Masalah ABK, akankah Berakhir?



Oleh: Ayu Susanti, S.Pd


 
Masalah demi masalah terjadi di Indonesia. Belum selesai wabah covid-19 yang membuat resah hampir seluruh dunia termasuk Indonesia, saat ini warga zamrud khatulistiwa ini dikejutkan dengan pemberitaan ABK asal Indonesia yang dilarung ke laut. Hal ini cukup mengagetkan. Bagaimana tidak? Peristiwa tersebut seakan-akan tidak manusiawi. Jenazah manusia yang seharusnya dalam Islam disemayamkan dengan baik, tapi ini dibuang ke laut seperti bukan perlakuan kepada manusia yang seharusnya. 

Hal ini seperti dalam pemberitaan yang beredar, "Pada Desember 2019 dan Maret 2020, pada kapal Long Xin 629 dan Long Xin 604, terjadi kematian 3 awak kapal WNI saat kapal sedang berlayar di Samudera Pasifik." "Kapten kapal menjelaskan bahwa keputusan melarung jenazah karena kematian disebabkan penyakit menular dan hal ini berdasarkan persetujuan awak kapal lainnya," demikian yang tertulis di keterangan berjudul "Perkembangan ABK Indonesia yang saat ini berada di Korsel" dalam poin 3. (kompas.com, 07/05/2020). 

Berita ini pun sempat viral. Video yang dirilis oleh MBC itu diulas oleh YouTuber Jang Hansol di kanalnya, Korea Reomit, pada Rabu waktu setempat (6/5/2020). Dalam video itu, kanal MBC memberikan tajuk "Eksklusif. 18 jam sehari kerja, jika jatuh sakit dan meninggal, dilempar ke laut". (kompas.com, 07/05/2020).

Tentu dengan adanya perstiwa ini membuat kita bertanya-tanya. Sebetulnya bagaimana realita ABK yang bekerja di kapal asing? Sudahkah mendapatkan perlakuan yang layak? Sudahkah mereka mendapatkan hak-hak sebagai pekerja yang dikontrak untuk menyelesaikan pekerjaannya? 
Ketua Umum Serikat Buruh Migran Kabupaten Tegal, Zainudin, mengungkapkan gaji pelaut di kapal ikan asing bervariatif. Untuk kapal ikan China dan Taiwan, gaji yang ditawarkan umumnya minimal 300 dollar AS atau Rp 4,47 juta (kurs Rp 14.900) per bulan. "Kalau untuk kapal Taiwan dan China, gaji ABK rata-rata minimal 300 dollar AS, artinya bisa lebih tinggi tergantung pemilik kapal, bahkan bisa lebih rendah. Sebenarnya gajinya besar jika dibandingkan dengan bekerja di kapal ikan lokal," jelas Zainudin kepada Kompas.com, Sabtu (9/5/2020). 

Kendati begitu, gaji yang diterima ABK WNI sebenarnya lebih besar. Namun dipotong oleh perusahaan penyalur sebagai pengganti biaya keberangkatan oleh perusahaan agen pengiriman. "Karena untuk pekerjaan ABK di kapal ikan asing ini ada brokernya. Jadi gaji dari pemilik kapal itu dipotong di perusahaan agensi negara asal kapal, lalu dipotong lagi di agensi yang rekrut ABK di daerah," ujar Zainudin. (Kompas.com, 09/05/2020). 

Di samping itu, bekerja menjadi ABK cukup beresiko. Sebelumnya, Media Korea Selatan, MBC News, melaporkan praktik eksploitasi ABK asal Indonesia yang bekerja di atas kapal nelayan ikan China. Stasiun televisi tersebut bahkan menyebut kondisi lingkungan kerja para WNI tersebut bak perbudakan. Dalam cuplikan video pemberitaan MBC, sejumlah ABK dengan wajah diburamkan dan suara disamarkan, mengaku harus bekerja hingga 30 jam berdiri atau selama seharian lebih untuk menangkap ikan. Istirahat yang diberikan kepada ABK juga sangat minim. Waktu istirahat hanya diberikan setiap 6 jam sekali, tepatnya saat jam istirahat makan. Salah satu ABK yang dirahasiakan namanya mengungkapkan, para ABK ini hanya menerima gaji sebesar 120 dollar AS per bulannya atau Rp1,8 juta (kurs Rp15.000). Gaji yang diterima ABK tersebut dikatakan berbeda dengan kontrak. (Kompas.com, 09/05/2020).

Dari fakta yang ada, begitulah sistem kapitalisme saat mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Kapitalisme dengan landasannya sekulerisme (pemisahan antara agama dengan kehidupan) menggunakan aturan manusia saat menyelesaikan semua problem kehidupan. Termasuk mengatur urusan rakyat. Masalah ABK ini adalah salah satu masalah diantara masalah lain yang dihadapi rakyat Indonesia. 

Himpitan ekonomi, kebutuhan sehari-hari yang semakin melambung tinggi dan kesulitan lainnya yang dirasakan ternyata memaksa rakyat untuk banting tulang sampai harus rela bekerja apapun demi memenuhi kebutuhan primernya termasuk bekerja menjadi ABK yang bisa jadi mengharuskan kerja berjam-jam dengan gaji yang minim. 
Kapitalisme tidak mampu untuk mengatur politik ekonomi dengan baik sehingga kesejahteraan rakyat tidak akan pernah terwujud termasuk dalam memenuhi semua kebutuhan primer warga negara.   
 
Dengan adanya kasus ABK ini seharusnya membukakan mata kita bahwa kapitalisme memang tidak bisa mengatur urusan rakyat dengan baik termasuk salah satunya bagaimana mengatur hak dan perlakuan pekerja, penyaluran tenaga kerja sampai bagaimana negara menjamin hak-hak para pekerja disamping memang ada kewajiban yang harus ditunaikan oleh para pekerja. 

Berbeda hal nya dengan Islam. Islam adalah aturan hidup yang Allah turunkan untuk mengatur semua aspek kehidupan manusia, termasuk mengatur hak dan kewajiban pekerja yang dikontrak. Islam adalah aturan yang komplit. Semua permasalahan dalam hidup bisa diselesaikan dengan baik oleh Islam. Islam pun mengatur ekonomi negara sehingga kesejahteraan akan bisa dirasakan oleh semua rakyat. Kalau pun rakyat harus bekerja apa saja yang halal, tentu hal-haknya akan diatur dengan baik oleh pemerintah. 

Islam membolehkan seseorang untuk mengontrak tenaga/jasa para pekerja atau buruh yang bekerja untuk dirinya. 

Allah berfirman:
“Apakah mereka membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang menentukan diantara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia serta meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka mempekerjakan sebagian yang lain.” (QS. Az-Zukhruf : 32). 

Untuk mengontrak seorang pekerja harus ditentukan jenis pekerjaanya sekaligus waktu, upah dan tenaganya. Karena itu, tidak boleh menuntut seorang pekerja agar mencurahkan tenaga, kecuali sesuai dengan kapasitasnya yang wajar. 
Selain itu dalam Islam tidak diperbolehkan mengambil sebagian upah dari para pekerja. 

Sebagaimana dalam sabda Rasul saw.
“ Hati-hatilah kalian terhadap qusamah!” Kami bertanya, “Qusamah itu apa?” Beliau menjawab, “Yakni sesuatu yang telah disepakati sebagai bagian diantara manusia, kemudian bagian tadi dikurangi.” (HR. Abu Dawud).
  
Di hadits lain Rasul saw. menyebutkan bahwa kita harus menunaikan hak pekerja yakni salah satunya gaji saat pekerjaannya selesai. Tak boleh ditunda-tunda. 
أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
 “Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah, shahih). 

Begitu rinci aturan Islam dalam mengatur semua tentang ketenagakerjaan. Dimulai dari jenis pekerjaan, penentuan upah, waktu, tenaga pekerja, kontrak kerja dan lain sebagainya. Semua aturan-aturan ini sebetulnya hanya bisa diterapkan saat kita menggunakan Islam sebagai solusi dalam semua permasalahan. 

Masalah ABK tidak akan pernah terjadi jika aturan yang digunakan adalah aturan Islam. Bahkan pemerintah pun akan melindungi hak para pekerja. Tidak hanya itu tapi akan berusaha untuk mengoptimalkan pengurusan ekonomi dalam negeri sehingga rakyat tak usah repot memikirkan harus bekerja ke luar negeri karena kurangnya terpenuhi kebutuhan di dalam negeri. 
Oleh karena itu kita selaku umat Islam harus kembali kepada aturan Allah yang bisa menyelamatkan kita di dunia dan akhirat. 
Wallahu’alam bi-showab.  

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak