Kuliah Online, Beratnya Kebutuhan Kuota Internet



Oleh: Neng Ipeh* 

Adanya wabah virus corona di tahun 2019 (Covid-19) ini membawa dampak yang cukup serius bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Dampak yang serius juga dirasakan pada sektor pendidikan. Merujuk pada keputusan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) maka kegiatan belajar mengajar pun kini dilakukan secara daring dalam rangka pencegahan penyebaran virus corona. Hal ini berlaku untuk jenjang sekolah maupun kuliah. (kemendikbud.go.id/12/05/2020)

Kuliah online atau biasa disebut juga dengan kuliah daring adalah kuliah yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, dalam hal ini internet, dalam proses pembelajarannya. Kuliah online dilakukan tanpa tatap muka secara langsung, mahasiswa juga tidak perlu datang ke kampus untuk menghadiri kuliah. Dosen dapat melaksanakan pembelajaran melalui aplikasi yang cukup mudah diakses, seperti video conference, sosial media, e-mail, dan lain-lain.

Pada kenyataannya, kebijakan kuliah online mendapat pro dan kontra dari berbagai kalangan masyarakat. Salah satu sosiolog, Tya Pamungkas, berpendapat bahwa kebijakan kuliah online yang bertujuan menekan penyebaran virus corona dinilai kurang efektif diterapkan di Indonesia. Dia mengatakan, kuliah online justru membuat mahasiswa terbebani terutama mahasiswa yang akses internetnya terbatas.

"Meskipun salah satu provider misalnya memberi diskon paket data tapi tetap enggak efektif, mahasiswa tetap cari akses wifi gratis," ujar Tya. (tirto.id/12/05/2020)

Memasuki era digital seperti sekarang ini, teknologi sangat membantu untuk keperluan pendidikan. Terlebih, adanya ketersediaan internet dalam bidang teknologi yang sangat membantu proses kegiatan belajar dan mengajar. Kemudahan seperti ini bisa dirasakan oleh para pelaku di bidang pendidikan, seperti dosen dan mahasiswa. Dosen dan mahasiswa tentunya sangat memanfaatkan keberadaan internet dalam bidang teknologi dan informasi. Selain untuk keperluan mencari referensi, ternyata juga sangat bermanfaat untuk keperluan akademik mereka, seperti proses belajar mengajar, ujian, serta rekapitulasi absen dan nilai.

Sayangnya penerapan kuliah online oleh perguruan tinggi tidaklah seefektif sesuai dengan apa yang di harapkan  di tengah perkembangan teknologi sekarang ini. Sebab tidak semua mahasiswa ataupun dosen dapat memahami perkembangan teknologi dengan segala macam kemudahannya dengan baik.  Berbagai macam kendala yang di hadapi tentunya juga tidak terlepas dari situasi wabah saat ini.

Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Whisnu Triwibowo menilai perkuliahan online yang dipaksakan saat ini berpotensi memicu ketimpangan sosial yang berdampak pada kualitas pembelajaran mahasiswa karena adanya kesenjangan akses teknologi, informasi dan komunikasi (TIK) antarkelompok mahasiswa kelas atas dan menengah ke bawah. Menurutnya, pemerintah semestinya mempertimbangkan tiga aspek vital untuk menjamin keberlangsungan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Tiga aspek vital tersebut adalah:

1. Ketersediaan infrastruktur digital

Indonesia saat ini belum menyediakan infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), prasyarat utama untuk pembelajaran jarak jauh, yang memadai dan meluas untuk seluruh warganya. Hampir semua operator telepon selular di Indonesia memang sudah menawarkan sambungan 4G LTE, tapi kualitas sambungan yang tidak selalu stabil masih menjadi kendala besar. Sekalipun terdapat akses internet cepat, sayangnya tidak semua penduduk bisa membeli akses tersebut. 

2. Keterampilan digital: problem peserta didik dan pengajar

Keterampilan digital menjadi faktor penting lainnya untuk memahami kesenjangan digital. Kompetensi dan literasi dalam menggunakan komputer dan berselancar di dunia maya menjadi keterampilan dasar yang dibutuhkan. Kesenjangan generasi yang berkorelasi dengan keterampilan digital bisa termanifestasi dalam PJJ, ketika guru atau dosen yang gagap teknologi tidak akan mampu mengelola pembelajaran. Generasi milenial dianggap lebih adaptif dan terampil menggunakan teknologi digital ketimbang generasi orang tuanya. Peserta didik yang berasal dari kalangan kurang mampu sangat mungkin tidak memiliki komputer atau sambungan internet, sehingga mengalami keterbatasan akses fisik dan material teknologi digital. Walaupun mereka berasal dari generasi digital native, keterampilan digital mereka akan lebih rendah dibandingkan siswa dari keluarga yang lebih berada.

3. Karakteristik teknologi: kegamangan dalam pengadopsian teknologi

Ketersediaan beragam aplikasi yang dapat digunakan dalam PJJ, seperti WhatsApp, Google Meet, Zoom, dan Line telah menimbulkan tantangan baru. Setiap aplikasi mempunyai karakteristik khusus yang akan mempengaruhi interaksi antara mahasiswa dan dosen. Kekhawatiran utama adalah dampak dari aplikasi tersebut terhadap kualitas hasil pembelajaran. Perubahan metode tatap muka di kelas menjadi termediasi via layar laptop membutuhkan adaptasi dan perubahan, terutama dari sisi penyiapan materi dan interaksi dalam ruang maya. Pengajar yang tidak memiliki keterampilan digital dan pengetahuan atas karakteristik teknologi yang memadai akan terhambat sehingga tidak bisa mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Tantangan ini juga dialami oleh peserta didik yang belum terbiasa dengan ragam aplikasi pembelajaran yang akan digunakan. Keterbatasan sumber daya ekonomi menciptakan kesenjangan digital di kalangan milenial, terutama terkait penggunaan ragam aplikasi. Siswa yang memiliki kemampuan finansial lebih bisa bereksplorasi dengan internet dan aplikasinya sehingga sudah terbiasa dan bisa cepat beradaptasi. Sedangkan siswa yang memiliki keterbatasan ekonomi, akan tertinggal. (theconversation.com/12/05/2020)

Kita Butuh Kepemimpinan Khilafah

Pendidikan tinggi dalam pandangan Islam merupakan puncak pencapaian penanaman dan penjagaan tsaqafah Islam, di samping puncak pencapaian penguasaan sain dan teknologi terkini. Karenannya, arah dan tujuan pendidikan tinggi merupakan arah dan penentu tujuan pendidikan secara keseluruhan. Di samping itu, pendidikan tinggi memiliki fungsi vital dan mulia yang harus diwujudkan. Semua ini, erat kaitannya dengan sekumpulan paradigma Islam tentang pendidikan tinggi, khusunya tentang ilmu, manusia dan fungsi negara.

Di antara fungsi terpenting pendidikan tinggi adalah bertujuan memperkuat kepribadian Islam para mahasiswa sehingga mereka menjadi para pemimpin, penjaga dan pelayan berbagai persoalan umat. Seperti, memastikan pelaksanaan Islam sebagai way of life, mengoreksi kepemimpinan, mengemban dakwah, dan menghadapi ancaman-ancaman yang membahayakan eksistensi dan persatuan umat. Pemanfaatan teknologi digital, internet, kecerdasan buatan, dan semua kemajuan teknologi akan digunakan semaksimal mungkin karena perguruan tinggi juga berfungsi untuk menghasilkan secara memadai para dokter, insinyur, guru, perawat dan berbagai profesi lain untuk mengurusi urusan umat termasuk para pakar penyusun program jangka pendek dan jangka panjang. Sehingga negara dapat mandiri dalam mengelola urusan dalam dan luar negerinya. 

Di bawah kepemimpinan Khilafah, setiap individu publik dapat mengakses pendidikan tinggi berkualitas terbaik secara mudah dengan biaya murah bahkan cuma-cuma. Di bawah kepemimpinan Khilafah pendidikan tinggi dan riset di negeri ini beserta negeri-negeri Muslim lainnya akan menjadi mercusuar yang mencerdaskan dan menyejahterakan dunia, mengungguli pendidikan tinggi dan riset negara-negara kafir di barat dan di timur dalam segala aspek. Sementara para insan akademik benar-benar berada dalam kemuliaan yang Allah janjikan.


* (Aktivis BMI Community Cirebon)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak