Kisruh Bantuan Sosial Saat Pandemi





Oleh: Neng Ipeh *



Di tengah wabah corona virus 19 (Covid-19) seperti sekarang, bantuan sosial dari pemerintah bisa menjadi penyambung napas jutaan orang yang terkena dampak. Sayangnya, pengelolaan data yang buruk selama bertahun-tahun membuat program jaring pengaman sosial yang diluncurkan Presiden Joko Widodo compang-camping di lapangan. 

Dalam waktu satu bulan terakhir, kisruh dan perbincangan tentang bantuan pemerintah begitu sangat hangat. Setiap hari, selalu saja ada riak yang muncul. Tentang pendistribusian. Jumlah diterima, data yang tidak valid, maupun soal keterlambatan. Hampir semua daerah di Indonesia, tak luput dari kemelut beragam bantuan yang disiapkan pemerintah. Mulai bantuan sosial, bantuan langsung tunai, Program Keluarga Harapan (PKH), serta sejumlah jenis bantuan lainnya yang dialokasikan dari hasil recofusing anggaran. PKH merupakan program bantuan reguler pemerintah pusat bagi keluarga miskin. Besarannya bervariasi tergantung parameter beban keluarga yang sudah ditetapkan Kementerian Sosial.

Bagi Robertus Endi Jaweng, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, kisruh bantuan di masa pandemi berpangkal pada masalah klasik: kebijakan yang tumpang tindih di tingkat pusat. Tidak sinkronnya aturan pusat, sering dikeluhkan kepala daerah. Di lapangan, kondisi demikian bisa membuat daerah gelagapan. Terlebih, di masa pandemi yang butuh penanganan segera. Dalam kasus seperti itu, adakalanya kepala daerah akan bermain aman. Mereka memilih menahan dana dan stok logistik yang dimiliki daerah. Sebab, kepala daerah dihadapkan pada pilihan dilematis antara ancaman hukum dan kebutuhan masyarakat.

“Kalau menahan dana, aman buat mereka, tapi enggak aman di depan masyarakat. Tapi kalau dibelanjakan, aman di depan masyarakat tapi belum tentu aman secara hukum,” papar Robert. (kumparan.com/11/05/2020)

Ketidakjelasan tersebut sebenarnya bisa menjadi ‘bom waktu’ jika penanganannya dibiarkan berlarut-larut. Hal ini tentu membuat ketidakpercayaan sebagian warga negara terhadap aparat pemerintahan semakin meningkat seiring dengan berbagai macam kebijakan yang tumpang tindih dan seringkali berubah-ubah. Hubungan antar warga pun akhirnya terkoyak dan saling mencurigai. Bahkan kini tanda-tanda kemarahan warga sudah terlihat dibeberapa daerah.

Boleh jadi salah satu penyebab utamanya, karena data yang digunakan sebagian pemerintah daerah tidak akurat. Data lama yang tidak diperbaharui ditambah dengan data yang acuannya bukan sesuai syarat, tapi pertimbangan orang dekat atau ada faktor kepentingan politik. Tidak menutup kemungkinan, ada juga yang sebatas asal-asalan menggugurkan tanggungjawabnya bila ada pembaharuan data. Fakta ini terjadi dibeberapa daerah. Sebab jika pendataannya akurat, pasti tak ada lagi orang yang sudah meninggal dimasukkan dalam daftar penerima bantuan. Maka di sinilah kita butuhkan ketegasan pemimpin di setiap tingkatan yang mampu mengendalikan bawahannya dan tak membiarkannya berjalan sendiri-sendiri. 

Islam telah menggariskan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar rakyat adalah kewajiban pemerintah untuk menjaminnya. Dalam persoalan pangan, jaminan negara adalah berupa pemastian bahwa setiap individu rakyat mampu memenuhi kebutuhan pangan tersebut secara layak.

Dalam Islam, bantuan sosial di masa pandemi adalah kewajiban utama bagi negara untuk memenuhinya. Negara tak akan mempersulit mekanisme penerimaannya. Negara juga melakukan pendataan yang rinci. Dari tingkat desa hingga provinsi. Agar bantuan tepat sasaran dan tidak disalahgunakan. Mekanisme langsung diberikan melalui pemberian bantuan kepada kelompok masyarakat yang faktanya kesulitan mendapat bahan pangan karena tidak ada penghasilan atau tidak cukup dana (fakir miskin) atau juga harga sedang tidak stabilnya harga akibat pasokan kurang tanpa mekanisme berbelit. Semua diperlakukan sebagai warga negara yang berhak mendapatkan haknya dari negara, tanpa direndahkan dan disengsarakan

Berbagai fakta membuktikan bahwa rezim neoliberal saat ini yang menggunakan sistem sekuler sebagai asas hidupnya tak becus dalam mengurus negara. Bukankah sudah waktunya negeri ini berbenah? Mari kita berjuang agar negeri ini bisa berjalan ke arah yang lebih baik dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah yang membawa berkah bagi alam semesta.



*(Aktivis BMI Community Cirebon)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak