Oleh: Liza Pratiwi
Bukan hal yang pertama, dan tidak asing di telinga kita kriminalitas kian marak. Apalagi virus yang telah menyebar di Indonesia kian pesat. Ditambah lagi penerapan PSBB ataupun karantina wilayah yang berdampak pada semua kalangan. Mulai dari pengusaha sampai dengan masyarakat kelas menengah kebawah.
Dikutip dalam (www.m.detik.com), sejauh ini Indonesia memang belum terjadi badai PHK secara besar-besaran. Akan tetapi, menurut Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho, bila tak segera ditanggulangi, puncak gelombang PHK di Indonesia bakal mulai terasa akhir kuartal II-2020 mendatang.
Menurut Andry, gelombang PHK berbahaya bagi kelompok masyarakat hampir miskin. Kelompok masyarakat ini terancam jatuh miskin bila tak mendapat pertolongan dari pemerintah. Apabila gelombang PHK sampai sempat terjadi di Indonesia dan dibiarkan begitu saja, bukan tidak mungkin angka kriminalitas bakal melonjak di masa-masa tersebut. Bukankah itu hal yang wajar jika terjadi pelonjakan angka kriminalitas? Kenapa? Hal itu diperparah jumlah Napi (Narapidana) yang dibebaskan kembali berulah seperti dikutip dari www.kumparan.com. MENKUMHAM Yasonna H Laoly sempat menerbitkan kebijakan untuk membebaskan 39 ribu napi untuk mencegah penularan virus Corona di lapas. Lapas menjadi salah satu lokasi 'strategis' penularan Corona, apalagi dengan kapasitasnya yang melebihi batas.
Dalam kebijakan itu, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh narapidana agar bisa keluar dari lapas. Mulai dari masa tahanan yang sudah berjalan dua pertiga hingga tidak terkait dengan PP 99 tahun 2012. Namun, keputusan tersebut menuai polemik di tengah masyarakat. Sejumlah napi justru kembali berulah setelah keluar dari penjara melalui program ini. Belum lagi kebijakan yang timpang tindih, sehingga masyarakat menengah ke bawah yang mengandalkan upah harian harus berpikir panjang bagaimana menghidupi keluarga apalagi di tengah wabah Covid-19 ini. Ditambah lagi peran dari negara pun kurang merata untuk masyarakat dalam menghadapi himpitan ekonomi yang kian lama kian anjlok. Bagaimana tidak, jalan pintas yang terpikirkan oleh mereka ialah perbuatan kriminal. Cara dapat uang gampang, tidak perlu bersusah payah.
Dalam sistem kapitalisme, kriminalitas bukanlah sesuatu kejadian yang langka terjadi apalagi di saat wabah Covid-19. Sebelum Covid-19 pun kriminalitas setiap harinya terjadi. Berita-berita di televisi dan sosial media amat banyak berseliweran. Hal itu terjadi karena dua hal. Pertama, kurangnya keimanan dan rasa takut individu tersebut kepada Allah. Keimanan akan hal rezeki misalnya. Bahwa rezeki itu dari Allah dan rasa takut untuk berbuat maksiat bahwa Allah akan mencatat setiap perbuatan maksiat sekecil apapun yang dia lakukan.
Kedua, tidak adanya penerapan Islam secara kafah dari negara. Baik itu penerapan dari uqubat ataupun sanksi. Yang mana penerapan itu ketika diterapkan bisa berpengaruh kepada setiap individu tersebut. Yaitu sebagai jawabir (penebus siksa akhirat) dan jawazir (pencegah terjadinya tindak kriminal yang baru terulang kembali).
Di samping itu, kriminalitas terjadi rata-rata disebabkan kebutuhan hidup yang kian menghimpit, pemasukkan tidak ada sedangkan pengeluaran kian banyak. Sedangkan bantuan yang diberikan oleh pemerintan amatlah minim. Dalam Islam, sumber pemasukan negara jelas yaitu pertama dari pos fa'i dan kharaj. Yang merupakan kepemilikan negara seperti ghanimah, khumuus (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan dharibah (pajak). Pos kedua yaitu kepemilikan umum seperti tambang minyak, gas, hasil hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan).
Jadi, akar masalahnya bukanlah wabah Covid-19. Covid-19 adalah qadha dari Allah yang seharusnya sikap mukmin bersabar dan berikhtiar mencegahnya, seperti yang telah Rasulullah contohkan pada saat wabah tha'un. Tetapi kriminalitas itu terjadi karena penerapan sistem kapitalisme yang diterapkan oleh negara dan tidak diterapkan aturan Islam secara kafah dalam kehidupan.
Maka tugas kita sebagai seorang muslim ialah kembali pada seruan Allah untuk menerapkan Islam secara kafah dengan cara amar ma'ruf nahi munkar. Seperti yang Rasulullah contohkan 13 Abad yang lalu.
Wallahu a'lam bis shawab.
Tags
Opini