Oleh: Hj Padliyati Siregar
Pemerintah memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari Dana Desa melalui Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi, senilai Rp 22,4 triliun. BLT ini ditujukan kepada 12.487.646 kartu keluarga miskin. Kebijakan ini merupakan revisi dari Peraturan Menteri Desa PDTT No 11 tahun 2009 menjadi Permendes PDTT No 6 tahun 2020 tentang perubahan prioritas penggunaan Dana Desa tahun 2020.
awalnya publik terlihat menyambut baik kebijakan pemerintah menetapkan sejumlah bansos, mulai dari bansos sembako hingga bansos tunasi. "Di awal-awal orang dapat pengumunan ini berkomentar di sosial media cukup positif, tapi kemudian keluhan di tingkat daerah cukup banyak terkait pelaksanaannya, sehingga persepsi publik pun turun.
Beberapa kelemahan masih membayangi pelaksanaan program kompensasi kenaikan BBM tersebut. Kelemahan-kelemahan itu antara lain banyak warga miskin yang tidak terdaftar, distribusi Kartu BLT tidak merata, kurangnya koordinasi pemerintah pusat dengan cabang PT Pos Indonesia di daerah, jumlah BLT yang dinilai terlalu kecil, dan konflik sosial akibat program tersebut.
Kelemahan-kelemahan tersebut dipaparkan Tim Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). "Saat ini data (warga miskin) yang dipakai data BPS tahun 2005, " ujar peneliti senior Wijaya Adi di Gedung LIPI, Jakarta (28/5) dalam acara jumpa pers Problema Pengangguran dan Kemiskinan di Tengah Gejolak Harga BBM: Telaah Kritis Kebijakan dan Solusi Alternatif.
Kebijakan ini juga banyak di protes oleh aparat daerah. Apa yang disampaikan Bupati Bolaang Mongondown Timur, Sulawesi Utara, Sehan Salim Landjar. Ia kesal lantaran mekanisme penerimaan Bantuan Langsung Tunai (BLT) menyulitkan, sementara rakyat membutuhkan makanan. Sehan mencontohkan bagaimana Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi sempat melarang penggunaan dana desa untuk membeli sembako. Namun tiba-tiba, Kementerian Dalam Negeri mengharuskan pemerintah daerah menggunakan dana desa untuk penanganan pandemi Covid-19.
Pemberian BLT dari desa, prosedurnya cukup panjang dan berbelit yakni tertib administrasi dan punya rekening bank, syarat utamanya penerima BLT bukan penerima bansos dari kementerian lain, sehingga membuat rakyat miskin banyak yang tidak menerima.
Tentu ini merupakan kondisi buruk yang berpengaruh pada lemahnya kepercayaan publik kepada pemerintah, akibat perlakuan buruknya memenuhi kebutuhan rakyat yang sangat mendesak.
Tentu ini merupakan kondisi buruk yang berpengaruh pada lemahnya kepercayaan publik kepada pemerintah, akibat perlakuan buruknya memenuhi kebutuhan rakyat yang sangat mendesak.
Kepemimpinan di Dalam Islam
Berbeda halnya dengan Islam, yang seluruh kebijakannya berfokus pada kemaslahatan umat. Keberadaan penguasa semata-mata untuk mengurusi kebutuhan umat, tidak memandang apakah dia kaya ataupun miskin, bermanfaat ataukah tidak. Karena setiap individu telah dijamin keberlangsungan jiwanya.
Keselamatan nyawa adalah yang utama, jauh dibandingkan dengan keselamatan ekonomi.
Pemimpin negara merupakan penguasa tertinggi di negara tersebut. Kekuasaan tertinggi ini harus betul-betul dimanfaatkan untuk mencapai kebaikan bersama. Jika kekuasaan ini diselewengkan atau disia-siakan maka akan timbullah berbagai kerusakan. Betapa vitalnya posisi pemimpin negara sampai-sampai Nabi bersabda bahwa baik buruknya umat ditentukan oleh dua golongan : ‘umara (pemimpin) dan ulama.
Negara bertanggung jawab atas kemaslahatan kehidupan rakyatnya, baik dari sisi agama, sosial ekonomi, keamanan dan ketertiban, serta keadilan. Kalau kita mencermati Negara ideal Madinah maka kita akan tercengang, betapa bertanggungjawabnya negara atas rakyatnya. Contohnya ketika keuangan Madinah sudah cukup memadai, Nabi selaku kepala negara menjamin hutang-hutang setiap warganya yang meninggal dunia dengan meninggalkan hutang.
Dengan kepemimpinan Islam, yang atas nama Allah, diberi tanggung jawab oleh syara’ sebagai pengurus dan pelindung umat. Hingga keberadaan negara dan penguasa betul-betul dirasakan sebagaimana orang tua menjaga dan melindungi anaknya.
Penguasa dan negara dalam kepemimpinan Islam, benar-benar aware atas pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya. Tanpa berhitung untung rugi apalagi berpikir mencari untung dari rakyatnya. Hingga sejarah peradaban Islam, kaya dengan kisah menakjubkan tentang ketinggian level kesejahteraannya.
Semua ini sangat mungkin terwujud karena aturan hidup yang diterapkannya, berasal dari Allah yang Maha Pencipta. Yang telah menetapkan bahwa bumi dan kekayaan yang ada di dalamnya adalah milik umat dan wajib dikelola sesuai syariat yang dipastikan akan membawa maslahat.
Kepemimpinan Islam yang ideal seperti ini, tidak hanya terwujud di masa lalu, tapi juga di masa kini dan masa yang akan datang. Karena syariat Islam datang dari Zat Yang Maha sempurna, dan datang sebagai solusi atas problem manusia yang tak lekang oleh masa.
Oleh karena itu, sudah saatnya umat kembali mewujudkan kepemimpinan Islam dan mencampakkan sistem yang ada sekarang. Karena terus berharap sistem ini bisa membawa kebaikan, hanyalah impian kosong di siang bolong.
Bahkan Allah telah memastikan, bahwa berpalingnya manusia dari aturan Allah adalah jaminan akan tetapnya kesempitan bagi kehidupan mereka. Tak hanya di dunia saja, tapi juga hingga akhirat. Allah Swt berfirman, “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thaha: 124)
Wallahu a'lam
Tags
Opini