Kejahatan Berulang Napi Asimilasi Sudah Terprediksi



Oleh: Innama S.Si

Sudah banyak kekecewaan rakyat dalam keputusan-keputusan yang dibuat pemerintah dalam menghadapi pandemi corona saat ini. Mulai dari tidak diberlakukannya lockdown, kurangnya persediaan masker dan APD yang saat ini harganya tidak terkendali, perintah untuk diam dirumah sedangkan banyak tenaga kerja asing yang didatangkan dan banyak lagi. Ditambah kebijakan baru yaitu membebaskan napi (nara pidana) dengan dalih mengurangi dampak wabah di lembaga pemasyarakatan karena over capacity.

Kementerian Hukum dan HAM mengeluarkan kebijakan membebaskan narapidana untuk mencegah virus Corona atau COVID-19 di lapas yang kelebihan penghuni. Total sudah ada 35.676 narapidana yang dibebaskan (detik.com, 08/04/2020).  Kebijakan ini tentu saja mengundang kekecewaan rakyat. Bagaimana tidak, narapidana yang dibebaskan tersebut bisa menjadi ancaman baru selain wabah penyakit. Buktinya juga sudah banyak beredar di media sosial, kebanyakan narapidana yang dibebaskan kembali melakukan kejahatan seperti pencurian motor atau kasus narkotika. Hal ini tidak bisa dihindari karena para napi ini juga bingung dikeluarkan saat ekonomi sedang lesu.
Kejahatan berulang yang dilakukan oleh para napi yang mendapat asimilasi ini tidak begitu mengejutkan masyarakat. Masyarakat sudah memprediksi hal tersebut. Napi yang bebas setelah menjalani hukuman secara penuh saja masih memiliki kemungkinan sangat besar mengulangi kejahatannya. Ini semua terjadi akibat dari kegagalan secara sistemik kapitalisme yang di adopsi oleh negara kita. 
Lapas sebagai wadah pembinaan yang diharapkan membina warga lapas agar tidak mengulangi lagi kesalahannya tidak berfungsi dengan benar. Kenyataan yang terjadi adalah justru para napi kelas teri belajar dari napi kelas kakap sehingga meningkat kemampuannya. Lebih parahnya lagi, adanya transaksi narkotika didalam lapas yang dibidani oleh penjaga lapas. Na’udzubillah. Kini jelaslah bahwa pembebasan napi saat wabah pandemi ini bukanlah keputusan yang tepat. Keputusan ini hanya melengkapi kekecewaan masyarakat kepada pemerintah yang terlihat tidak mampu menghadapi pandemi ini. 

Lain halnya jika semua keputusan yang diambil berdasarkan syariat Islam. Islam tidak mengandalkan hukuman penjara dalam mengadili tindak kejahatan. Misalnya saja, untuk kasus pencurian atau perzinahan, Islam menerapkan aturan potong tangan dan rajam. Dari sini sudah jelas tidak akan terjadi over capacity dalam penjara. Sehingga tak perlu membebaskan napi dalam jumlah besar saat terjadi wabah seperti saat ini.

Bahkan Islam tidak akan menjadikan para pemeluknya melakukan kejahatan. Berawal dari pendidikan sejak dini tentang ketauhidan, maka akan menghasilkan orang-orang yang bertakwa kepada Allah. Ditambah dengan sistem kontrol dari masyarakat yang dikondisikan untuk saling menasehati dalam kebenaran dan kebaikan, akan menjadikan suasana kehidupan yang kondusif dan tidak akan ada kesenjangan yang terlalu menonjol antara si kaya dan si miskin. Disempurnakan dengan sistem ekonomi Islam yang dijalankan oleh pemerintah yang akan menjamin kehidupan yang berkecukupan sehingga akan menjauhkan masyarakat untuk melakukan kejahatan. 
Itulah sistem Islam, tidak hanya mengatur masalah ruhiyah saja, namun juga seperangkat aturan untuk seluruh sendi kehidupan. Agar manusia merasakan keamanan, keselamatan dan kesejahteraan, karena Islam adalah rahmat bagi seluruh alam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak