Mafia Perbudakan, di Mana Peran Negara?





Oleh Sari Isnawati



Kisah ABK yang jenazahnya dilarung di laut menjadi viral dalam seminggu terakhir ini. Video yang diunggah oleh seorang youtuber asal Korea, Jang Hansol sontak membuat para netizen bereaksi berang setelah melihatnya.
Seperti yang dilansir dari gatra.com (9/5/2020), kasus dugaan praktik eksploitasi anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di kapal ikan China, Long Xin 629 mengakibatkan meninggal dan dilarungnya 4 orang ABK asal Indonesia. Tak hanya itu sebanyak 14 ABK meminta perlindungan hukum saat berlabuh di Busan, Korea Selatan. 

Sayangnya baru setelah viral, baru ada tindakan dari pemerintah. Kementerian Luar Negeri RI meyakinkan pelarungan ABK Indonesia dengan inisial nama A.R. yang meninggal di laut, sudah atas persetujuan keluarga. Kendati begitu, Kementerian Luar Negeri RI tetap meminta penyelidikan lebih lanjut. Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi pada Kamis 7 Mei 2020 menjelaskan pada 26 Maret 2020 A.R sakit dan dipindah ke kapal pencari ikan Tian Yu 8 sudah dalam kondisi kritis. Pada 31 Maret jenazah dilarung ke laut lepas.
“Pihak kapal sudah memberi tahu keluarga dan sudah mendapat persetujuan dari keluarga pada 30 Maret 2020. Keluarga sudah sepakat menerima kompensasi,” kata Retno.

A.R bukan korban meninggal pertama di kapal itu. Sebelumnya pada Desember 2019 ada dua ABK Indonesia lainnya di kapal ikan Long Xin 629 yang juga meninggal di atas laut atau saat kapal sedang berlayar di samudera pasifik. Keputusan pelarungan diambil oleh kapten kapal karena 2 ABK itu diduga menderita penyakit menular dan pelarungannya sudah disetujui awak kapal lainnya. (dunia.tempo.co, 7/5/2020). Dari kejadian tersebut KBRI Beijing sudah melayangkan nota diplomatik meminta klarifikasi soal kasus tersebut.

Pengamat hubungan internasional Universitas Indonesia, Shofwan Al Banna Choiruzzad, dilansir dari kumparan.com (8/5/2020) mengatakan Pemerintah Indonesia harus tegas dalam merespon dugaan perbudakan WNI anak buah kapal (ABK) di kapal nelayan berbendera China. Pemerintah harus menyampaikan tekanan diplomatik agar China menyelidiki dugaan itu secara terbuka dan menyeluruh. Shofwan menyebut hal itu perlu dilakukan karena sampai saat ini China tampak belum berbicara terkait dugaan perbudakan. China dinilai hanya terpaku dengan penjelasan bahwa pihaknya telah menjalankan prosedur yang benar terkait pelarungan tiga jenazah ABK WNI di lautan lepas.

Kasus ABK adalah bagian dari fakta perbudakan modern yang menimpa rakyat karena tidak adanya pembelaan negara terhadap hak-hak warga yang bekerja dengan pihak asing. Bahkan ketika kecaman internasional datang karena sikap tak manusiawi terhadap pekerja, pemerintah Indonesia justru menunjukkan pembelaan terhadap asing. Negara yang seharusnya menjadi pelindung atau perisai rakyat, malah hilang perannya. Berbanding terbalik dengan perlakuan tenaga kerja China yang dibiarkan leluasa masuk ke Indonesia di tengah pandemi melanda, sungguh ironis.

Peran negara sebelumnya, seharusnya sangat penting terkait ketenagakerjaan. Mulai dari perihal kebijakan perekrutan tenaga kerja, seperangkat regulasi dalam persoalan awak kapal yang bekerja pada asing, aturan dan pengawasan ketat terhadap perusahaan atau agen yang melayani pengiriman pekerja ke luar negeri. Demikian pula dalam hal mempersiapkan bekal dasar atau pelatihan bagi para pekerja supaya mereka tidak hanya bermodal nekat dan minim pengalaman, namun mempunyai kompetensi yang memadai sesuai pekerjaan yang dipilihnya.

Faktanya, negara abai dengan tugasnya sebagai pelayan rakyat. Longgarnya perizinan sampai lengahnya aturan sehingga banyak bermunculan pengiriman tenaga kerja illegal yang mengakibatkan marak terjadi tindak kekerasan dan eksploitasi besar-besaran menunujukkan buruknya pembelaan negara kapitalis terhadap rakyat. Terkesan demi mengejar materi dan keuntungan, lagi-lagi tenaga kerja dan buruh kecil dikorbankan.

Berbeda dalam sistem Islam di mana pekerja sangat dihargai dan diberikan hak sesuai dengan apa yang dikerjakannya, bahkan sesegera mungkin menunaikan hak pekerja. Sebagaimana Nabi Saw. bersabda,
“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering” (HR. Ibnu Majah)

Menunda pemberian upah pekerja saja dilarang dalam Islam, apalagi melakukan tindak kekerasan terhadap mereka. Sungguh ini menunjukkan bahwa Islam sangat menjamin keselamatan dan kesejahteraan para pekerja. Masihkah kita berharap pada sistem kapitalis yang rusak ini? Hanya dengan sistem Islam segala masalah umat terselesaikan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak