Oleh: Ayu Susanti, S.Pd
Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Mungkin itu peribahasa yang cukup tepat untuk mengungkapkan kondisi rakyat di negeri zamrud khatulistiwa ini. Bagaimana tidak? Belum selesai masalah wabah dengan segala dampaknya dalam kehidupan seperti ekonomi dan kesehatan, kini rakyat harus menghela napas panjang dan mengusap dada karena naiknya iuran BPJS.
Sebagai informasi, pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Adapun besaran iuran yang baru berlaku efektif mulai Juni 2020. Adapun kenaikan tersebut diatur dalam perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. (kompas.com, 19/05/2020). Rakyat Indonesia sepertinya harus siap-siap terluka lagi hatinya. Karena dengan adanya kenaikan iuran BPJS memungkinkan menambah beban pikiran rakyat.
Anggota DPD RI asal Aceh, HM Fadhil Rahmi Lc, mengatakan, kenaikan iuran BPJS telah melukai hati masyarakat di seluruh Indonesia, termasuk Aceh. Apalagi kebijakan tersebut dilakukan di tengah-tengah pandemi Corona seperti sekarang ini. Hal ini disampaikan Syekh Fadhil, sapaan akrab senator muda asal Aceh itu, kepada Serambinews.com, Minggu (17/5/2020).
“Kebijakan ini melukai hati masyarakat. Di tengah wabah Corona seperti sekarang, banyak masyarakat mengalami kesusahan di bidang ekonomi serta PHK terjadi di mana-mana," kata Fadhil Rahmi. Menurutnya lagi, banyak UMKM serta perusahaan terancam bangkrut, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan kenaikan BPJS. (tribunnews.com, 18/05/2020).
Entah kata apa yang harus dilontarkan oleh rakyat Indonesia. Terlebih masyarakat kalangan menengah ke bawah. Harus dengan apa dia menjamin kebutuhannya, seperti kebutuhan primer termasuk jaminan kesehatan. Alih-alih mendapatkan jaminan kesehatan dengan kualitas bagus namun bisa dijangkau oleh semua rakyat terutama di tengah wabah, tapi ini rakyat harus dihadapkan dengan kenyataan pahit naiknya iuran BPJS.
Fakta ini semakin menunjukkan kepada kita bahwa sistem kapitalisme buatan manusia ini memang tidak bisa dengan tepat mengurus urusan rakyat. Terutama menangani urusan masyarakat di saat wabah melanda.
Sistem hidup buatan manusia ini yang landasannya memisahkan agama dari kehidupan telah banyak menyengsarakan umat manusia. Layanan kesehatan yang seharusnya bisa dinikmati oleh semua rakyat tapi nyatanya rakyat sendiri yang harus menanggung pembiayaan.
Begitulah saat kita tetap menggunakan aturan manusia. Kerusakan terjadi dimana-mana. Kesempitan hidup pun kian dirasakan. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah SWT.
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُۥ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ أَعْمَىٰ
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS. Thoha: 124).
Hal ini berbeda jika Islam yang dijadikan aturan hidup. Islam adalah aturan hidup buatan Allah yang dapat menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat. Semua masalah akan selesai oleh Islam, termasuk masalah kesehatan rakyat.
Islam menjamin kesehatan semua rakyat. Rakyat akan mendapatkan kesehatan secara gratis dan dengan pelayanan yang berkualitas. Pembiayaannya didapatkan dari baitul mal yang dikelola dengan baik oleh negara.
Salah satu pemasukan baitul mal dari SDA yang dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat. Apalagi di tengah wabah, pemerintah akan segenap jiwa untuk menjamin kesehatan rakyat dengan kualitas tinggi dan bisa didapatkan secara cuma-cuma.
Pemerintah pun akan mengusahakan menyelesaikan wabah secepat mungkin.
Terkisah saat kekhilafahan dalam menjamin masalah kesehatan. Bimaristan pertama, demikian fasilitas ini disebut, dibangun di Dasmaskus pada tahun 86 Hijriah (707 M) oleh Khalifah Al-Waleed bin ‘Abdul Malik.
Tujuan pembangunannya adalah pengobatan terhadap penyakit akut dan perawatan pasien yang terkena penyakit kronis (seperti kusta dan orang buta). Para pasien kusta tidak hanya dirawat secara gratis tetapi juga diberi uang untuk membantu ekonomi keluarga.
Tidak ada waktu terbatas untuk perawatan rawat inap, dan pasien tetap berada di rumah sakit sampai mereka benar-benar pulih, yang dinilai dari kemampuan mereka untuk makan seekor ayam utuh. Pasien yang pulang tidak hanya diberikan satu setel pakaian baru tetapi juga dengan uang saku. (media umat, edisi 21/02-5/03/2020).
Demikianlah aturan Islam dalam mengatur masalah kesehatan. Rakyat akan sangat merasakan jaminan kesehatan yang gratis namun berkualitas baik.
Hanya Islam yang mampu menjamin pemenuhan hak rakyat terutama kesehatan. Oleh karena itu, kita selaku umat Islam harus kembali kepada aturan Islam untuk dipakai dalam kehidupan.
Wallahu’alam bi-showab.
Tags
Opini