Oleh : Ummu Aziz
Pemerintah telah memilih pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sebagai langkah untuk membendung penyebaran virus Corona baru penyebab Covid-19. Setelah sebelumnya tercetus kata darurat sipil yang tidak masuk akan. PSBB itu diperkuat dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020.
Namun, setelah dilakukan evaluasi, pemerintah bersiap melakukan modifikasi terhadap PSBB. Demikian disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD.
Selain itu, menurut Mahfud, relaksasi PSBB dipicu oleh kenyataan masyarakat yang terlalu dikekang akan stres. Stres, kata dia, akan membuat imunitas orang menurun sehingga dapat tertular virus Corona baru penyebab Covid-19 (cnbcindonesia.com/04 May 2020).
Ada apa sebenarnya hal ini mau ada modifikasi?
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Dewan Perwakilan Rakyat, Syahrul Aidi Maazat, mencurigai rencana pemerintah melonggarkan Pembatasan Sosial Bersakala Besar (PSBB) hanya demi kepentingan segelintir pebisnis. Pebisnis itu, kata dia, hampir bangkrut sehingga mendesak pemerintah untuk melonggarkan PSBB.
“Kami mempunyai kekhawatiran ada segelintir pebisnis tertentu yang resah dengan jatuhnya bidang usahanya dan mengakibatkan mereka di jurang kebangkrutan dan mendesak pemerintah untuk melonggarkan PSBB,” kata Syahrul lewat keterangan tertulis, Ahad, 3 Mei 2020.
Menurut Syahrul, bila alasan di balik rencana itu benar hanya untuk kepentingan bisnis, maka pemerintah sudah melanggar asas keadilan dalam Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam UU Karantina Kesehatan, menurut dia, keselamatan masyarakat adalah hal yang paling utama.
Syahrul berujar sejak awal PSBB merupakan kebijakan yang setengah hati. Seandainya pemerintah bertindak cepat mengambil opsi karantina wilayah, kata dia, mungkin pandemi Covid-19 akan cepat selesai dan tidak memakan korban yang banyak. “Namun sekarang akhirnya pemerintah menelan ludahnya sendiri dan melonggarkan aturan PSBB yang sebenarnya juga tidak menyelesaikan masalah,” kata dia dikutip dari nasional.tempo.co/Minggu/3 Mei 2020).
Tampak sekali keinginan pelonggaran PSBB ini berpihak pada pengusaha. Padahal, tren penularan Covid-19 belum bisa dianggap aman. Peremehan terhadap PSBB bahkan berpotensi melahirkan gelombang penderita baru jika pemerintah benar-benar melonggarkan PSBB dengan alasan ekonomi. Munculnya klaster sampoerna adalah pelajaran berharga akan ambisi yang mempertaruhkan nyawa pekerja.
Yang seharusnya ditempuh pemerintah adalah melakukan lockdown sembari menjalankan fungsinya sebagai pelayan rakyatnya yakni dengan memenuhi seluruh kebutuhan primer rakyat, agar anjuran #DiRumahAja relevan dengan upaya memutus mata rantai penularan virus corona. Bukan menganjurkan #DiRumahAja tapi tidak peduli akan kebutuhan asasi rakyatnya. Terlebih dengan wacana pelonggaran PSBB.
Kebijakan yang sejak awal telah menunjukkan lepas tangannya pemerintah dalam mengurusi rakyatnya yang terancam wabah, pelonggaran PSBB yang diusulkan adalah bukti bahwa pemerintah tidak pernah peduli akan rakyatnya. Pemerintah membiarkan rakyatnya bertaruh nyawa memenuhi kebutuhannya sendiri meski dalam kondisi yang masih sangat rentan terhadap wabah.
Benarlah apa yang dikatakan Rasulullah bahwa pemerintah seperti ini adalah pemerintah ruwaibidhah yang tidak paham bagaimana mengurusi rakyat.
“Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang Ruwaibidhah berbicara. Ada yang bertanya, “Siapa Ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, “Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum.” (HR. al-Hakim, al-Mustadrak ‘ala as-Shahihain, V/465).
Wallahu alam
Tags
Opini