan yang kerap kali mengundang kegaduhan.

Contohnya di dunia pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah menerapkan kebijakan mulai dari 16 Maret 2020 untuk seluruh siswa sekolah jenjang Pendidikan Usia Dini (PAUD) hingga Perguruan Tinggi (PT) melakukan Program Home Learning (PHL).

Kebijakan ini di ambil supaya memobilisasi pengamanan masyarakat, salah satunya agar tetap di dalam rumah untuk memutus rantai penyebaran covid-19.

Dunia pendidikan mengalami perubahan yang cukup besar, berpindahnya sekolah dirumah dengan metode daring menanggung banyak konsekuensi. Contoh kecil saja, Tidak semua siswa memiliki fasilitas yang memadai.

Masih banyak fasilitas jaringan yang tidak cukup baik. Terutama bagi siswa yang bertempat tinggal di pedalaman. ketidaksiapan orang tua dalam mendampingi pembelajaran anak juga menjadi konsekuensi pembelajaran siswa metode daring.

Dengan krisis ekonomi di tengah pandemi yang masih terus meningkat, jangankan pulsa, buat makan sehari saja masih banyak keluarga yang kesulitan.

Namun belakangan ini muncul opini bahwa sekolah akan kembali berjalan pada pertengahan Juli mendatang. Di ambil dari laman CNNIndonesia.com, Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Muhammad Hamid mengatakan "Kita merencanakan membuka sekolah mulai awal tahun pelajaran baru, sekitar pertengahan Juli,"

Belum ada keterangan lanjut dari pusat, apakah sekolah benar- benar di buka pertengahan juli atau tidak. Pasalnya di bukanya kembali sekolah merupakan salah satu upaya pemulihan ekonomi.

Di kutip dari TIMESMALANG, Kementerian Koordinator Perekonomian telah membuat jadwal rinci. Dan mulai 1 Juni 2020, kegiatan pemulihan ekonomi akan dilakukan (kembali bersekolah termasuk di dalamnya pada tanggal 15 Juli) Dari jadwal tersebut diprediksi pada akhir Juli semua aktifitas ekonomi bisa kembali normal. Namun jadwal ini masih bisa berubah karena sifatnya masih usulan.

Sudah banyak kebijakan- kebijakan yang membingungkan masyarakat, seperti akan di buka nya kembali sekolah tanpa ada kepastian berhentinya penyebaran virus.
Padahal, untuk memastikan siapa saja yg terinfeksi (melalui tes masal dan PCR) saja belum dilakukan. Alasan nya kekurangan alat dan SDM.

Kebingungan dan kegaduhan terjadi di mana- mana, begitu yang terjadi ketika pemerintah ragu dalam mengambil keputusan. Sebagai pemimpin harusnya tegas dan kompeten dalam mengambil keputusan. Jadi ketika kebijakannya sampai kepada masyarakat, there is no more questions. Tidak ada yang masih kebingungan dalam memahami apa maksud pemerintah.

Di saat seperti ini nampak jelas wajah rezim Ruwaibidhah. Yang harusnya membuat kebijakan yang menyegerakan penanganan wabah (menghentikan penularan) dan pemulihan kondisi, alih- alih menghentikan, dan melayani, malah membuat rakyat kebingungan dengan kebijakan yang tumpang tindih.

Susahnya ketika memimpin tidak didasari dengan Islam. Seluruh kebijakan yang di ambil pasti mengandung kepentingan pribadi dan golongan para penguasa [.]

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak