Oleh: Nahida Ilma (Pelajar)
Pada akhir April lalu, Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengklaim bahwa laju kenaikan kasus harian Covid-19 di Jakarta (pusat pandemi Indonesia) sudah melambat. Dia juga menyatakan bahwa kurva kasus Corona Virus mulai mendatar sebagai efek pelaksanaan PSBB yang telah berjalan sejak 10 April 2020.
Dalam rapat kabinet paripurna yang dilaksanakan pada 6 Mei 2020, Presiden Joko Widodo memerintahkan para menteri dan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 bekerja keras untuk menurunkan kurva kasus infeksi coronavirus pada bulan ini dengan cara apa pun. (theconversation.com)
Kemudian pada 9 Mei lalu, pemerintah mengkampanyekan "Gerakan Kurva Landai". Seperti yang dilansir oleh CNBC Indonesia, "Pemerintah mengkampanyekan "Gerakan Kurva Landai". Ini merupakan seruan agar kasus positif virus corona bisa berkurang dan tak menularkan ke orang lain. Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan gerakan ini bertujuan untuk mengurangi jumlah kasus dengan cara memastikan tidak menularkan orang lain begitu juga sebaliknya. "Caranya ubah perilaku, jaga jarak, cuci tangan, pakai masker, dan menjaga imunitas. Gerakan bersama masyarakat di Indonesia, kalau kita bersama, virus tak akan menulari," ujarnya saat video conference di Graha BNPB, Jakarta, Sabtu (9/5/2020)".
Kampanye kurva landai ini merupakan bagian dari upaya sosialisasi untuk menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam menekan sebaran Virus Corona. Sehingga dengan begitu, pemerintah bisa memberikan kelonggaran PSBB untuk kepentingan ekonomi. Namun kebijakan ini sangat tidak sinkron dengan fakta yang ada. Sehingga ini bisa dikategorikan sebagai kebohongan publik.
Tim Peneliti Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU) menuliskan, hingga saat ini Indonesia belum menampilkan kurva epidemi Covid-19 yang sesuai dengan standar ilmu epidemiologi. "Masalah utamanya, sudah 68 hari setelah kasus pertama Covid-19 diumumkan, Indonesia belum menampilkan kurva epidemi Covid-19 yang sesuai dengan standar ilmu epidemiologi," tulis tim EOCRU. "Karena itu, adanya klaim terjadinya penurunan kasus baru COVID-19 cukup meragukan," sambungnya. Menurut Tim Peneliti EOCRU, hingga 8 Mei 2020, pemerintah Indonesia hanya menampilkan kurva harian kasus COVID-19. Mereka mengatakan jumlah kasus konfirmasi harian tidak sama dengan jumlah kasus baru. (Detiknews.com)
Kebijakan pemerintah untuk melakukan kelonggaran PSBB memang sangat terkesan memaksa hingga harus membuat kebohongan publik. Pada awal-awal diberlakukannya pelonggaran PSBB, sudah banyak tokoh masyarakat yang curiga, bahwa kebijakan ini dibuat semata-mata hanya untuk kepentingan sejumlah pebisnis. Mereka hampir bangkrut, sehingga mendesak pemerintah untuk melonggarkan PSBB.
Sangat terlihat bahwa pemerintah menggunakan berbagi cara demi kepentingan segelintir kapitalis (pebisnis). Ini artinya, pemerintah belum menjadikan keselamatan rakyat sebagai prioritas utama.
Memang begitulah tabiat sistem kapitalisme. Sistem yang dianut oleh negeri ini menjadikan ekonomi sebagai prioritas utama dalam kondisi apapun. Kebijakan-kebijakan yang diambil selalu sarat kepentingan dan berimbas pada kesengsaraan rakyat.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan sistem Islam. Islam memiliki pandangan tersendiri dalam menangani wabah. Dalam kasus penularan wabah, maka akan dilakukan karantina wilayah atau biasa disebut lockdown pada tempat yang terpapar wabah tersebut. Dengan penjagaan yang ketat, warga daerah wabah tidak boleh keluar daerah demi menghindari penularan secara bebas. Begitupun warga daerah luar wabah tidak boleh masuk ke daerah yang terpapar wabah. Ini dilakukan untuk keamanan dan keselamatan bersama.
Jika dilakukan karantina seperti itu, maka negara Islam wajib menjamin kebutuhan setiap individu terdampak wabah. Karena, ketika menjalani karantina wilayah, mereka pasti akan mengalami kekurangan uang dan bahan makanan untuk memenuhi hajat hidupnya. Disinilah, negara akan memberikan bantuannya, meskipun pada akhirnya perekonomian di daerah itu akan mengalami kemerosotan. Keselamatan rakyatlah yang menjadi prioritas utama.
Negara yang berdasarkan sistem Islam tidak bersifat lokal. Sehingga apabila salah satu daerah benar-benar dalam kondisi kekurangan, maka daerah yang lain wajib memberikan bantuan.
Semua ini hanya bisa dilakukan oleh sistem yang kompleks. Bukan sistem buatan manusia, melainkan sistem buatan Sang Khaliq. Sistem agung yang dibawa oleh Rasulullah saw., yakni Khilafah sebagai sistem pemerintahannya. Sangat urgen dan relevan Wallahu A'lam bishowab.