Jurus kartu sakti




Oleh : Nora Putri Yanti ( Mahasiswa  dan Aktivis Dakwah Kampus) 


Akhir akhir ini kita disuguhi pemberitaan yang memilukan dimana ribuan buruh di PHK oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Akibatnya jumlah pengangguran semakin meningkat. Untuk menyelesaikan masalah ini pemerintah berencana memberikan kartu prakerja. 
Namun kebijakan pemerintah ini diprotes keras oleh ekonom indef.  Selerti di lansir dari Rmol.id. Menurutnya warga Lebih Butuh Duit Cash Daripada Pelatihan.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai bahwa Kartu Pra Kerja diterapkan saat kondisi perekonomian sedang normal. Saat tidak ada wabah dan badai ekonomi, Indonesia memang butuh SDM yang unggul dan memiliki skill yang baik. Sementara Kartu Pra Kerja bisa menjadi jawaban dengan memberikan pelatihan online, maupun offline. 

Tapi di saat terjadi pagebluk Covid-19, program ini tidak perlu diluncurkan. Apalagi sampai harus menaikkan anggarannya hingga 100 persen, dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun untuk 5,6 juta orang. “Ini kayak “Jaka Sembung” naik ojek (nggak nyambung), karena korban PHK sekarang enggak perlu dikasih pelatihan secara online gitu ya,” terangnya dalam diskusi online bertajuk “Dampak Ekonomi Covid-19 dan Telaah Paket Corona ala Pemerintah RI”, Minggu (12/4). 

Menurutnya, di saat krisis seperti saat ini, masyarakat dan para korban PHK lebih membutuhkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dibanding Kartu Pra Kerja. Terlebih program Kartu Pra Kerja mengharuskan mereka mengikuti pelatihan online agar menerima bantuan. Sementara dana Kartu Pra Kerja yang digelontorkan juga akan terpotong untuk para penyelenggara.  “Jadi ini yang sedang kita gugat, bahwa ini kan orang butuh makan, bukan butuh pelatihan. Apalagi secara online. Di mana pekerja informal bahkan formal juga sebagian belum terbiasa melakukan pelatihan secara online,” terangnya. “Jangan sampai ada pelatihan untuk pelatihan online karena masih banyak juga yang kemudian skill digitalnya masih terbatas gitu. Ini disuruh login, disuruh daftar, dan segala macam,” demikian tutur Bhima.

Lagi dan lagi saat pemerintah kehabisan akal dalam menghadapi pandemi ini keluarlah jurus terakhir yang menjadi andalan yaitu kartu sakti yang realisasinya hayalan belaka bagi rakyat kecil, lalu untuk rakyat yang mana tersalurkan kartu saktinya? Entahlah, sistem bobrok ini memang tidak bisa dipercaya dan harus segera dihempaskan. 

Ibarat yang tepat bagi rakyat sekarang sudah jatuh tertimpa tangga pula, pandemi yang tak kunjung berakhir, napi dibebaskan yang jelas-jelas penjahat namun disaat rakyat menjerit dan meminta haknya malah yang dikasih kartu dan itu bersyarat pula. Hanya dalam islamlah semuanya gratis dan hukumnya membuat tentram karna solusi yang diberikan mengakar serta tuntas tanpa memunculkan masalah baru seperti hukum buatan manusia sekarang ini. Karna sistem dalam naungan khilafah, seorang pemimpin (Khalifah) tidak akan sedikitpun mempersulit kehidupan rakyatnya. 

Tetapi sebaliknya, seorang Khalifah memiliki kewajiban untuk menempatkan kemaslahatan rakyat sebagai prioritas tertinggi. Dalam kondisi wabah, ternyata jauh-jauh hari Rasulullah SAW telah menganjurkan salah satu sistem penanganan penyakit menular yang kini dikenal sebagai karantina atau isolasi. 

"Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari). 

Pentingnya karantina adalah untuk menanggulangi penyebaran virus. Karantina dilakukan bukan hanya untuk yang telah di indikasi menderita penyakit, melainkan juga bagi orang-orang yang berada di kawasan endemi yang ada kontak langsung dengan para penderita. Tapi di sistem kapitalis agar kepentingannya berjalan mulus maka ia mengharamkan lokcdown. 

Adapun, untuk menanggulangi krisis ekonomi, kita dapat melihat Khalifah Umar ra., ketika krisis ekonomi di tahun kelabu (masa krisis), beliau memberi contoh terbaik dengan cara berhemat dan bergaya hidup sederhana, bahkan lebih kekurangan dari masyarakatnya. Dengan itu beliau bisa merasakan betul bagaimana penderitaan yang dialami oleh rakyatnya. Beliau kemudian segera mengeluarkan kebijakan untuk menanggulangi krisis ekonomi secara cepat, tepat dan komprehensif. Untuk mengoptimalisasi keputusannya, Khalifah segera mengerahkan seluruh struktur, perangkat negara dan semua potensi yang ada untuk segera membantu masyarakat yang terdampak.

Khalifah Umar ra., membagi tugas kepada para perangkat negara di bawah beliau hingga level pekerja, bahu-membahu dan sigap menyelesaikan persoalan yang ada. Khalifah Umar ra. tidak berpangku tangan atau sekadar perintah sana, perintah sini saja. Beliau langsung turun tangan mengkomando dan menangani krisis tersebut. Beliau langsung memerintahkan mendirikan posko untuk para pengungsi, dan bergerak cepat membagi-bagikan kebutuhan pokok masyarakat. Bahkan, Khalifah Umar ra tak pernah merasakan kenyang selama masa krisis. Karena beliau tidak mau, dirinya kenyang, sementara rakyatnya kelaparan.

Diriwayatkan dari Anas, “Perut Umar bin al-Khathab selalu keroncongan di tahun kelabu, sebab ia hanya makan dengan minyak. Ia mengharamkan mentega untuk dirinya. Ia memukul perut dengan jari-jarinya dan berkata, ‘Berbunyilah karena kita tidak punya apa pun selain minyak hingga rakyat sejahtera." Sangat bebanding terbalik dengan pemimpin sekarang yang lebih memperhatikan kodok daripada nyawa rakyatnya yang srtiap detik menitnya melayang, lebih memilih bersepeda daripada mendengarkan jeritan suara rakyatnya. 

Rindu dengan sistem yang keberkahan tertumpah ruah disana semakin membuncah, keyakinan bahwa didalam naungan khilafah lah kita akan sejahterah tidak terbendung lagi, wahai umat marilah sama-sama berjuang agar semua itu menjadi nyata ditangan kita, jadilah pejuang islam jadilah pemain didalam perjuangan yang agung ini,karna janji allah nyata adanya maka merugilah bagi penonton atas kemenangan islam kembali

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak