Oleh: Siti Ruaida
Pengajar Di MTs. P. Antasari Martapura
Sejumlah stigma negatif di labelkan terhadap perawat dan tenaga kesehatan di berbagai daerah, seperti di Jawa Tengah. Ada perawat yang di usir dari kosnya, bahkan keluarga mereka pun ikut dijauhi masyarakat karena khawatir terinfeksi Covid-19, Semakin banyak terjadi bahkan sampai pada Penolakan terhadap pemakaman tenaga kesehatan yang terinfeksi Covid -19 memang memilukan dan mengoyak rasa kemanusiaan. Apalagi kita warga negara Indonesia yang beragama dan memiliki nilai-nilai ketimuran yang selama ini diagung-agungkan.
Ironis memang ketika mereka mengabdikan diri, melawan rasa takutnya demi kemanusian, mengerahkan seluruh potensi dan keahlian mereka dalam merawat pasien Covid-19. Namun ketika mereka terdampak menjadi korban yang terinfeksi, bahkan ketika mereka gugur dalam perjuangan. Masyarakat malah ada yang tega menolak pemakamannya. Kalau sudah demikian dimana rasa terima kasih dan penghargaan atas kerja keras mereka dalam mengatasi pandemi Covid-19.
Masyarakat tidak memahami betapa tenaga kesehatan. Setiap hari mereka berinteraksi dalam jarak dekat dengan pasien positif Corona. Mereka para Tenaga medis tidak bekerja dari rumah, seperti kita. Tapi langsung terjun dan berada di pusat paling memungkinkan untuk terinfeksi. Tidak ada pilihan bagi mereka, karena ini adalah tugas dan bentuk tanggung jawab profesi serta tugas kemanusiaan. Rumah sakit adalah `medan perang’ bagi mereka. Tempat mereka bertaruh nyawa dalam melaksanakan tugasnya. Tenaga kesehatan mulai dari dokter, perawat, analis kesehatan laboratorium, farmasi, cleaning service, petugas administrasi, petugas satuan pengamanan, teknisi, prasarana dan sarana, serta semua profesi terkait yang bekerja di fasilitas-fasilitas kesehatan telah bertaruh nyawa dalam melaksanakan tugasnya, berada di garda terdepan melawan pandemi.
Sungguh ini adalah Pengabdian untuk kita. Bahkan mereka masih sempat mengedukasi kita agar jaga jarak dan stay at home. Biarkan mereka saja yang berjuang melawan Corona. Sementara kita cukup membantu dengan diam di rumah agar mereka tidak semakin kewalahan karena kebandelan sebagian masyarakat yang masih beraktivitas diluar dalam kerumunan dan keramaian.
Meningkatnya jumlah yang terinfeksi akhirnya menyebabkan mereka benar-benar kewalahan dan kelelahan yang luar biasa sehingga membuat tenaga kesehatan bertumbangan. Satu persatu mereka terinfeksi akhirnya sahid dalam tugas. Seperti hari ini tanggal 25 April telah gugur seorang perawat Reno Tri Palupi, AMK yang bertugas di RSUD Pasar Rebo Jakarta Timur. Setidaknya per 12/4/2020 Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Reformasi (FSP FARKES/R) bahkan mencatat, 44 tenaga medis meninggal dunia akibat terinfeksi virus corona. Rinciannya, 32 dokter dan 12 perawat. Karena itu, Ketua Umum FSP FARKES/R Idris Idham mendesak pemerintah untuk lebih memperhatikan keselamatan petugas kesehatan yang menangani pandemi corona. “Caranya, dengan menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) yang memenuhi standar dengan jumlah yang mencukupi,” ujar dia dikutip dari siaran pers, Minggu (12/4/2020 Nusantara)
Kelelahan yang ditambah beban fisik dan psikologis dengan permasalahan minimnya APD memperberat tugas tenaga kesehatan. Dan menjadi faktor yang membuat mereka sangat rentan terinfeksi Covid-19. Berdasarkan data yang diakses Liputan6.com ) jumlah kasus pasien positif virus corona (Covid-19) di Indonesia terus bertambah menjadi 8.211 orang, hingga Jumat (24/4/2020). Data tersebut merupakan data yang diterima pemerintah per Jumat, pukul 12.00 WIB.
Sebagai contoh Jakarta, adalah daerah dengan kasus positif Corona tertinggi membuat dokter dan perawat harus bekerja lebih keras dari biasanya. Dalam sehari, rata-rata mereka harus bertugas 12-15 jam dengan durasi 24 jam nonstop. Disamping APD yang memang tidak boleh dibuka ketika bertugas, hingga mereka sulit untuk makan dan minum bahkan untuk ke kamar kecil dan melaksanakan aktivitas ibadah. Tetapi semua mereka lakoni demi tugas mulia dalam penanggulangan pandemi.
Berbicara tentang wujud kepedulian dan penghargaan negara terhadap tenaga kesehatan sejatinya adalah dengan mengurangi bertambahnya pasien terinfeksi sejak awal, yakni dengan mendengarkan pendapat para pakar epidemiologi untuk melakukan karantina wilayah beserta sejumlah konsekuensinya yaitu menyediakan kebutuhan pangan dan kebutuhan kesehatan masyarakat. Agar masyarakat taat untuk stay at home, karena kebutuhannya sudah dijamin. Serta mengedukasi masyarakat dalam penanganan dan pelayanan secara sistematis dan cepat dalam penanganan Covid-19, juga harus menjadi perhatian dari mulai pencegahan sampai kalau telah tertular. Harus disampaikan secara lugas kepada masyarakat dengan bahasa yang mudah dipahami, agar pandemi tidak semakin meluas sehingga beban tenaga kesehatan pun tidak semakin berat.
