Inkonsistensi Kebijakan Buka Gelombang Wabah Baru


Oleh : Marsitin Rusdi, Sst.FT.ftr
Praktisi Klinis, Pemerhati Sosial Lingkungan

Ratusan calon penumpang berdesakan di terminal bus, stasiun, pelabuhan serta di terminal dua bandara Soekarno Hatta, Tangerang, pada kamis 14 mei 2020, tanpa menjaga jarak aman.
Foto kerumunan pemudik menghiasi halaman berita baik media cetak ataupun media elektronik. Kerumunan orang-orang di mall, di pasar, yang sungguh bebas tanpa memperhatikan bahaya yang masih mengancam mereka. Dengan disediakan pemeriksaan Covid-19 di depan mall, bandara dan stasiun masyarakat sudah tidak rasa cemas, bebas melakukan aktivitas. Tidak  jelas dari lembaga apa mengadakan pemeriksaan, karena tidak memenuhi standart pemeriksaan wabah, cukup dengan termometer jidat (infra red forehead termometer), dengan suhu 36 derajat sudah aman dan selesai menurut mereka.


Kebijakan terkait pulang kampung pun  sungguh kurang pas. Tidak boleh mudik yang boleh pulang kampung. Makna bahasa yang hanya diambil dari asumsi saja, karena memang semua hanya untuk kepentingan mereka.

Para penumpang harus membawa dokumen yang diverifikasi sebagai syarat agar calon penumpang dapat memproses chek in, antara lain tiket penerbangan, surat keterangan dinas, surat bebas Covid-19 dan dokumen lain seperti tertera dalam SE no 4 tahun 2020. Dalam surat edaran itu akan disebut siapa  yang masih bisa melaksanakan perjalanan pada masa PSBB ini. Karena masih dibutuhkan kegiatan untuk pelayanan percepatan penanggulangan Covid-19. Seperti relawan, paramedis, dokter paru, tenaga laboratorium dan tenaga lain yang dibutuhkan oleh daerah tertentu saja.


Dibutuhkan dokumen resmi yang menyangkut penugasan yang diberikan institusinya, protokol kesehatan juga mutlak harus diikuti, sungguh sangat rumit sekali.  Namun pertanyaannya bagaimana mereka terpapar virus saat dalam perjalanan? Maka semua surat rekomendasi yang dibawa tidak berarti apa-apa. Lalu bagaimana  bila surat dokumennya palsu? ada kongkalikong  dengan petugas pemeriksaan? Karena tidak ada yang tidak  mungkin dalam sistem kapitalis sekuker, tidak ada yang bisa menjamin bahwa semua fair tanpa rekayasa.

Tidak mustanirnya seorang pemimpin dan lemahnya sistem yang diemban menjadikan semua kondisi kacau balau. Ketidak sinkronnya antara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dengan menteri perhubungan menimbulkan suasana yang sangat membingungkan. Imbas dari kebingungan dan inkonsistennya mereka rakyatlah yang nomor satu menerima ketidakadilan, cemas, bingung, resah dan seluruh perasaan yang membuat mereka gelisah. Gugus Tugas Penanganan Covid-19 mengatur program PSBB dan tidak memaknai menghilangkan PSBB. Sedangkan menteri perhubungan Budi Karya Sumadi bilang memberikan relaksasi angkutan umum, padahal itu bukan wewenang menteri perhubungan itu adalah wewenang Gugus Tugas Covid-19. Gugus tugas mengumumkan sore hari, menteri perhubungan keesokan harinya.


 Banyak orang yang menunggu mau mudik ketika mendengar menteri perhubungan punya kebijakan seperti itu maka mereka mengira memang sudah boleh mudik. Sehingga mulai tanggal 07 Mei 2020 banyak angkutan umum yang sudah beroperasional. Sehingga makna dari PSBB, Pembatasan Sosial Berskala  Besar berubah menjadi Penyebaran virus Secara Besar Besaran.
Memicu penyebaran virus dari satu wilayah ke wilayah yang lain. Yaitu  perpindahan wilayah penyebaran wabah dari kota menuju desa. Dampak dari  pelonggaran kebijakan pulang kampung setelah pernyataan itu mereka ingin pulang kampung.

Masalah baru  bermunculan, yakni gelombang penularan baru  dikampung semakin masif gugus tugas yang di kampung semakin berat. Harus menyediakan rumah karantina, harus mendata penduduknya yang pulang kampung, harus mengecek kesehatan pendatang , harus memberi edukasi pada mereka dan keluarganya. Kalau mereka patuh tidak jadi soal tapi banyak juga yang tidak mengindahkan himbauan dari gugus tugas.

Pengelolaan kebijakan dan aturan yang parsial yang membuat penanganan Covid-19 belum  nampak hasilnya. PSBB yang hanya berlaku dibeberapa daerah saja.


Ini semua terjadi karena tidak adanya perhatian prioritas negara sehingga tidak ada gambaran adanya renstra penanganan dan absennya tanggung jawab penuh negara dalam penanganan wabah, karena pemerintah dikendalikan oleh sistem korporasi, yakni sistem kapitalis yang jauh dari solusi disetiap permasalahan yang timbul.



Inilah saatnya umat kembali pada aturan yang benar, yakni aturan sistem Islam kafah, yang setiap  permasalahan dari yang kecil sampai sebesar apapun pastilah sudah ada solusinya sesuai dengan fitrah manusia dan menentramkan hati . Karena ajaran Islam adalah ajaran paling sempurna dan penyempurna dari ajaran yang terdahulu. Sudah barang tentu semua sudah ada dalam Islam.
Sudah tercatat dalam sejarah bagaimana Islam mampu menyelesaikan masalah pandemi, seperti pada masa Rasulullah dan Khalifah Umar bin Khattab. Mereka mampu membasmi wabah dengan kebijakan lock down, memotivasi para ilmuwan untuk menemukan obat, serta menjamin kebutuhan Masyarakat selama masa lock down.


Wallahu a'lam




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak