Oleh : Eva Vitariani Amd,par
Praktisi Pendidikan dan Mahasiswi Ikip Siliwangi Cimahi
Pandemi Covid-19 belum juga teratasi. Jumlah orang yang terjangkit virus corona di seluruh dunia terus bertambah. Hingga hari ini (06 Mei 2020) jumlah penderita Covid-19 di Indonesia telah mencapai 12.438 jiwa yang Positif. Yang sembuh 2.317 dan yang meninggal 895 jiwa. Mewabahnya virus corona atau Covid-19 membuat ekonomi banyak negara terpuruk.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan beberapa dampak utama dari virus corona atau Covid-19 terhadap perekonomian nasional. Menurut dia, dampak pandemi ini terjadi hampir di semua lini, mulai dari tenaga kerja sampai kinerja industri di tanah air.
"Pekerja yang dirumahkan dan kena PHK, lebih dari 1,5 juta,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers online di Jakarta, Jumat, 17 April 2020. Dari jumlah ini, 90 persen dirumahkan dan 10 persen kena-PHK. Sebanyak 1,24 juta orang adalah pekerja formal dan 265 ribu pekerja informal.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengatakan Indonesia cukup terhantam keras dengan penyebaran virus Corona. Tidak hanya kesehatan manusia, virus ini juga mengganggu kesehatan ekonomi di seluruh dunia. Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK), kata Ani, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam skenario terburuk bisa minus 0,4 persen.
Kebijakan yang diambil oleh pemerintah saat ini yaitu dengan mengalokasikan tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan dampak Covid-19 hingga Rp 405,1 triliun. Rinciannya, Intervensi penanggulangan Covid-19 berupa Dana Kesehatan sebesar Rp75 triliun; perluasan Social Safety Nett sebesar Rp110 triliun, dukungan industri Rp 70,1 triliun berupa Pajak dan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (DTP) serta stimulus KUR, dan dukungan pembiayaan anggaran dalam rangka mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional sebesar Rp150 triliun. Selain itu pemerintah juga mencari pinjaman hutang keluar negeri Pada 2020, pinjaman luar negeri diproyeksikan menjadi Rp 5,7 triliun, atau naik Rp 44,4 triliun dibandingkan nominal yang tertera dalam APBN 2020.Pembiayaan dari saldo anggaran lebih (SAL) yang awalnya sebesar Rp25 triliun ditingkatkan Rp45,6 triliun menjadi Rp70,6 triliun. Adapun pembiayaan berupa pandemic bond diperkirakan mencapai Rp449,9 triliun.
Luar biasa kebijakan yang diambil oleh rezim saat ini dan sudah bisa diduga rezim ini pasti mengambil solusinya yaitu hutang luar negeri. Pasalnya, dilansir dari vivanews.com (04/04/2020), di tengah berbagai permasalahan dalam menanggulangi wabah corona ini, Indonesia “mendadak” dapat pujian dari lembaga kreditur utama dunia, IMF (Dana Moneter Internasional). Ini terungkap dari briefing media antara Direktur Jenderal WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), Tedros Adhanom Ghebreyesus dengan Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva (03/04/2020).
Dalam kesempatan itu, upaya Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo tangani dampak ekonomi dan sosial Covid-19 mendapatkan apresiasi dari Direktur Pelaksana IMF. Terlebih lagi, adanya pernyataan Dewan Direktur Eksekutif Bank Dunia beberapa hari sebelumnya yang menyetujui pinjaman sebesar USD 300 juta atau sekira Rp4,97 triliun (Rp16.578 per USD). Hal ini untuk mendukung upaya pemerintah Indonesia melaksanakan reformasi pada sektor keuangan guna membantu mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan mencapai tujuan kesejahteraan bersama (okezone.com, 23/03/2020).
Dan tentu saja, kita sudah sama-sama mengerti bahwa bagaimana pun IMF ibarat saudara kembar bagi Bank Dunia. Tak ada bedanya. Sejumlah spekulasi sumber dana atasi corona di Indonesia ini pun kian mengerucut dan justru terlegitimasi saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengikuti KTT Virtual G20 di Istana Kepresidenan Bogor pada tanggal 26 Maret 2020. Jokowi, dalam KTT Virtual tersebut, menyampaikan pesan kuat bahwa Indonesia harus menangkan dua peperangan sekaligus. Melawan Covid-19 dan melawan pelemahan ekonomi dunia saat ini (kompas.com, 27/03/2020).
