Oleh : Anisa Alfadilah
Tagar “Indonesia Terserah” menjadi viral setelah beredar foto dan video para tenaga medis yang masih mengenakan APD lengkap dan membawa selembar kertas bertuliskan “Indonesia Terserah” suka-suka kalian aja. Tagar ini trending pada Senin (18/5/2020).
Seolah cinta tak berbalas #IndonesiaTerserah menggambarkan kekecewaan para tenaga medis yang telah melakukan segalanya untuk menghentikan penyebaran virus ini. Tapi, masyarakat tetap abai dan meremehkan Covid-19 juga atas kebijakan pemerintah yang tidak serius dan plin-plan dalam menangani Covid-19, terlebih dengan dilonggarkannya PSBB.
Indonesia Terserah banyak yang mengartikan para tenaga medis akan menyerah dan stop sampai disini dalam menangani Covid-19. Hal tersebut dibantah oleh dr. Debryana Dewi salah satu relawan Covid-19 di Wisma Atlet dalam acara SAPA INDONESIA MALAM pada Minggu (17/5/2020).
Indonesia Terserah banyak yang mengartikan para tenaga medis akan menyerah dan stop sampai disini dalam menangani Covid-19. Hal tersebut dibantah oleh dr. Debryana Dewi salah satu relawan Covid-19 di Wisma Atlet dalam acara SAPA INDONESIA MALAM pada Minggu (17/5/2020).
Dokter Debryna Dewi menegaskan tagar tersebut bukanlah tanda bahwa para tenaga medis menyerah dalam perjuangan menghadapi pandemi Covid-19. Justru sebaliknya, para tenaga medis akan terus berjuang menghadapi Covid-19 dan tidak lagi memperdulikan terkait sikap masyarakat. Ia menyerahkan kepada masing-masing individu untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. (Tribunnews.com, 18/5/2020).
Sebagaimana kita ketahui Indonesia memiliki jumlah kematian tertinggi di Asia Timur selain China. Jumlah kasus Covid-19 di Indonesia semakin bertambah setiap harinya. Bahkan per Selasa sore,(19/5/2020) pasien positif Covid-19 berjumlah 18.496 orang dengan kematian mencapai 1.221 pasien.
Sedangkan tenaga medis dan sarana kesehatan di Indonesia masih jauh dibawah negara-negara lainnya. Dokter di Indonesia hanya kisaran 200 ribu orang itupun sejak Maret lalu 52 dokter dan perawat telah meninggal dunia karena Covid-19 ini. Belum lagi alat-alat kesehatan dan obat-obatan yang minim dan terbatas. Apalagi vaksin Covid-19 juga belum ditemukan.
Dengan kondisi yang demikian rasanya belum tepat dilakukan pelonggaran PSBB atau diberlakukan pola hidup new normal. Disaat kasus covid-19 di Indonesia belum jelas terlihat ujungnya. Terlebih dengan alasan pertimbangan ekonomi diatas kepentingan menyelamatkan jiwa manusia.
Tapi anehnya setelah 3 bulan kita dirumah dan pemerintah dilema antara pulang kampung dan mudik. Menjelang lebaran tiba-tiba PSBB dilonggarkan. Kendaraan mulai penuh sesak dijalanan. Mall-mall kembali dibuka dan dipenuhi pengunjung. Bandara juga dipenuhi para penumpang. UU minerba tiba-tiba juga disahkan. BPJS dinaikkan. Sungguh aneh kan? semua serba tiba-tiba.
Katanya kita harus jaga jarak tapi justru diadakan konser di Thamrin dengan alasan mengumpulkan donasi. Apakah tidak lebih baik para koruptor mengembalikan uang negara dan memotong sebagian gaji para pejabat. Atau mungkin menjual sebagian aset para konglomerat dan influencer yang punya harta lebih sebagai wujud kepedulian kita bersama.
Memang tidak semua masyarakat itu paham dan peduli terkait Covid-19 ini. Khususnya mereka kalangan menengah kebawah apalagi orang yang sudah tua dipedesaan. Bisa jadi mereka kurang mendapat sosialisasi terkait virus ini.
Tapi anehnya juga ada sebagian anak muda yang justru meremehkan Covid-19 dan menjadikannya bahan lelucon dimedia sosial sungguh itu memalukan. Seharusnya mereka nggak gaptek dan tidak melakukan hal demikian yang justru menyinggung perasaan para tenaga medis yang telah berjuang mati-matian.
Sebenarnya masyarakat tidak akan berani melanggar jika aturan pemerintah benar-benar serius dan hak-hak mereka terpenuhi. Tapi kini masyarakat semakin terbebani ketika harus menanggung hidup sendiri tanpa ada pekerjaan yang pasti. Apalagi terkatung-katung dikota orang tanpa ada makanan dan tepat tinggal. Oleh karena itu, masyarakat mengambil celah dibalik kelonggaran yang dilakukan oleh pemerintah.
Belum lagi rumitnya pembagian bansos. Pembagian yang tidak adil justru menimbulkan polemik baru dikalangan masyarakat bawah apalagi jika ada yang menjadikan musibah ini untuk kepentingan politis itu sangat tidak etis.
Pemerintah seharusnya mengajak para ilmuwan maupun ahli virology untuk bicara serius dan mencari solusi bersama dalam menghadapi pandemi ini. Jangan mengedepankan masalah ekonomi dari pada menyelamatkan jiwa manusia. Apalagi yang menikmati pertumbuhan ekonomi hanya segelintir orang saja. Rakyat Indonesia bukan hanya mereka pemangku kepentingan saja.
Solusi dalam Islam jika terjadi wabah di suatu negeri maka jelas penanganannya sebagaimana hadits Nabi Muhammad Saw “Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri. Maka, jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada didaerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka solusi pertama adalah lock down.
Untuk sarana dan prasarana kesehatan. Dalam Islam, negara wajib membangun berbagai rumah sakit maupun klinik yang memadai dengan peralatan yang lengkap. Ada laboratorium medis, mendirikan sekolah kesehatan baik kebidanan, keperawatan, kedokteran maupun farmasi. Sehingga SDMnya juga berkompeten dan memadai.
Negara juga wajib mengadakan pabrik untuk memproduksi peralatan medis sendiri seperti obat-obatan, jarum suntik, APD, maupun yang lainnya. Biaya pengobatan juga gratis diberikan kepada rakyat. Karena seluruh pembiayaan tadi diambil dari Baitul Mal, baik dari pos harta milik negara maupun milik umum. Sehingga tenaga medis maupun pelayanannya akan terjamin. Dengan demikian kita akan kuat dan Negara sigap ketika terjadi wabah.
Wallahu ’alam bish shawab.
Tags
Opini