Mengapa Mereka Saling Mendholimi





Oleh: Tri S, S.Si
(Penulis adalah Pemerhati Perempuan dan Generasi)

Betapa menyedihkan fenomena penolakan dan penggunjingan masyarakat terhadap orang dalam pantauan (ODP), pasien, keluarga, bahkan sampai tenaga medis yang menangani Covid-19 dari masyarakat. Mereka mendapat cap negatif dan dikucilkan bahkan sampai diusir dari rumah kostnya.
Seperti yang dialami dokter dan perawat di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta Timur, yang mendapat perlakuan tak menyenangkan karena tiba-tiba diusir dari kosan yang disewa. Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhilah, membenarkan adanya aduan dan keluh kesah dari paramedis tersebut.
"Iya ada. Ya merekakan sejak Rumah Sakit Persahabatan ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan itu, bukan hanya perawat, ada juga dokter, mahasiswa juga yang di situ, diminta untuk tidak kos di situ lagi," tutur Harif saat dihubungi (Liputan6.com, 25/3/2020). Tidak hanya itu, karena minimnya informasi dan edukasi, ada sebagian masyarakat yang menolak pemakaman jenazah korban Covid-19.

Kisah pilu penolakan jenazah seorang perawat RSUP Kariadi Semarang terjadi di Kabupaten Semarang pada Kamis (9/4). Jenazah perawat perempuan yang positif Virus Corona atau COVID-19 itu ditolak saat akan dimakamkan di samping makam ayahnya di Kecamatan Ungaran Barat (DetikNw.com, 11/04/2020).

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo merasa teriris hatinya tatkala mendengar kabar peristiwa penolakan pemakaman jenazah Covid-19. Penolakan tersebut dilakukan oleh sekelompok warga di daerah Sewakul, Ungaran, Kabupaten Semarang pada Kamis (9/4/2020).

Ganjar mengaku terkejut dengan peristiwa tersebut, terlebih saat mengetahui bahwa jenazah yang ditolak pemakamannya itu adalah seorang perawat yang bertugas di RSUP Kariadi Semarang (Kompas.com, 11/04/2020).
Memang tidak dapat dipungkiri ketakutan akan tertular Covid-19 ini membuat masyarakat hawatir dan panik, bahkan juga ada sebagian yang yang masih meremehkannya. Fenomena ini menunjukkan kurangnya informasi yang diterima masyarakat terkait protokol pemakaman jenazah yang terpapar covid-19.

Guru Besar Psikologi Universitas Gadjah Mada Prof. Koentjoro menilai, penolakan masyarakat karena adanya ketidakpahaman sehingga bertindak berlebihan hingga melebihi batas. Sementara itu, menurut Guru Besar Sosiologi Universitas Gadjah Mada Prof. Dr. Sunyoto Usman, penolakan warga salah satunya karena tidak tersampaikannya informasi secara jelas soal virus corona hingga ke akar rumput sehingga informasi yang beredar menimbulkan rasa takut yang berlebihan di tengah masyarakat.
Untuk diketahui, Protokol pengurusan jenazah pasien Covid-19 sebagai berikut: Pengurusan Jenazah, dilakukan oleh petugas kesehatan pihak rumah sakit yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, kemudian jenazah pasien Covid-19 ditutup dengan kain kafan/bahan dari plastik (tidak dapat tembus air) atau dapat juga jenazah ditutup dengan bahan kayu atau bahan lain yang tidak mudah tercemar.

Setelah jenazah dibungkus maka tidak boleh dibuka lagi, kecuali dalam keadaan mendesak seperti autopsi dan hanya dapat dilakukan oleh petugas, jenazah kemudian disemayamkan tidak lebih dari 4 jam. Penguburan jenazah, lokasi harus berjarak setidaknya 50 meter dari sumber air tanah yang digunakan untuk minum, dan berjarak setidaknya 500 meter dari pemukiman terdekat. Jenazah harus dikubur pada kedalaman 1,5 meter lalu ditutup dengan tanah setinggi 1 meter (kompas.com, 13/4/2020).
Dalam kondisi wabah saat ini peran pemimpin sangatlah dibutuhkan untuk mengurusi, menjaga, melindungi dan mengedukasi rakyat. Namun realita yang ada memperlihatkan kelalaian pemimpin dalam mengurusi rakyatnya.

Semestinya pihak-pihak terkait melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dengan jelas sehingga informasi yang diperoleh tidak setengah-setengah. Namun yang terjadi saat ini masyarakat minim informasi, bahkan tak jarang menerima informasi yang salah atau hoax. Hal ini menunjukkan bahwa Negara lalai dalam memberikan tanggung jawab untuk memenuhi apa yang dibutuhkan rakyatnya, termasuk kebutuhan informasi dan edukasi.
Hal ini karena pandangan sekulerisme kapitalisme. Sekulerisme menjadikan para penguasa tidak merasa memiliki tanggung jawab terhadap rakyat, tidak takut bahwa kelak kepemimpinannya akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat. Kapitalisme membuat para penguasa lebih menyayangkan hilangnya materi ketimbang hilangnya rakyat sendiri.

Dari sinilah kita bisa lihat bagaimana kelalaian negara dalam menangani pandemi ini, sehingga setelah wabah meluas masyarakat belum memiliki pemahaman yang benar apa saja yang mesti dilakukan sehingga rakyat yang menjadi corban virus Covid-19 yang semestinya mendapat simpati, justru mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari masyarakat karena Negara gagal memahamkan rakyat.

Hal ini jelas jauh berbeda dengan Islam, Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna. Islam tidak hanya mengatur urusan ibadah akan tetapi mengatur seluruh urusan manusia. Islam pun mengatur hukum terkait pengurusan jenazah dan hukum memakamkan jenazah adalah fardhu kifayah. Demikian ijma’ para ulama. Bila tidak dilakukan, akibatnya semua orang bakal memikul dosanya.

Begitu pentingnya hal ini, agama kita memberi aturan agar menyegerakan perawatan, pengantaran dan pemakaman jenazah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Segerakanlah (penanganan) jenazah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Manakala ada penolakan jenazah, itu akan berakibat tertundanya pemakaman. Bahkan di suatu wilayah, karena ditolak di mana-mana, jenazah sempat tertahan berahri-hari. Sudah matikah naluri kemanusiaan? Apalagi saling menzalimi terhadap sesama, merupakan hal yang dibenci Allah SWT.
Sebagai seorang muslim kita harus saling kasih mengasihi. Sebagaimana dalam sebuah hadis berikut: Dari Anas ra. bahwasannya Nabi saw. bersabda, "Keimanan seseorang tidak dianggap sempurna, kecuali manakala ia mencintai saudaranya, seperti ia mencintai dirinya sendiri" (Mutaffak Alaih).

Ingat, balasan yang akan didapatkan seseorang, adalah sesuai dengan perbuatan yang ia lakukan. Dalam hal ini maka sangat dibutuhkan peran pemimpin yang mampu mengedukasi rakyatnya. Kepemimpinan tersebut hanya lahir dari sistem sistem Islam, karena hakikat kepemimpinan dalam Islam adalah amanah yang akan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak, maka dalam menjalankan kepemimpinan akan terlihat kepedulian mereka bagaikan pelayan umat yang tunduk pada aturan syariat. Sebagiamana sabda Rasululloh saw " Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka" (HR. Abu Nu'aim)."
Pandangan ini akan membuat pemimpin atau penguasa lebih memprioritaskan kebutuhan rakyat di atas kursi kekuasaannya. Sehingga saat wabah terjadi pemimpin akan bertanggung jawab dengan usaha yang optimal, termasuk menjamin rasa aman dari wabah penyakit yang menyerang dengan memberikan informasi yang akurat dan mengedukasi masyarakat denga benar.
Walhasil hanya dengan kembali kepada Aturan Isalm akan melahirkan pemimpin yang bertanggung jawab dan hanya dengan Islamlah semua permasalahan akan teratasi. Wallahu'alam bi ash Shawwab.






...

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak