Oleh: Siti Maisaroh, S.Pd
Sungguh memprihatinkan, wabah covid-19 telah berdampak pada semua dimensi kehidupan. Walau sebenarnya tiada yang salah dengan wabah, karena itu adalah bagian dari ketetapan Allah untuk menguji manusia.
Tetapi, yang dapat kita evaluasi adalah bagaimana cara kita menghadapi wabah itu. Terkhusus untuk para pemimpin yang diberi amanah untuk mengurusi rakyatnya. Ironinya, semakin hari justru kita semakin menyaksikan, betapa para pemimpin telah menelantarkan rakyatnya.
Dari bantuan kebutuhan untuk rakyat yang carut marut dan tidak merata, naiknya BPJS ditengah derita, bebas liar masuknya TKA asal Cina, minimnya fasilitas rumah sakit untuk merawat pasien covid-19, sampai para tenaga medis yang berjuang di garda terdepan melawan covid-19 yang dipandang ‘sebelah mata’.
Sebagaimana diberitakan bahwa perawat di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianto Saroso, Anitha Supriono, hingga kini belum menerima insentif sebesar Rp 7,5 juta yang dijanjikan pemerintah. Anitha merupakan salah satu perawat yang bertugas di ruang Intensive Care Unit (ICU) menangani pasien-pasien covid-19. Anitha mengaku tak mengetahui apa alasan belum cairnya insentif itu, terlebih mereka yang justru mendapat pemotongan Tunjangan Hari Raya (THR) Idul Fitri. (Tempo, Senin 25/05/2020).
Begitu pula yang dialami oleh sejumlah tenaga medis di rumah sakit Darurat Wisma Atlet Kemayoran belum mendapatkan insentif keuangan yang dijanjikan pemerintah. (Merdeka.com 25/05/2020)
Padahal, para tenaga medis juga manusia biasa, sama seperti kita, butuh makan, sandang dan papan. Mereka juga tentu punya keluarga yang tetap harus terus dinafkahi. Setelah mereka mengorbankan seluruh jiwa dan raganya untuk rakyat dan bangsa ini, tetapi justru pengorbanan beresiko dan tetesan keringat mereka tidak mendapatkan perhatian serius dari para pemimpin.
Sempat menjadi pembicaraan yang viral di media sosial kalau para tenaga medis dengan tagar #Terserah, tidakkah para pemimpin merasakan betapa lelahnya mereka? Perjuangan mereka seakan sia-sia, ketika mereka dan rumah sakit telah kewalahan menangani pasien covid-19 yang kian hari kian meningkat, tetapi justru kebijakan pemerintah terkesan plin-plan dan tidak menunjukan keseriusan.
Dibukanya mal-mal, pasar dan bandara yang sama sekali tidak diberlakukan aturan agar rakyat menjaga jarak. Maka tidak berlebihan nampaknya jika saya katakan bahwa para tenaga medis yang sejatinya adalah pahlawan kemanusiaan justru dijadikan tawanan bahkan tumbal oleh kejamnya system Kapitalisme negeri ini.
Para pemimpin yang dengan bangga menjalankan system Kapitalis telah jelas-jelas menjadikan murah-meriah nyawa rakyat dan tetesan keringat para tenaga medis. Mereka takut rugi untuk menggelontorkan bantuan.
Mereka lebih senang berinvestasi dengan para kapital asing dari pada menolong rakyatnya. Gara-gara rusaknya sistem Kapitalis juga, negeri ini telah jatuh di jurang hutang luar negeri yang teramat dalam. Bahkan mustahil untuk bangkit karena bunganya terus naik. Yang semua itu tidak akan mungkin terjadi jika kita menerapkan aturan Islam yang berasal dari wahyu Allah SWT. “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS. Al Maidah: 50).
Karena dalam Negara yang menerapkan hukum-hukum Allah SWT, tidak akan pernah ditemui ada para tenaga medis atau rakyat yang tidak tersentuh oleh pelayanan dari Negara. Sebagaimana kita tahu, bahwa ketika Islam diterapkan oleh Negara, rakyat akan mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis dengan kelayakan fasilitas rumah sakit yang memadai.
Terlebih untuk para tenaga medis, seluruh kebutuhan mereka pasti dijamin oleh Negara, agar mereka bisa fokus pada profesinya yakni merawat para pasien. Hal ini sangatlah mungkin, karena Negara Islam adalah Negara yang kaya. Pengelolaan sumber daya alam yang benar-benar diolah dan hasilnya untuk kepentingan seluruh rakyat, baik muslim maupun kafir sekalipun.
Tapi lihatlah, akibat kita menerapkan system Kapitalis, hingga negeri ini benar-benar terpuruk dan bangkrut. Dihisab hutang riba, sumber daya alampun telah habis dikuasai oleh asing. Rakyat hanya menjadi penonton yang gigit jari dan penanggung derita atas keserakahan nafsu dunia para pemimpin yang lupa akan amanahnya.
Kerusakan di negeri ini, bahkan dunia adalah karena kita telah jauh meninggalkan aturan sang Pencipta semesta ini. Allah SWT telah menegur kita dengan firmanNya,“Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan oleh karena tangan-tangan manusia.
Supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (QS. Ar-Rum: 41). Waallahu a’lam bishawab.