OLIGARKI DI BALIK PENANGANAN CORONA



Oleh : Halimah

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, memprotes langkah pemerintah yang memotong tunjangan guru hingga Rp3,3 triliun lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020.

Dalam lampiran Perpres Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, dia membeberkan, tunjangan guru setidaknya dipotong pada tiga komponen yakni tunjangan profesi guru PNS daerah dari yang semula Rp53,8 triliun menjadi Rp50,8 triliun, kemudian penghasilan guru PNS daerah dipotong dari semula Rp698,3 triliun menjadi Rp454,2 triliun.

Terakhir, lanjutnya, pemotongan dilakukan terhadap tunjangan khusus guru PNS daerah di daerah khusus, dari semula Rp2,06 triliun menjadi Rp1,98 triliun.

Selain terkait tunjangan guru, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyatakan pemotongan anggaran di sektor pendidikan juga dilakukan pemerintah terhadap dana Bantuan operasional Sekolah (BOS), bantuan operasional penyelenggaraan PAUD, bantuan operasional pendidikan kesetaraan, serta bantuan operasional museum dan taman budaya.

Menurutnya, dana BOS dipotong dari yang semula Rp54,3 triliun menjadi Rp53,4 triliun, bantuan operasional penyelenggaraan PAUD dipotong dari Rp4,475 triliun menjadi Rp4,014 triliun, lalu bantuan operasional pendidikan kesetaraan dipotong dari Rp1,477 triliun menjadi Rp1,195 triliun.

Fikri menyatakan, pemotongan anggaran yang dilakukan pemerintah seharusnya lebih tepat sasaran. Menurutnya, pemotongan seharusnya dilakukan terhadap anggaran belanja modal yang berupa pembangunan fisik dan anggaran kegiatan-kegiatan yang mengumpulkan orang. Dia menambahkan, nggaran infrastruktur fisik, anggaran belanja perjalanan dinas, anggaran bimbingan teknis, serta anggaran rapat di jajaran pemerintah seharusnya diprioritaskan untuk dipotong.
"Anggaran untuk bantuan seharusnya diperbesar, seperti anggaran untuk Program Indonesia Pintar (PIP) dan biaya pendidikan seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah," ujarnya. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200414222144-32-493609/
Dari sini jelas apa yang diakukan oleh rezim, bukan berpihak pada rakyat. Kebijakan anggaran untuk hadapi covid, justru banyak menguntungkan pengusaha dan kroni rezim. Tunjangan guru disunat sementara pengusaha Ruangguru.com yang merupakan stafsus presiden mendapat proyek triliunan dari dana Kartu Prakerja. 
Ruangguru ditunjuk menjadi aplikator Kartu Prakerja, Staf Khusus Presiden Republik Indonesia (RI) Belva Devara dinilai melakukan praktek korupsi.  Rachland Nashidik pun mendesak Presiden RI Joko Widodo agar segera memecat Pendiri sekaligus Direktur Utama Ruangguru tersebut.

Dalam statusnya, Rachland Nashidik menegaskan Jokowi harus menghentikan pelatihan online dalam Program Kartu Prakerja. Lebih lanjut, dirinya menduga alasan utama Pemerintahan Jokowi mendorong Perppu Covid-19 karena terkait hal tersebut.https://jateng.tribunnews.com/2020/04/14

Sebab, tidak hanya ekonomi bangsa kini tengah mengalami resesi imbas virus corona, kebijakan tersebut ditegaskannya terindikasi adanya praktek kolusi. Apikasi Ruangguru yang diberi hak mendapat dana kartu prakerja, bukan diberikan langsung pada masyarakat yang terdampak pandemi. Pada dasarnya kebijakan ini bukan saja tak perlu, rakyat yang dirumahkan dan ajakan untuk ‘DirumahAja’ sama sekali tidak membutuhkan pelatihan, namun lebih membutuhkan pertahanan pangan saat di rumah. 
Demikian pula porsi APBN untuk haji lebih dibidik dialihkan sebagai dana penanggulangan wabah dibanding dana belanja pemerintah. Sebelumnya, wacana menggunakan dana haji untuk penanganan virus corona muncul dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama Fachrul Razi, pada Rabu. Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Nanang Samodra mengusulkan penggunaan dana haji karena hingga saat ini belum ada tanda-tanda Arab Saudi akan membuka penyelenggaraan haji.


Meski pada akhirnya Kementerian Agama (Kemenag) menegaskan dana jemaah haji tidak akan digunakan untuk penanganan virus corona (Covid-19). Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang bersumber dari jemaah sepenuhnya dipakai untuk kepentingan penyelenggaraan haji. Oman menjelaskan BPIH berasal dari biaya perjalanan ibadah haji (Bipih), APBN, nilai nanfaat, dana efisiensi, atau sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal itu diatur dalam Pasal 44 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Ia berkata BPIH yang bersumber dari Bipih, nilai Manfaat, dan dana efisiensi dipergunakan untuk membiayai pelayanan kepada jemaah haji. Sementara BPIH yang bersumber dari APBN digunakan untuk operasional petugas haji."Apabila haji batal dilaksanakan tahun ini, hanya BPIH yang bersumber dari APBN yang dapat direalokasi untuk mendukung upaya penanganan penyebaran Covid-19," ujar Oman. Osman tak merinci berapa besaran APBN untuk haji. Ia hanya menyebut Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah mendapat jatah anggaran Rp486 miliar tahun ini. Namun jumlah itu termasuk operasional direktorat. Osman memastikan BPIH selain APBN akan disimpan untuk operasional haji tahun berikutnya. Namun, ia menyebut belum ada keputusan terkait penundaan ibadah haji tahun ini. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200413161253

Hal ini juga dilakukan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang berkomitmen untuk tetap memberikan pendanaan kepada siswa penerima LPDP. Hal ini meski dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/2020 tertulis bahwa dana abadi pendidkan bisa dijadikan sumber anggaran untuk penanganan Covid-19. Pengalokasian tambahan dana abadi berupa Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN) sebesar Rp18 triliun untuk tahun 2020 tetap dianggarkan. https://kabar24.bisnis.com/read/20200415/

Terang benderang di depan mata, oligarki bermain di tengan wabah corona. Segelintir orang mengambil keuntungan di tengah kesusahan banyak orang. Dana penanganan corona yang harusnya diberikan langsung pada rakyat. Justru dibajak oleh para oligarki. Mirisnya, pemerintah melegalisasi dengan keberadaan Perpres Nomor 54 Tahun 2020. Sungguh tidak manusiawi, di saat rakyat mendapat fasilitas kesehatan minim dan ancaman kelaparan. Anggaran malah dialihkan untuk segelintir orang. Belum lagi anggaran IKN yang semestinya bisa menjadi realokasi dana terdampak wabah. Ini adalah bukti bahwa rezim berada dalam ketidakadilan dan oligarki tengah berkuasa di negeri ini. 

Sebagian kalangan di negeri ini tak menyadari bahwa berbagai kebijakan yang rusak, lahir di negeri ini, akibat sistem politik demokrasi dan ekonomi kapitalis yang diterapkan. Mereka hanya beranggapan bahwa kerusakan itu disebabkan oleh perilaku orang per orang, tanpa adanya peran sistem. Bahkan ada yang beranggapan bahwa Indonesia belum sepenuhnya menerapkan sistem demokrasi. Sehingga mereka sibuk memperbaiki sistem demokrasi. Faktanya, demokrasi adalah sekedar teori dan praktiknya bisa dimanipulasi, sesuai kehendak penguasa. Jelas ini sebagai bukti sistem demokrasi bukan memenangkan rakyat tapi segelintir elit. 

Hal ini sangat jauh berbeda dengan seharusnya prioritas anggaran menurut Islam. Dalam Islam terdapat suatu konsep yang terwujud dalam bentuk lembaga yang mengatur penerimaan dan pegeluaran negara, dikenal dengan Baitul mal. Salah satu pos pembelanjaan baitul mal adalah pada bagian pemilikan umum untuk membiayai seksi jihad, Biro mashalih daulah/pelayanan publik, seksi penyimpanan harta milik umum dan untuk seksi urusan darurat/bencana alam(Zallum, 2000). Anggaran untuk seksi urusan darurat ini termasuk di dalamnya adalah pembiayaan ketika terjadi wabah bahkan masa resesi. 

Kondisi wabah tentu sangat berpengaruh pada pendapatan rakyat. Apalagi ketika kebijakan karantina harus diambil oleh negara untuk mencegah penyebaran wabah ke wilayah yang lain. Maka menjadi kewajiban negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat di wilayah yang di karantina. Pembelanjaan untuk membiayai kebutuhan rakyat ini diambil dari pos pemilikan umum. Pemasukan baitul mal untuk pos kepemilikan umum ini bersumber dari pengelolaan SDA. 

Melimpahnya SDA seperti hasil hutan, energi, mineral dan hasil tambang akan lebih dari cukup untuk membiayai pembelanjaan tersebut. Pembiayaan untuk kepentingan rakyat sangat diutamakan. Ini dilakukan tidak lain berangkat dari pandangan bahwa keberadaan negara adalah untuk mengurusi kemaslahatan umat. Maka wajib bagi umat Islam mencampakkan sistem demokrasi kapitalis yang bersumber dari aka manusia, dan menerapkan sistem Islam dalam naungan Khilafah yang ketetapannya bersumber dari Ilahi. Wallahua’lam bishowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak