Mewujudkan Generasi Berkualitas




Oleh: Parti Wasiyatun, S.Pd*


Sekitar 17 orang, mayoritaspelajar SMA dan mahasiswa digiring ke kantor polrestabes  Palembang setelah kepergok melakukan tindakan mesum di penginapan Palembang (Rabu, 6/5/2020). Razia dilakukan Unit Tipiring Polrestabes Palembang di beberapa lokasi yaitu penginapan Jalan Jenderal Ahmad Yani dan di Jalan Kamboja Ilir Timur I. (Merdeka.com, 8 Mei 2020)


Kasus ini tentu memprihatinkan, mengingat kondisi pandemi covid 19 saat ini. Di mana masyarakat berusaha memutus rantai penyebaran covid dengan stay at home dan sosial distancing, tapi para remaja ini justru melakukan tindakan mesum. Bahkan dilakukan di Bulan Ramadan, bulan suci yang seharusnya digunakan untuk mendekat kepada Allah tapi justru dikotori dengan kemaksiatan.


Kasus di atas hanya salah satu kasus di antara banyaknya kasus kenakalan remaja yang terjadi. Jika hanya satu atau dua kasus, mungkin bisa dikatakan ini kesalahan oknum tertentu. Namun jika kasus kenakalan remaja merebak, maka bukan kesalahan okum semata tapi perlu menilik kepada sisitem pendidikan yang diterapkan.


Pendidikan Kapitalis


Sistem pendidikan kapitalis yang diterapkan telah nyata mengalami kegagalan dalam mencetak generasi berkualitas yaitu generasi yang tidak hanya menguasai iptek, namun juga sholih. Hal ini dapat dilihat dari basis kebijakan pendidikan terkait dua hal pokok yaitu tujuan pendidikan yang terwujud dalam kurikulum dan peran negara dalam memenuhi kebutuhan pendidikan warganya. 


Meski sudah sering berganti kurikulum, namun generasi berkualitas tersebut tak jua terwujud. Apalagi porsi yang diberikan untuk pembelajaran agama di sekolah negeri hanya sekali tatap muka, 2 jam pelajaran. Sebab pada hakikatnya, semua kurikulum yang pernah diterapkan sama saja, sekuler dan liberal. 


Contoh ruh sekulerisme liberalisme kurikulum 13 terdapat dalam kurikulum dasar dan menengah. Adanya materi pacaran sehat dalam penjaskes, sinkretisme, materi kesehatan reproduksi liberal. Output siswa diharapkan terampil sebagai pelaku teknis di lapangan atau sebagai pekerja saja bukan pada tataran konsep atau pengambil kebijakan. Akibatnya potensi intelektual anak negeri tergadaikan.


Peran negara dalam pendidikan terlihat pada tata kelola pelayanan pendidikan pada masyarakat. Aroma liberalisme tercium dari mahalnya biaya pendidikan. Meski pemerintah mencanangkan wajib belajar 12 tahun, namun realitanya tidak semua warga 


dapat mengenyam bangku sekolah dasar tersebut. Pendidikan disamakan dengan bisnis ekonomi. Misalnya dengan menerapkan kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Secara realita, kebijakan ini adalah upaya untuk memobilisasi dana dari masyarakat melalui dewan sekolah. Atau otonomi di Universitas, yang menyebabkan biaya kuliah mahal. 


Sejauh mana optimalisasi peran negara juga dapat dilihat pada fasilitas sekolah. Banyak gedung sekolah tak layak sebagai tempat belajar. Padahal fasilitas sekolah tentu mempengaruhi pembentukan generasi berkualitas. Kualitas guru juga tergantung peran negara. 


Banyak guru honorer yang menerima gaji tak layak, hal ini mengakibatkan para guru tersebut mencari penghasilan lain. Akibatnya tidak bisa all out dalam menjalankan amanahnya sebagai guru.


Pada aspek lain, persoalan muncul dari lemahnya pengawasan pemerintah. Sebagai contoh, adanya teks atau ilustrasi yang tidak pantas untuk anak anak SD pada lembar kerja siswa. Tindakan asusila yang merebak di sekolah, ataupun tindakan tak pantas yang dilakukan siswa terhadap gurunya.

Pendidikan Islam

Sistem pendidikan Islam adalah sistem yang secara keseluruhan terpancar dari ideologi atau akidah Islam. Di mana tujuan pendidikan maupun peran negara disesuaikan dengan tuntunan Islam. Tujuan pendidikan yaitu membentuk kepribadian Islam dan membekali diri dengan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan. 

Kurikulum pendidikan Islam dapat dijabarkan dalam tiga komponen materi pokok: 
(1) pembentukan kepribadian Islam; 
(2) penguasaan tsaqofah Islam; 
(3) dan penguasaan ilmu kehidupan (iptek, keahlian dan keterampilan). 


Penerapan ini tidak lepas dari peran negara dalam tata kelola pelayanannya. Misal penyediaan fasilitas, biaya yang relatif murah bahkan gratis. Dalam hal ini negara tidak membedakan muslim maupun non muslim, mereka mempunyai hak sama memperoleh pendidikan dan fasilitas secara lengkap. 


Sebab dalam Islam, pendidikan adalah kebutuhan pokok warga negara. Negara akan dimintai pertanggungjawaban dalam urusan ini. Rasulullah ﷺ bersabda: 
“Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya (HR Bukhari dan Muslim).


Dalam penerapan pendidikan Islam tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan Islam keseluruhan. Misal untuk pembiayaan dan pengadaan fasilitas pendidikan terkait erat dengan sistem pengelolaan sumber daya alam sehingga mampu membiayai kebutuhan pendidikan tersebut.


Penerapan Pendidikan Islam

Sejarah mencatat, kemajuan dunia  ternyata berasal dari dunia Islam. Sejarawan Barat, Jacques C. Reister, mengakui secara obyektif bahwa selama 500 tahun Islam telah menguasai dunia dengan kekuatannya, ilmu pengetahuan dan peradaban yang tinggi. 


Keberhasilan pendidikan pada masa kekhilafahan, dapat tergambar sebagai berikut:
Pertama, peran negara dalam penyediaan fasilitas atau sarana prasarana pendidikan yang bermutu. Sehingga ilmu pengetahuan dapat berkembang pesat. Negara menjamin sekolah gratis bagi seluruh rakyat dan memberi gaji yang yang yang banyak bagi para guru, sehingga guru bisa 'all out' fokus menjalankan amanahnya. 


Pada masa kekhilafahan Abbasiyah di Baghdad, Khalifah menyediakan hadiah bagi siapa yang bersungguh-sungguh menuntut ilmu. Khalifah Harun Al Rasyid memberi hadiah 1000 dinar (1 dinar =4,25 gram emas) kepada siapa saja yang menghafal Al Qur’an dan tekun menuntut ilmu serta meramaikan majlis-majlis ilmu.


Khalifah Al-Muntashir mendirikan sekolah Islam terbesar di masa itu yaitu madrasah Al Muntashiriyah yang memberikan beasiswa kepada para peserta didik, di sekolah ini juga terdapat pemandian dan rumah sakit dan disiapkan dokter-dokter yang merawat kesehatan peserta didik. 


Adapun pada abad keenam hijriyah, Sultan Nuruddin Muhammad Zanky mendirikan sekolah An Nuriah di Damaskus. Sekolah ini menyediakan perumahan untuk staf pengajar, asrama tempat tinggal siswa, tempat peristirahatan siswa dan pengajar.


Kedua, kurikulum dan peran  negara yang baik mampu mencetak generasi berkualitas. Diantaranya Ibnu Sina, yang dikenal dengan nam Avicena. Karyanya yang terkenal Al Qanun fi Ath thibb menjadi rujukan dalam bidang kedokteran dunia. Imam Syafi’i telah berkarya mencapai 113 kitab tafsir, fiqih, ibadah, adab dan lain lain. Al Kindi, meletakkan dasar-dasar teori relativitas . 


Al Khawarizmi, yang meletakkan dasar cabang matematika modern, dengan kitab monumentalnya Al Maqalahfi Hisab Al Jabr Al Muqobilah. ilmuwan lainnya yaitu Al Haitham yeng meneliti mengenai cahaya dan mengurai adanya gaya gravitasi  bumi sebelum Issac Newton. 


Adapun Jabir Ibnu Hayyan merupakan peletak dasar ilmu kimia modern pada abad ke-18 dengan kitabnya  Al Kimya. Dan masih banyak lagi ilmuwan sholih yang terlahir dari penerapan sistem pendidikan Islam.


Keberhasilan umat Islam memimpin dunia melalui kejayaan pendidikan tersebut menjadi bukti sistem pendidikan Islam adalah sistem sempurna yang akan mampu mewujudkan generasi berkualitas, maka harus ada kesadaran penuh untuk mengganti format pendidikan kini dengan kebijakan pendidikan Islam yang berlandaskan pada ketentuan Allah SWT. Wallahu a’lam bi ash showab.




*( Praktisi pendidikan)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak