Oleh : Ummu Aqeela
Membahas mengenai perekonomian tentu sangat berkaitan erat dengan keuangan yang perlu untuk diatur serta dikendalikan oleh negara. Pengaturan dan pengendalian ini tertuang dalam kebijakan moneter yang berlaku dengan berbagai unsur pokok di dalamnya, salah satunya adalah standar uang. Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai alat tukar yang dapat diterima secara umum. Uang yang kita kenal sekarang ini telah mengalami proses perkembangan yang panjang. Pada mulanya, masyarakat belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha memenuhi kebutuhannnya dengan usaha sendiri. Manusia berburu jika ia lapar, membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana, mencari buah-buahan untuk konsumsi sendiri; singkatnya, apa yang diperolehnya itulah yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya.
Saat ini setelah Virus Covid-19 masuk negara Indonesia, permasalahan ekonomi mulai bermunculan. Khususnya pada nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) yang semakin hari semakin melemah. Penyebab melemahnya rupiah terhadap dollar AS, disebabkan karena adanya aksi jual di bursa saham oleh investor asing dan terjadinya kepanikan global. Oleh karenanya, kepanikan di masyarakat semakin menjadi, sehingga menyebabkan harga-harga barang kebutuhan menjadi naik, namun tak diimbangi dengan adanya gaji yang cukup dari pemerintah untuk para pegawai. Dengan adanya kasus ini, jumlah pengangguran di Indonesia semakin meningkat karena banyak perusahaan yang mulai menghentikan kegiatannya sementara, sehingga para pegawai tidak bekerja.
Badan Anggaran DPR RI mengusulkan ke pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang hingga Rp 600 triliun. Tujuannya untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia dari dampak virus Corona (COVID-19). Padahal, jika mencetak uang ada potensi inflasi tinggi yang menghantui, jika prosesnya tak dilakukan dengan cermat. Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira memprediksi akan terjadi inflasi tinggi yang melanda Indonesia akibat pencetakan uang ratusan triliun ini.( detikfinance, 02 Mei 2020)
Fakta membuktikan, bahwa ekononomi dunia di bawah sistem kapitalisme, tidak menentu. Ketidakstabilan menjadi fenomena yang mengganggu perekonomian negara-negara bangsa di manapun. Terpaan krisis terus menerus terjadi dan senantiasa membayangi ekonomi berbagai negara di dunia. Depresiasi nilai tukar dan inflasi yang tak terkawal menjadi kenyataan yang pahit bagi perekonomian banyak negara. Pendeknya, sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan saat ini telah secara nyata menunjukkan kegagalannya dalam menciptakan kesejahreaan ekonomi umat manusia. Penyebab utama ketidakstabilan dan tingginya inflasi, adalah karena sistem mata uang yang tidak adil saat ini, menggunakan sistem mata uang hampa (kertas ) tanpa kontrol dan tanpa back up, yang disebut dengan fiat money.
Berdasarkan kenyataan yang sangat zalim tersebut, maka umat manusia di jagad ini, (bukan saja kaum muslimin tetapi juga negara-negara dan umat non muslim), harus berupaya keras untuk keluar dari lingkaran kezaliman sistem moneter tersebut. Solusinya ialah kembali menerapkan mata uang dinar. Kembali kepada dinar merupakan suatu keniscayaan, karena penerapan dinar menciptakan keadilan ekonomi dan mengandung banyak kemaslahatan.
Sebelum kedatangan Islam, dinar merupakan mata uang yang digunakan dalam transaksi perdagangan, baik international maupun domestik. Bangsa Arab yang dikenal sebagai pedagang banyak melakukan kegiatan dagang dengan bangsa Romawi Byzantium, Bangsa Persia dan para pedagang lain yang melewati negeri Arab. Berbagai jenis uang dinar emas dan perak dirham beredar dalam perdagangan mereka. Pada saat itu, kota Makkah menjadi pusat perdagangan dan pertukaran mata uang, sehingga banyak para pedagang dari berbagai negeri datang ke kota Makkah untuk bertemu dan melakukan transaksi perdagangan dengan menggunakan mata uang dinar dan dirham. Ketika Islam datang, Rasulullah menerima keberadaan mata uang dinar dan dirham sebagai alat pertukaran dan pembayaran, Penerimaan Rasululllah akan mata uang dinar dan dirham disebut sebagai sunnah taqririyah (pengakuan dan penerimaan nabi atas praktek yang ada pada saat itu.)
Dalam sejarah umat Islam, Rasulullah dan para sahabat menggunakan dinar dan dirham sebagai mata uang mereka, disamping sebagai alat tukar, dinar dan dirham juga dijadikan sebagai standar ukuran hukum-hukum syar’i, seperti kadar zakat dan ukuran pencurian. Pada masa kenabian, uang dinar dan dirham digunakan sebagai alat transaksi perdagangan oleh masyarakat arab. Kemudian, sudah menjadi hal yang lumrah, di atas koin Dirham ditulis “Sallallahu ‘Alayhi Wa Sallam” dan kadang-kadang ditulis pula potongan ayat-ayat al-Qur’an. Dinar dan Dirham tetap menjadi mata uang sah umat Islam kala itu sampai runtuhnya khalifah Islamiyah. Dalam perjalanannya sebagai mata uang yang digunakan, dinar dan dirham cenderung stabil dan tidak mengalami inflasi yang cukup besar selama ± 1500 tahun. Penggunaan dinar dan dirham berakhir pada runtuhnya khalifah Islam Turki Usmani 1924, sejak itulah berbagai jenis dan bentuk uang kertas dan logam (fiat money) mulai diperkenalkan.
Berdasarkan fakta, dapat disimpulkan bahwa mata uang dinar adalah mata uang terbaik. Dengan kemampuannya menjaga nilainya sendiri maka Dinar Emas mempunyai keunggulan sebagai alat tukar terbaik yang dapat meredam terjadinya manipulasi dan menekan inflasi secara signifikan, sehingga dapat dijadikan sebagai instrumen stabilitas ekonomi yang ampuh. Untuk itu kembali ke Dinar menuju sistem ekonomi yang bersinar.
Wallahu’alam bishowab