Mencermati semua ini, tampaknya rakyat harus siap mental lebih kuat lagi untuk menghadapi badai utang luar negeri di tengah wabah corona yang belum mereda. Kebijakan utang luar negeri kepada IMF dan Bank Dunia seolah mulus-mulus saja tanpa memperhatikan jeritan anak bangsa. Padahal sejumlah tokoh telah bersuara, agar apa pun yang terjadi, pemerintah jangan sampai berutang kepada IMF sebagai sumber dana untuk mengatasi corona. Di antara yang bersuara adalah pakar ekonomi Rizal Ramli, Forum Guru Besar FKUI, hingga Sekjen MUI Anwar Abbas. Padahal dengan kebijakan berhutang ke luar negeri sangat jelas akan meningkatkan cengkeraman asing terhadap Indonesia, istilahnya tidak ada makan siang gratis.
Selain itu bisa kita lihat dengan kebijakan hutang keluar negeri asing sangat mudah mendikte Indonesia sesuai dengan apa yang asing kehendaki. Padahal kita semua mengetahui bahwa Indonesia mempunyai banyak sumber daya alam. Sumber daya alam itu seharusnya bisa dikelola oleh Indonesia. Pertanyaannya mengapa Indonesia tidak dapat mengelola sumber dayanya sendiri? Indonesia yang kita ketahui bersama menganut sistem korporatokrasi yaitu sebuah istilah yang mengacu pada bentuk pemerintahan dimana kewenangan telah didominasi atau beralih dari negara kepada perusahaan-perusahaan besar sehingga petinggi pemerintah dipimpin secara sistem afiliasi korporasi. Sehingga wajar saja jika Indonesia tidak bisa mengelola sumber daya alamnya karena penguasa disini juga menjadi pengusaha maka pengeleloaan sumber daya alam pun bukan untuk kepentingan rakyat tapi untuk kepentingan para pemgusaha lewat kebijakan kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa dinegeri ini. Dan akhirnya kekayaan negara pun tergadaikan oleh kebijakan korporatokrasi yang berlaku di negeri ini.
Selain kebijakan pemerintah yang meminjam dana dari luar negeri, pemerintah juga mengambil kebjijakan menerbitkan Perppu no 1 tahun 2020 yang isinya tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, sejumlah kebijakan diambil seperti mengalokasikan tambahan belanja dan pembiayaan APBN Tahun 2020 untuk penanganan Covid-19.
Untuk keperluan tersebut, pemerintah mengucurkan anggaran sebesar Rp 450,1 triliun yang selanjutnya akan diperuntukkan kepada sejumlah bidang penanganan mulai dari sisi kesehatan hingga dampak ekonomi yang ditimbulkannya.Menurut wartawan senior Edy Mulyadi bahwa Perppu ini sebagai payung hukum untuk menyelamatkan perampokan yang dilakukan oleh penguasa.
Menurutnya lagi bahwa wabah saat ini dijadikan sarana untuk merampok dan dilindungi UU dan bahkan oleh Perpu.
Mediaumat.news, Kamis (2/4/2020).
Menurutnya, Pasal 27 ayat 1,2 dan 3 dalam Perppu Pasal 1 itu mengatakan semua biaya anggaran macam-macam itu adalah biaya ekonomi. Jadi tidak bisa dianggap kerugian negara.
Ayat ke-2-nya dikatakan bahwa para pejabat BI, Menteri Keuangan, OJK, LPS dan yang terkait itu tidak bisa dipidana baik perdata maupun pidana karena melaksanakan program keuangan macam tadi. Dan ayat tiganya mengatakan bahwa semuanya itu bukan menjadi delik untuk dibawa ke ranah hukum PTUN.
Sangat jelas sekali yang dilakukan oleh penguasa saat ini adalah mereka melegitimasi penyalahgunaan kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada mereka. Rakyat dibiarkan berjuang sendiri di tengah wabah yang entah sampai kapan akan berakhir. Pemerintah lebih memperhatikan keselamatan ekonomi daripada keselamatan nyawa rakyatnya. Padahal, permasalahan utamanya adalah wabah corona.
Maka seharusnya, pemerintah seharusnya mampu menyelesaikan permasalahan utamanya yaitu mengatasi penyebaran virus corona dan juga menyelesaikan masalah keuangan yang terjadi saat ini. Kita pun melihat bahwa sistem kapitalis ini ternyata gagal juga menyelesaikan masalah keuangan pada saat wabah ini terjadi kebijakan yang diambil hanya menguntungkan penguasa tanpa memperhatikan masyarakat.
Kapitalisme telah menjadi penyebab krisis keuangan yang terjadi saat ini bahkan saat sebelum terjadinya pandemi ini, namun para pembela kapitalisme akan berusaha menyalahkan virus, atau bahkan masyarakat biasa.Sekarang, pembahasan tentang strategi keluar (solusi) telah dimulai, dan sudah sangat jelas bahwa kapitalisme tidak memiliki strategi yang benar dan bahwa satu-satunya cara yang masuk akal bagi dunia adalah keluar dari kapitalisme dan menerapkan Islam untuk menyelesaikan
Keunggulan Khilafah Menangani Keuangan Negara Ditengah Wabah
Sistem khilafah tegak di atas asas akidah Islam, yang meyakini bahwa kehidupan ini adalah ladang amal yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Oleh karenanya, posisi kepemimpinan dalam sistem khilafah sangat sentral dalam penerapan hukum-hukum Allah. Artinya, seluruh kebijakan yang diambil oleh khalifah, tak ada yang menyelisihi hukum syara dengan keyakinan penuh bahwa penerapan hukum syara ini dipastikan akan membawa kemaslahatan bagi umat manusia secara keseluruhan. Bahkan membawa rahmat bagi seluruh alam. Pemimpin atau khalifah dalam kepemimpinan Islam menempatkan dirinya sebagai rain (pengurus/penggembala) sekaligus junnah (pelindung) bagi umat.
Khalifah akan sungguh-sungguh melaksanakan kedua fungsi tersebut karena beratnya pertanggungjawaban di sisi Allah SWT. Jaminan pengurusan dan perlindungan tersebut ada sepaket dengan penerapan hukum-hukum Allah atas dasar iman. Karena hukum-hukum Allah ini memang turun sebagai problem solving bagi seluruh permasalahan hidup mulai dari problem yang berkaitan dengan politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan lain sebagainya. Itulah mengapa, sepanjang khilafah tegak selama belasan abad, umat Islam hidup dalam standar kesejahteraan yang tak pernah dicapai oleh peradaban lainnya. Umat Islam mampu tampil sebagai umat terbaik, bahkan menjadi pionir peradaban.
Khilafah menerapkan sistem ekonomi Islam yang anti riba, moneter basis emas perak dan menempatkan izin Allah sebagai basis penentu kepemilikan, serta basis dalam pengelolaan dan pengembangan harta. Sehingga, saat Allah swt menetapkan bahwa sumber alam merupakan milik umat yang wajib dikelola oleh negara demi kemaslahatan umat, maka negara atau khalifah yang bersifat global ini akan menghimpun seluruh potensi yang dimiliki itu demi kemaslahatan umat.
Khalifah Tidak akan berani menyerahkan milik umat kepada siapa pun apalagi kepada asing. Negara pun tak akan tergiur dengan jebakan utang riba. Negara justru punya ketahanan moneter, karena bertumpu pada kekayaan riil, berupa emas perak, bukan kertas. Negara pun akan punya banyak modal untuk menyejahterakan rakyatnya. Hak dasar individu dan hak publik umat betul-betul ada dalam jaminan negara. Sehingga umat tak akan dibebani dengan beban hidup yang berat.
Karena syariat memang telah menetapkan semuanya sebagai kewajiban seorang pemimpin.Bahkan saat kas kosong pun ada mekanisme adil yang ditetapkan syariat sehingga kezaliman terhadap rakyat bisa dihindari. Yakni dengan cara mendorong partisipasi kaum aghniya untuk berlomba menolong sesama. Atau jika diperlukan, negara akan menarik pajak namun hanya terbatas pada mereka.
Dan nyatanya, kondisi ini betul-betul jarang terjadi. Saat bencana menimpa, maka mitigasi kebencanaan pun menjadi bagian tugas kepemimpinan. Negara akan bersegera melakukan berbagai upaya untuk mengurangi risiko dan memastikan kebutuhan dasar serta keselamatan rakyat tetap terjaga. Semuanya, semata karena kesadaran bahwa mengurus rakyat adalah bagian dari amanah yang akan dipertanggungjawabkan Inilah bedanya kepemimpinan berparadigma sekuler dengan Islam. Yang satu mengabdi pada hawa nafsu para pemburu harta dan kekuasaan, sedang yang lain dibimbing wahyu dan keimanan. Selayaknya umat Islam bersegera mengambil sesuatu yang akan membawanya pada kebaikan. Yakni dengan bersegera mewujudkan kembali kepemimpinan Islam dengan menapaki thariqah dakwah Rasulullah SAW.
SWT berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.” (QS. Al-Anfal: 24).