Kondisi penanganan pandemi Covid- 19 yang terkesan lamban dan adanya tumpang tindih kebijakan karena adanya berbagai kepentingan lain. Lebih mendahulukan yang tidak urgent seperti kepentingan ekonomi bahkan pindah ibukota yang memerlukan anggaran besar. Hal ini membuat kita mempertanyakan seberapa besar keseriusan negara dalam mengurusi kesehatan masyarakat, kebijakan- kebijakan yang sudah dikeluarkan apakah sudah efektif dan tepat. Semuanya tentu bisa diukur dari berkurang atau bertambahnya angka pengidap dan angka kematian akibat terinfeksi Copid 19, yang menyebabkan persentasinya juga meningkat.
Hal yang mendasar saja semisal kekurangan APD yang terjadi di seluruh fasilitas kesehatan tanah air belum terselesaikan. Padahal APD sangat utama dalam mendukung tugas petugas medis. Sampai hari ini belum ada tanda-tanda bisa diatasi. Bahkan diatasi dengan jas hujan dan ditutupi dengan bantuan swadaya masyarakat yang berinisiatif membantu petugas medis, walaupun sangat beresiko karena kualitas APDnya yang tidak standar. Akhirnya petugas tidak bisa melayani secara sempurna tapi hanya bisa seadanya karena kesederhanaan APD yang ada. Namun anehnya Indonesia diketahui masih bisa melakukan ekspor masker dan APD dalam skala besar hingga bulan Februari 2020 ke China. Sementara bandara-bandara juga tidak ditutup, dan tetap mengizinkan TKA China bebas masuk. Sama artinya membuka pintu masuk bagi Covid-19 untuk menjelajah di Indonesia.
Hal ini tentu menambah kepanikan dalam menghadapi Covid-19. Jadi sudah selayaknya kita kembali kepada sistem kesehatan Islam, yang terbukti telah bekerja dengan prinsip-prinsip yang cemerlang. Sudah seharusnya pelayanan kesehatan berpijak pada akidah Islam. Pelayanan kesehatan mutlak menjadi tanggung jawab negara, termasuk segala kebutuhan finansial bagi tenaga kesehatan beserta fasilitas kesehatannya. Mengapa demikian tidak lain untuk menjauhkan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan dari conflict of interest dengan pihak lain ketika melaksanakan tugas dalam pelayanan kesehatan.
Disisi lain negara harus mengoptimalkan kekuatan politik ekonominya untuk membangun infrastruktur modern fasilitas kesehatan, untuk memudahkan penanganan pandemi yang efektif dan efisien.
Kemudian negara harus menyediakan dana yang memadai untuk mendorong riset dan terobosan baru bagi para pakar kesehatan, sebagai hasil dari sistem pendidikan yang diterapkan oleh negara, khususnya dalam hal koordinasi antar fasilitas kesehatan dalam
rangka memanfaatkan hasil-hasil riset tersebut untuk pelayanan kesehatan negara.
Kebutuhan terhadap berbagai teknologi terkini, utamanya untuk penanganan wabah harus sesegera mungkin dijjwujudkan, seperti PCR dan reagen, hazmat, masker, obat-obatan, dan berbagai alat kesehatan seperti ventilator juga harus segara dipenuhi. Intinya disamping negara memfasilitasi juga menghargai karya anak bangsa, bangga dengan karya mereka dan terus mengoptimalkan mereka dalam berkarya hingga menjadi mandiri tidak tergantung dengan asing. Jadi penerapan politik industri berbasis industri berat dibidang kesehatan wajib dimiliki oleh negara. Seperti industri farmasi dan alat kesehatan. Tidak lain tujuannya untuk menciptakan peradaban yang berkemajuan. Sebagaimana dulu para ilmuwan di dalam Islam telah memperlihatkan kontribusinya di dunia sains yang menjadikan pengembangan keilmuan itu bermanfaat bagi umat, memecahkan masalah umat, dan memudahkan kehidupan. Maka, Covid- 19 ini harus ditaklukkan dengan serius.
Sebagaimana Allah telah menundukkan alam semesta bagi manusia. Allah berfirman:
"Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya." (TQS. al-Jaatsiyah [45]: 12).
Negara juga harus menempatkan tenaga kesehatan pada kedudukan yang mulia ditengah-tengah masyarakat, memenuhi kebutuhan mereka dan memfasilitasi kerja-kerja kesehatan termasuk memberikan perlindungan dalam melaksanakan profesinya. Tenaga kesehatan harus benar-benar memahami posisinya sebagai pelayan masyarakat.
Di samping itu, negara harus memfungsikan diri sebagai pengurus urusan kehidupan masyarakat. Termasuk mengurusi masalah kesehatan rakyat. Ditegaskan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang artinya, “Imam/ Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya” (HR. Muslim dan Ahmad).
Maka pada gilirannya, kehadiran pemimpin visioner yang berkarakter kuat dalam pelaksanaan syariatlah yang mampu mewujudkan kesejahteraan tidak hanya di Indonesia akan tetapi ke seluruh penjuru dunia. Hal ini menjadi kerinduan yang ingin segara diwujudkan.
Wallahu A'lam
Tags
Opini