KRITIK DAN NASEHAT ADALAH BAGIAN DARI SYARI'AT



Oleh : Ummu Aqeela

Pemimpin adalah seorang yang mengemban tugas dan bertanggung jawab penuh untuk membawa serta mengayomi orang yang dipimpinnya. Pemimpin negara adalah seorang yang harus siap meriayah rakyatnya, bukan hanya memimpinnya saja namun juga ikut ambil bagian dalam tindakan mensejahterakan rakyat yang dipimpinnya. Dalam kamus bahasa asing Pemimpin disebut dengan leader, seorang leader haruslah memiliki superioritas tertentu dalam kekuasaan, sehingga dia haruslah orang yang memiliki kewibawaan dan ketegasan dalam membuat kebijakan yang tentunya kebijakan tersebut haruslah menimang rakyat sebagai tanggung jawab terbesarnya.

Seorang pemimpin haruslah mempunyai karakter yang paling penting, yaitu karakter bersedia menerima nasehat dalam bentuk kritikan. Sangat berbahaya jika seorang pemimpin itu anti nasehat atau anti dikritik. Karena kritik dalam bentuk nasehat adalah bagian terpenting dalam pengoreksian dan pertimbangan dalam setiap kebijakan yang akan dilakukannya. Adakah kasus yang menunjukan tentang ke-Anti kritikan pemerintah? Tentu saja jika disebutkan akan banyak sekali contoh yang ada dan terpampang nyata.

Salah satu yang sedang hangat menjadi perbincangan adalah kasus antara Said Didu dan Luhut Pandjaitan. Mantan sekretaris BUMN Said Didu dipanggil untuk diperiksa oleh Bareskrim Polri terkait laporan pencemaran nama baik. Mengenai pencemaran yang dilaporkan mengenai sangkut pautnya dengan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi yaitu Luhut Binsar Pandjaitan. Laporan yang diwakilkan oleh Arif selaku kuasa hukum Luhut Binsar Pandjaitan terhadap Said Didu terkait dugaan tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik yang tertuang dalam Undang-undang No 11 tahum 2008 tentang penyebaran berita bohong dan penghinaan. Laporan ini didasari unggahan akun Youtube Said Didu berjudul MSD : Luhut hanya pikirkan uang, uang, uang, yang berdurasi 22,44 menit. Arif menyebut pernyataan Said Didu tersebut berulang-ulang dan beredar di media sosial. ( Sumber: detikNews, Jumat 01 Mei 2020 )

Sungguh sangat disayangkan langkah hukum yang diambil dari kejadian diatas, karena dengan adanya langkah tersebut semakin membuktikan bahwa pemerintahan saat ini adalah pemerintahan yang anti kritik. Tentu saja sikap pemerintah ini mempunyai tujuan, apalagi jika bukan membungkam semua suara yang akan menjegal kebijakannya dalam melenggangkan kepentingan yang sudah pasti bukan rakyat kecil yang menjadi targetnya. Pemerintah sendiri seolah lupa dan tutup mata, bahwa bukankah kekuasaan memang harus dikontrol supaya tidak menjelma menjadi semena-mena karena sangat rentan terhadap godaan yang menjerumuskan dalam aksi jahat mendzolimi rakyat dan negaranya. Kritikan dan Nasehat sangat dibutuhkan untuk itu, sebagai bagian dari sikap peduli bukan benci.

Kritikan adalah sesuatu yang lumrah dilakukan sesorang kepada orang lain, apalagi jika orang yang dikritik tersebut adalah penguasa, yang bertugas menjalankan amanahnya sebagai seorang pemimpin karena tanggung jawab seorang pemimpin itu berat perhitungan di yaumil hisab ketika dia salah dalam memimpin.

Sahabat Rasulullah Abu Bakar Ash Shidiq setelah beliau diangkat menjadi khalifah( Pemimpin) umat Muslim, beliau berpidato di hadapan rakyatnya.
“Saudara-saudara, aku telah diangkat menjadi pemimpin bukanlah karena aku yang terbaik di antara kalian semuanya, untuk itu jika aku berbuat baik bantulah aku dan jika aku berbuat salah luruskanlah aku. Sifat jujur itu adalah amanah, sedangkan kebohongan itu adalah pengkhianatan. ‘Orang lemah’ di antara kalian aku pandang kuat posisinya di sisiku dan aku akan melindungi hak-haknya. ‘Orang kuat’ di antara kalian aku pandang lemah posisinya di sisiku dan aku akan mengambil hak-hak mereka yang mereka peroleh dengan jalan yang jahat untuk aku kembalikan kepada yang berhak menerimanya. Janganlah di antara kalian meninggalkan jihad, sebab kaum yang meninggalkan jihad akan ditimpakan kehinaan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Patuhlah kalian kepadaku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Jika aku durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya maka tidak ada kewajiban bagi kalian untuk mematuhiku. Kini marilah kita menunaikan Shalat semoga Allah Subhanahu Wata’ala melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita semua.”
Dalam pidato tersebut, sebelum menasihati rakyatnya, ia terlebih dulu meminta nasihat rakyatnya. Padahal beliau adalah kekasih Rasulullah dan sahabat baiknya yang tentunya ketakwaannya kepada Allah dan pemahamannya terhadap wahyu bisa dikatakan terbaik dibanding rakyatnya.

Khalifah kedua, Umar bin Khattab juga memiliki banyak keutamaan, bahkan ada banyak ayat yang turun karena perkataannya. Namun begitu, ia bahkan menerima kritikan seorang wanita yang disampaikan di depan umum ketika beliau menetapkan batasan mahar bagi kaum wanita. Beliau berkata, “Wanita ini benar dan Umar salah,” setelah mendengarkan argumentasi kuat si Muslimah tadi yang membacakan surah An-Nisa’ ayat 20 untuk mengkritik kebijakan Umar.

Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, beliau menggagalkan hukuman rajam bagi seorang wanita yang melahirkan dengan usia kehamilan enam bulan dan menolak tuduhan zina. Hal itu beliau lakukan pasca mendapat nasihat dari Ali bin Abi Thalib yang berdalil dengan Al-Quran Surah Al-Ahqaf ayat 15 dan Al-Baqarah ayat 233. Pada ayat pertama disebutkan bahwa masa perempuan mengandung dan menyusui bayinya adalah 30 bulan. Sementara ayat kedua hanya menjelaskan tentang waktu menyusui saja, yakni dua tahun atau 24 bulan.
Dengan dua ayat di atas, Ali bin Abi Thalib menyimpulkan bahwa usia minimal kandungan hingga melahirkan adalah enam bulan. Khalifah ketiga yang terkenal dermawan itupun tak segan untuk mengambil pendapat rakyatnya dan mengubah pendapat pribadinya.

Rasulullah Saw bahkan menyatakan dengan spesifik kewajiban serta keutamaan melakukan muhasabah (koreksi) kepada penguasa. Al-Thariq menuturkan sebuah riwayat: “Ada seorang laki-laki mendatangi Rasulullah Saw, seraya bertanya, “Jihad apa yang paling utama.” Rasulullah Saw menjawab,’ Kalimat haq (kebenaran) yang disampaikan kepada penguasa yang lalim.“ [HR. Imam Ahmad]


Menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa merupakan bagian dari amar ma’ruf dan nahi munkar. Dalam Islam, Ia termasuk salah satu kewajiban seorang mukmin dalam meluruskan kebijakan para penguasa. Terlebih ketika para penguasa semakin kerap melakukan kezaliman terhadap rakyatnya. Bersuara lantang menyampaikan kebenaran di hadapan pengusa zalim termasuk bentuk jihad fi sabilillah. Bahkan oleh Nabi SAW, amalan ini dikategorikan sebagai jihad yang paling utama di dalam Islam.

Wallahu’alam bishowab



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak