Oleh : Rima Septiani
(Aktivis Dakwah Kampus)
Akibat pandemi virus corona yang semakin parah, sejumlah sekolah akhirnya membuat kebijakan dengan meniadakan aktivitas belajar mengajar di sekolah. Kemudian menggantinya dengan proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar ) jarak jauh. Dengan begitu, online learning menjadi salah satu alternatif yang dipilih agar proses belajar mengajar tetap berjalan seperti hari-hari biasa.
Akan tetapi, kebijakan online learning tersebut tidak seluruhnya mendapatkan reaksi positif baik dari orang tua maupun siswanya sendiri. Sejak Maret, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima sejumlah pengaduan baik dari siswa maupun orang tua karena tugas berat dari sekolah selama pemberlakuan belajar online di rumah setelah merebaknya covid-19.
Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim yang mengaku telah menerima berbagai keluhan dari kegiatan belajar di rumah saat mengetahui masih adanya keluhan tidak ada sinyal dan listrik(www.detiknews/2/5/2020)
Kapitalisme Biang Masalah
Melihat karut marut berjalannya proses pembelajaran online di tengah pandemi, seharusnnya menyadarkan kita bahwa pendidikan tak bisa lepas dari kehidupan. Jenjang Pendidikan merupakan wasilah dalam menuntut ilmu bagi rakyat. Penyelesaian masalah pendidikan harus kemudian diberi perhatian serius.
Terkait keluhan dengan banyaknya tugas yang diberikan oleh guru, semua ini perlu dipahami pendidik bahwa tugas adalah kerjaan yang harus dilakukan dengan perasaan senang tanpa ada tekanan. Guru yang cerdas harus mampu memahami hal tersebut. Guru harus selektif dalam memberikan tugas dengan baik, bukan malah membuat cemas para siswa.
Di satu sisi, keluarga juga mengambil peran penting dalam menangani masalah ini. Keluarga adalah pelaksana pendidikan pertama dengan adanya musibah covid 19 yang mewajibkan anak belajar dirumah. Terlepas banyak pihak yang mengeluh dengan tidak terbiasanya proses belajar mengajar online, di sisi lain hal ini menyadarkan kita bahwa proses pendidikan yang pertama dan utama adalah di lingkungan keluarga. Sebagaimana kita ketahuai ibu dikatakan sebagai sekolah pertama bagi anak “Al ummu madrasatun uula”.
Tidak berhenti sampai disitu, negara juga wajib memfasilitasi berjalannya secara lancar proses pembelajaran online tersebut termasuk mencegah terjadinya kendala teknis seperti jaringan atau sinyal. Kemudian, Masalah kuota yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pembelajaran online, harus diberikan oleh masing masing individu siswa, bukan hanya platform-platform pendidikan. Anak bangsa ini merupakan kewajiban yang harus ditanggung negara. Memberikan pelayanan terbaik bagi terlaksanya sistem pendidikan merupakan tugas penting bagi negara dalam menjamin kebutuhan primer rakyatnya, yaitu hak berpendidikan.
Pemerintah yang secara tegas menetapkan belajar di rumah bagi sekolah-sekolah, harusnya juga melihat dampak panjang bagaimana terselenggaranya dengan baik. Pemerintah yang telah mengambil alternatif seperti itu, wajib bertanggung jawab atas kebijakannya.
Jika kita meneliti akar permasalahan pendidikan saat ini, semua tidak terlepas dari penerapan sistem kapitalisme sekularisme di negeri ini. Sistem ini justru menciptakan masalah baru di tengah masalah yang belum tuntas.
Kekeliruan dalam menerapkan sistem pendidikan berimbas pada abnormalnya proses pembelajaran. Masalah-masalah yang terjadi merupakan cabang dari permasalahan sistem. Sekularisme telah mempengaruhi jalannya proses pendidikan di negeri ini. Hegemoni barat tak lepas dari karut marut dunia pendidkan saat ini. .
Parahnya, prestasi dan keberhasilan pendidkan pun hanya diukur dari nilai-nilai akademik. Tanpa memperhatikan terbentuknya keimanan, ketakwaan, akhlak, perilaku, kepribadian, itulah yang dibuktikan selama proses UN. Bukan hanya siswa, namun sampai orang tua bahkan guru dan pihak sekolah melakukan berbagai kecurangan untuk mengejar nilai-nilai akademis.
Akibat dari ketidakpahaman terhadap basis sistem pendidkan dan karakteristik manusia yang hendak dibentuk, maka hal ini berimbas pada program-program pendidikan sebagai sarana trial and error dan menjadikan peserta didik sebagai kelinci percobaan. Tumpukan tugas yang tidak mencerdaskan menjadi buktinya.
Masalah seperti ini membutuhkan solusi solutif. Negara memiliki peran penting dalam mengentaskan masalah yang tentu saja menjadi polemik hingga sekarang ini.
Bercermin Pada Sistem Pendidikan Islam
Paradigma Islam tentang pendidikan merupakan urusan yang wajib dipenuhi oleh seluruh masyarakat. Islam menghargai status guru sebagai pembangun generasi, olehnya itu Islam menempatkan guru sebagai pegawai pemerintahan yang dijamin hidupnya.
Guru sejatinya pendidik dan konsultan bagi setiap anak didiknya. Pekerjaannya yang mulia harusnya dihargai dengan upah yang layak. Negara wajib memberikan upah yang mampu mensejahterkan para pendidik untuk membiayai kehidupan mereka.
Selain gaji yang besar, para pendidik di zaman itu mendapatkan kemudahan untuk mengakses sarana dan prasarana dalam hal meningkatkan kualitas. Negara menyediakan semua sarana dan prasarana secara cuma-cuma dalam menunjang profesionalitas guru menjalankan tugas mulianya.
Dalam sistem Islam, guru juga memberikan kontribusi dalam memajukan ilmu pengetahuan. Di tangan seorang guru lah yang menentukan nasib genarasi akan dibawa ke mana. Olehnya itu keberadaan peranan guru menjadi sangat penting. Bukan hanya sebagai penyampai materi pelajaran tetapi juga sebagai pembimbing dalam memberikan keteladanan (uswah) yang baik. Inilah pandangan guru dalam sistem Islam. Guru harus memiliki kekuatan akhlak yang baik agar menjadi penutun sekaligus profesional.
Pendidikan dalam Islam mampu mencetak generasi-generasi terbaik seperti mujtahid, fuqaha, ahli tafsir, ahli teknik, ahli kedokteran, ahli sains, ahli mekanik yang mereka semua memiliki pengetahuan yang mendalam dan tak tertinggal dengan ketinggian tsaqofah Islam. Keimananlah yang menjadi landasan belajar mereka. Maka tak heran, mereka dikatakan ahli agama yang menguasai ilmu dunia.
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia, olehnya itu negara wajib menjamin pelaksanaannya. Atas dasar ini negara wajib menyempurnakan sektor pendidikannya melalui pendidikan bebas biaya bagi seluruh rakyatnya.
Contoh praktisnya adalah Madrasah al Muntashiriah yang didirikan Khalifah al-Muntahsir Billah di kota Bagdad. Di sekolah ini, setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas).
Untuk mewujudkan semua itu, Islam menetapkan bahwa negara memiliki peran penting bagi pendidikan. Negara wajib menyediakan pendidikan yang baik dan berkualitas secara gratis untuk seluruh rakyatnya. Daulah Islamiyah wajib menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan. Membangun gedung-gedung sekolah, menyiapkan buku-buku pelajaran, laboratorium lengkap untuk keperluan pendidkan dan riset, serta memberikan tunjangan penghidupan yang layak bagi para pengajar maupun kepada pesera didik.
Rasulullah SAW bersabda “ seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya ( HR Al- Bukhari dan Muslim)
Olehnya itu, penerapan Islam secara kaffah oleh negara adalah kewajiban. Terealisasinya pendidikan yang terbaik hanya mampu diwujudkan ketika syariah Islam diterapkan secara kaffah, yakni Khilafah Islamiyyah. Wallahu ‘alam bi ash shawwab.