(Oleh : Rantika Nur Asyifa)
Kasus kelaparan di Indonesia sudah lama menjadi polemik yang belum sepenuhnya terhapus. Apalagi saat ini, tingkat kelaparan semakin meningkat seiring berjalannya waktu, ditengah wabah covid - 19. Bantuan yang seharusnya segera diberikan, malah tersendat hanya karena menunggu tas bantuan yang bertuliskan " Bantuan Presiden RI Bersama Lawan Covid-19 ".
Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara mengakui penyaluran bantuan sosial (bansos) berupa paket sembako untuk warga terdampak virus Corona (Covid-19) sempat tersendat. Hal itu dikarenakan harus menunggu tas pembungkus untuk mengemas paket sembako.
"Awalnya iya (sempat tersendat) karena ternyata pemasok-pemasok sebelumnya kesulitan bahan baku yang harus import," Jelasnya kepada wartawan, (merdeka.com, 29/04/2020).
Karena keterlambatan bantuan akibat tas bantuan itulah yang menjadi salah satu faktor meningkatnya kasus kelaparan yang terjadi di Indonesia saat ini, karena bantuan tak kunjung datang. Pemerintah dianggap tak peka terhadap keadaan yang dirasakan oleh rakyat dan malah mempolitisasi bantuan sosial ini.
Ketidakpekaan pemerintah semakin memperjelas politisasi bansos. Tak hanya tas bantuan Presiden RI, sebelumnya juga ada foto Bupati Klaten Sri Mulyani yang menempel di paket bantuan sosial (bansos) penanganan virus corona (Covid-19).
Pemerintah terlambat menangani kelaparan yang saat ini melanda negeri akibat wabah covid - 19. Di Seram Bagian Timur, Maluku, Sebanyak empat belas orang mahasiswa ditangkap petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di tengah Pembatasan Sosial Berskala Regional (PSBR) di Maluku untuk mencegah penularan Covid-19 akibat infeksi virus corona (SARS-CoV-2).
Mereka ditangkap lantaran melanggar aturan PSBR di tengah masa pandemi di wilayah Maluku. Berdasarkan introgasi, mereka mengaku nekat pulang kampung lantaran keuangan menepis selama masa PSBR yang diperpanjang sampai 15 mei mendatang.
Salah satu mahasiswa tersebut meminta mereka dipulangkan ke rumah masing-masing. "Kalau kami bertahan dikamar kontrakan, kami mau makan apa, mendingan pulang kampung biar bisa makan, kami minta pemerintah seram bagian timur bisa memulangkan kami biar tak menjadi beban pikiran orang tua," pinta mahasiswa yang enggan namanya diberitakan, (CNNIndonesia, 04/05/2020).
Nasib tragis juga dialami satu keluarga yang berasal dari Tolitoli, Sulawesi Tengah. Pasalnya, saat ditemukan warga di tengah kebun di Kelurahan Amassangan, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, kondisi mereka sudah lemas karena kelaparan. Satu keluarga yang terdiri dari tujuh orang tersebut tiga di antaranya masih balita dan seorang ibu diketahui sedang hamil besar. (KOMPAS.com, 01/05/2020)
Semua ini terjadi akibat diterapkannya sistem buatan manusia yang sudah jelas banyak menyengsarakan ummat dan melegalkan hal yang dilarang oleh agama. Sistem sekuler ini pula yang menyuburkan korupsi dan setiap perilaku atau perbuatan hanya berasaskan manfaat, bukan halal atau haram.
Dari sistem ini jugalah, banyak bermunculan orang-orang yang menghalalkan segala cara untuk mendahulukan kepentingan pribadinya. Dalam keadaan genting pun slalu ada sekelompok orang yang memanfaatkan keadaan sulit untuk kepentingan politiknya.
Lain hal nya dengan sistem Islam, akan melahirkan para pemimpin yang berfokus pada kemaslahatan umat. Sehingga kebijakan-kebijakan yang lahir adalah kebijakan yang mampu menyelesaikan permasalahan umat tanpa menimbulkan permasalahan baru.
Dalam sistem pemerintahan Islam, rakyat tidak akan dibiarkan sendiri dalam memenuhi kebutuhannya, karena sebenarnya itu adalah hak rakyat yang harus dipenuhi negara. Negara berkewajiban menjamin kebutuhan pokok rakyat seperti sandang, pangan, papan, keamanan, kesehatan, dan pendidikan. Begitulah saat Islam menjadi ideologi negara, semua penguasa akan berpandangan sama yaitu keberadaan mereka semata untuk umat. Wallahu a’lam
_ Aktivis Dakwah, Penulis, Pemerhati Remaja _
Bogor, 7 Mei 2020