Oleh : Dini Koswarini
(Mahasiswi STAI Dr Khez Muttaqien Purwakarta)
Wabah Covid-19 menjadi momok yang menakutkan saat ini. Hal tersebut bisa terlihat dari salah satu kebijakan pemerintah yang menerapkan aturan untuk sosial distancing sampai dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Namun, kebijakan yang diterapkan belum disertai dengan fasilitas yang memadai. Utamanya terkait kebutuhan pokok. Bahkan tidak sedikit pedagang kecil yang gulung tikar atau terpaksa menutup sementara usahanya.
Kondisi ini membuat masyarakat bagai makan buah Simalakama. Bagaimana tidak, apabila melanggar kebijakan, masyarakat harus siap kena pidana. Jikapun mengikuti ketetapannya, maka kemungkinan mereka tidak bisa bertahan terlalu lama dengan berdiam diri di rumah.
Belum selesai ketakutan masyarakat akan terpenuhinya kebutuhan pokok, dampak sosial muncul dengan bentuk yang lain. Terjadinya perselisihan hingga bunuh diri menambah kepanikan ditengah masyarakat.
Tapi sayangnya, tindakan penanganan malah kontrapoduktif. Baru-baru ini asimilasi Napi menjadi salah satu cara yang dianggap solusi dalam menghadapi wabah covid-19. Jelas saja yang terjadi bukan mengurangi penyebaran wabah, namun penyebaran kriminalitas di berbagai daerah.
Praktisi Hukum Jambi, Ibnu Kholdun mengatakan, ada beberapa faktor penyebab terjadinya peningkatan kriminalitas. Salah satu yang utama adalah faktor Ekonomi dan susahnya mendapatkan pekerjaan. "Salah satu faktor penyebab peningkatan kriminalitas adalah ekonomi. Karena memenuhi kebutuhan hidup, seperti makan adalah kebutuhan pokok yang tidak bisa ditunda. Jadi orang sanggup melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Ditambah lagi dengan sempit nya lapangan pekerjaan," jelasnya. (Jambione.com)
Apalagi, menurut Kholdun, di Pandemi Corona saat ini membuat aktivitas serba dibatasi. sedangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tidak bisa ditunda. Ditambah lagi dengan kurangnya perhatian pemerintah terhadap kebutuhan rohani masyarakat, sehingga membuat mereka berani melakukan hal apa saja. Termasuk melakukan tindakan kriminal.
Keadaan ini tentu terjadi karena kebijakan yang dibuat berorientasi menyelesaikan dampak fisik semata. Sebab sekuler-lah yang dijadikan pijakan dalam mengambil kebijakan tersebut.
Terbukti, penanganan rohani masyarakat tampak diabaikan oleh pemerintah. Berbeda halnya dengan Islam yang memiliki cara untuk mengatasi pandemi. Diantaranya diberikan edukasi prefentif dan promotif, yang mana dalam hal ini Islam memerintahkan kepada setiap orang untuk mempraktekan gaya hidup sehat, pola makan sehat dan berimbang serta perilaku dan etika makan. Misalnya diawali dengan makanan.
Allah SWT telah berfirman, “Makanlah oleh kalian rezeki yang halal lagi baik yang telah Allah karuniakan kepada kalian” (TQS. An-Nahl [16]: 114).
Juga tidak dapat dipungkiri, wabah penyakit menular bisa muncul karena sanitasi yang buruk. Maka dari itu Islam menganjurkan membangun sanitasi yang baik.
Sebagaimana yang tercantum dalam Hadis, “Jauhilah tiga hal yang dilaknat, yaitu buang air dan kotoran di sumber/ saluran air, di pinggir atau ditengah jalan dan di tempat berteduh” (HR. Abu Dawud).
Selanjutnya, Islam membangun ide karantina. Untuk mengatasi wabah tersebut salah satu upaya Rasulullah adalah dengan menerapkan karantina atau isolasi terhadap penderita. Beliau bersabda, “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah tersebut. Sebaliknya jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu” (HR. Al-Bukhari).
Sebagai jaminan, Pemerintah pusat tetap memberikan pasokan bahan makanan kepada masyarakat yang terisolasi.
Lebih jauh, bahkan Islam menginspirasi Negara menciptakan vaksin. Umat Islam terdahulu mengembangkan ikhtiar baru mengatasi Pandemi, yakni vaksinasi. Cikal bakal vaksinasi itu dari dokter-dokter muslim zaman Khilafah Utsmani, bahkan mungkin sudah dirintis di jaman Abbasiyah.
Tentu semua itu tidak akan terjadi apabila tidak diterapkan oleh Negara dengan sistem Islam. Karena dalam pelaksanaanya sangat diperlukan pemenuhan kebutuhan ruhiah yang nantinya menjadi nyawa bagi masyarakat dalam menghadapi wabah covid19 serta dengan dampaknya.