Nyawa Rakyat, Kapitalis Mengabaikan, Islam Muliakan




Oleh : Khaulah Ariska 
Mahasiswi Pendidikan Matematika

Coronavirus disease (Covid 19) masih menjadi persoalan yang mengkhawatirkan negeri ini. Tentu karena orang-orang yang terinfeksi Covid 19  semakin mengalami peningkatan per harinya. 


Indonesia per 27 Mei 2020, yang terkonfirmasi positif  Corona sebanyak 23.851 orang dengan angka kematian 1.473 kasus. Ditambah kebijakan dari penguasa yang semakin hari semakin meresahkan dan menomor-sekiankan nyawa rakyat.  Hal ini tentu menjadi beban tersendiri bagi tenaga medis yang berada dalam barisan terdepan penanganan wabah. Apalagi mereka adalah pihak yang rentan terpapar virus Corona.Tetapi lihatlah berbagai kesulitan yang disuguhkan oleh penguasa untuk membalas kerja keras orang-orang hebat nan mulia ini. 

Mulai dari penguasa yang kerap abai memberi perhatian yang memadai kepada tenaga medis. Sebut saja Alat Pelindung  Diri (APD)  serta fasilitas kesehatan lainnya yang kerap menjadi persoalan karena kekurangan pun ketiadaan. Hal ini tentu berefek pada semakin rentannya tenaga medis terpapar Corona sehingga berpotensi pada bertambahnya tenaga medis yang meregang nyawa saat menangani pasien Covid-19. Apalagi terkait hak tenaga medis yaitu proteksi finansial pun, pemerintah abai atasnya. Sebagian tidak mendapat tunjangan, THR perawat honorer dipotong bahkan ada yang dirumahkan disebabkan Rumah Sakit (RS) daerah kesulitan dana. 


Seperti yang dilansir dari laman merdeka.com, 25 Mei 2020, diberitakan bahwa sejumlah tenaga medis di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet Kemayoran belum mendapatkan insentif keuangan yang dijanjikan oleh pemerintah. Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo sejak 23 Maret lalu mengatakan pemerintah akan memberikan insentif sebesar Rp 5-15 juta tiap bulan untuk dokter dan para tenaga medis yang terlibat dalam penanganan Covid-19. Namun, hingga akhir bulan Mei, insentif tersebut belum diterima.


Lebih mirisnya lagi, di tengah ancaman Covid-19, ratusan tenaga medis dipecat. Padahal tenaga medis adalah orang-orang yang berada di garda terdepan dalam menangani wabah, sehingga gugurnya tenaga medis atau pemecatan akan berdampak pada berkurangnya prajurit di garda terdepan  melawan Covid-19. Lebih parahnya, Covid-19 akan betah berlama-lama di negeri kita. Seperti yang diberitakan pada laman wartakota.tribunnews.com, 21 Mei 2020, pemecatan ratusan tenaga medis tersebut  terjadi di RSUD Ogan Ilir karena melakukan mogok kerja sejak Jumat, 15 Mei 2020 lalu. 


Padahal sudah menjadi rahasia umum, bahwasanya butuh waktu yang lama juga investasi yang tidak sedikit untuk mencetak tenaga kesehatan. Jika tenaga kesehatan semakin banyak yang gugur atau dipecat, tentu akan berpengaruh besar dalam penanganan wabah Covid-19 pun akan berdampak dalam sektor kesehatan lainnya.


 Sudah semestinya hal ini terjadi. Bagaimana tidak? Penguasa di negeri kita tercinta adalah penganut setia sistem kapitalisme. Mereka senantiasa mengeluarkan kebijakan bersumber dari rahim bobrok kapitalisme yang menjunjung tinggi aspek manfaat. Sangat tampak dari sepak terjang tiap kebijakan pemerintah, seperti setia membuka keran lebar-lebar bagi para investor asing bahkan yang berasal dari negara episentrum wabah, padahal wacana tentang keganasan Covid-19 tengah mendunia. Sejak awal, pemerintah telah salah dengan menutup diri dari saran para ahli terkait Covid-19 yang akan menerjang seluruh dunia. Pemerintah abai terhadap saran untuk memberlakukan lockdown total tatkala wabah sudah menerjang Indonesia. 


Dalam upaya penanganan wabah, pemerintah terkesan kikir dalam menyediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan. Pemerintah bahkan dalam kondisi tengah terancam wabah sekalipun, lebih mementingkan perekonomian dibandingkan nyawa rakyat. Penguasa kerap menetapkan kebijakan yang justru menambah beban pun membuat kecewa dan marah tenaga kesehatan, walau mereka karena sudah terikat sumpah setia pekerjaan, tetap berada dalam keikhlasan menjalankan tugasnya. Untuk menghargai kerja keras para tenaga medis saja, penguasa abai, tak memberi hak mereka. Mungkin dinilai akan merugikan perekonomian negara. Astaghfirullah. Penguasa tak konsisten dengan kebijakan yang telah dibuat jika diprediksi sektor ekonomi akan collapse. Begitulah watak penguasa yang dididik kapitalisme. Penguasa senantiasa menekankan tiap kebijakan pada prinsip untung rugi. 

Hal ini tentu berbeda dengan sistem pemerintahan Islam. Dalam sistem Islam, kesehatan merupakan hak rakyat yang wajib dipenuhi negara. Negara wajib membangun rumah sakit guna melayani rakyatnya. Juga membangun sekolah kedokteran dan tenaga kesehatan berikut menyediakan fasilitas kesehatan  secara gratis. Ketika negara ditimpa wabah, penguasa dengan sigap menerapkan lockdown terhadap wilayah terdampak wabah. Sebagaimana yang tampak pada masa Khalifah Umar bin Khaththab. Beliau lantas menutup akses keluar-masuk dari dan ke luar wilayah terdampak wabah agar memutus rantai penyebaran wabah. Semua kebutuhan rakyat yang berada dalam wilayah yang diberlakukan lockdown ditanggung sepenuhnya oleh negara yang diambil dari kas Baitul Mal.


 Dengan adanya lockdown,  tentu membawa angin segar bagi tenaga kesehatan sehingga tak akan kewalahan dalam menangani pasien yang semakin  bertambah dalam jumlah yang besar. Tenaga kesehatan juga tidak akan diresahkan dengan adanya janji pemberian  insentif keuangan karena semua kebutuhan tenaga kesehatan akan  dipenuhi oleh negara, baik ketika ada wabah atau tidak.  Hal ini dikarenakan negara Khilafah senantiasa menjamin kesejahteraan hidup rakyatnya, apalagi tenaga kesehatan. 


Dalam upaya penanganan wabah, negara  wajib menyediakan tenaga kesehatan yang berkualitas berikut segala fasilitas kesehatan seperti APD, masker, hand sanitizer  dalam upaya pemberantasan wabah. Negara Khilafah juga akan membiayai riset untuk menemukan obat dalam hal penanganan wabah. Begitulah penanganan wabah yang lahir dari rahim suci Islam, yang tak hanya menebar janji layaknya kapitalisme. Sistem Khilafah sangat memuliakan nyawa manusia. Hal ini tentu berbeda dengan sistem kapitalisme yang justru mengorbankan nyawa rakyat demi kepentingan ekonomi, walau nyawa tenaga kesehatan sekalipun.

Wallahu a'lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak