Oleh: Neng Ipeh*
Mudik dan pulang kampung merupakan dua hal yang berbeda. Pernyataan Presiden Joko Widodo ini tentunya langsung menjadi sorotan warganet. Kata kunci pulang kampung langsung masuk topik terpopuler Twitter di Indonesia pada hari Kamis, 23 April 2020 lalu. (twitter.com/10/05/2020)
Keduanya tampak serupa. Tapi pemerintah punya pemahaman sendiri soal ini. Dalam bahan presentasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana, mudik merupakan kegiatan pulang kampung sementara dan akan kembali ke kota. Pulang kampung adalah kegiatan kembali ke kampung dan tidak akan kembali ke kota. (katadata.co.id/10/05/2020)
Padahal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mudik adalah kata kerja untuk (berlayar, pergi) ke udik (hulu sungai, pedalaman). Sementara arti yang kedua, masih melansir dari kamus yang sama, mudik adalah kata percakapan untuk pulang ke kampung halaman. Lalu, arti pulang kampung adalah kembali ke kampung halaman; mudik. (kbbi.web.id/10/05/2020)
Kebingungan masyarakat Indonesia perihal istilah dan aturan mudik maupun pulang kampung semakin bertambah. Hal itu terjadi setelah Menteri Perhubungan ( Menhub) Budi Karya Sumadi mengeluarkan pernyataan bahwa mudik dan pulang kampung adalah hal yang sama. Budi Karya, yang berhasil sembuh setelah menderita Covid-19, mengeluarkan pernyataan tersebut saat menjawab kritik dari anggota Komisi V Fraksi Partai Kesatuan Bangsa (PKB), Neng Eeem Marhamah Zulfa Hiz.
" Mudik dan pulang kampung itu sama dan sebangun. Jangan membuat itu dikotomi. Jadi enggak ada perbedaan, berulang-ulang di sidang kabinet jangan pulang kampung, jangan mudik. Jadi please, jangan menginterpretasikan satu bahasa dengan bahasa lain sehingga mendasarkan orang bisa pulang," kata Budi dalam rapat kerja virtual bersama Komisi V DPR, Rabu (6/5/2020). (kompas.com/10/05/2020)
Perbedaan pemahaman istilah yang membingungkan diantara kubu pemerintah tersebut tentu menjadi bahan perbincangan warga. Apalagi pemerintah menetapkan aturan larangan mudik untuk mencegah penyebaran virus corona. Sayangnya pemerintah dinilai tidak tegas dalam mengatur larangan mudik karena dalam aturan mudik masih banyak "tapinya".
Saat aturan larangan mudik diberlakukan, polisi melakukan penyekatan di beberapa titik mudik. Belakangan, pemerintah kini membuka kembali transportasi umum untuk keperluan tertentu yang tentu saja rawan disalahgunakan oleh masyarakat yang ingin mudik. Hal ini tentu menjadikan pemerintah dinilai tak konsisten dalam menekan penyebaran virus corona.
Larangan pemerintah memberikan keringanan untuk bisa mudik dengan syarat ini membuktikan pemerintah masih setengah hati menghentikan transportasi umum. Karena adanya kekhawatiran akan dampak ekonomi dari penghentian operasional transportasi umum. Sudah pasti kebijakan baru ini menuai kritik keras dari berbagai komunitas masyarakat.
Kebijakan amburadul seperti ini membuat banyak rakyat yang menjadi korbannya. Padahal pemerintah adalah pemimpin yang seharusnya melindungi warganya sebagaimana yang ada dalam hadits:
إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
”Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)
Semua kekacauan ini adalah akibat diterapkannya sistem sekuler dalam kehidupan. Maka sudah selayaknya kita berusaha untuk menggantikannya dengan sistem Islam yang lebih baik dan membawa berkah bagi kehidupan.
* (Aktivis BMI Community Cirebon
Tags
Opini