Oleh : Ulli Annisa S.Pd*
Setelah dua bulan telah berlangsung PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) di semua level Pendidikan. Kemendikbud berencana akan kembali membuka kembali sekolah pada pertengahan Juli. "Kita merencanakan membuka sekolah mulai awal tahun pelajaran baru, sekitar pertengahan Juli," ujar Plt. Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Muhammad Hamid (CNN Indonesia 09/05/2020)
Tentu wacana tersebut memancing riuh masyarakat. Tak sedikit masyarakat termasuk guru yang sangsi bahwa pada bulan tersebut wabah covid 19 sudah mereda, sehingga masuk sekolah pada saat wabah belum mereda tentu hal yang amat beresiko.( CNN Indonesia 09/05/2020).
Sekalipun kemendibud melalui Plt. Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Muhammad Hamid menyampaikan bahwa akan diterapkan protokol di area sekolah serta wajib menggunakan masker. Beribu sayang, wacana membuka kembali sekolah tidak disertai dengan kasus positif Covid 19 yang belum melandai. Maka hal tersebut menunjukan bahwa wabah belum mereda sepenuhnya.
Wacana tersebut tentunya tak lepas dari motif yang selalu jadi dasar pemerintah untuk mengambil keputusan, yakni motif ekonomi. Lihat saja bagaimana keputusan terkait rileksasi (pelonggaran) PSBB (Kompas.com) hingga himbauan agar usia dibawah 45 tahun bisa berkativitas seperti biasa (detik.com) amat erat kaitnnya dengan pemulihan ekonomi. Wacana membuka sekolah pun tak luput dari motif sosial ekonomi.
Kesekian kalinya pemerintah menunjukan bahwa keselamatan rakyat bukan prioritas. Tidak hanya itu, keputusan-keputusan pemerintah terkesan serampangan tanpa pertimbangan matang dan saling tumpang tindih.
Watak Rezim Ruwaibidhah
Rasulullah SAW bersabda
“Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang “Ruwaibidhah” berbicara. Ada yang bertanya, “Siapa Ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, “Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum.” (HR. Hakim).
Sangat tepat jika predikat itu disematkan kepada pemerintah saat ini, yang segala tindak tanduk bahkan keputusannya tidak cukup “pintar” khususnya dalam menangani wabah covid 19. Jika negara lain sudah waspada akan ancaman virus ini, beda halnya dengan Indoensia yang menganganggap main-main, terbukti dengan statement menkes tentang masker, menolak hasil penelitian Harvard university, lalu tetap membuka penerbangan dari luar negri khususnya China.
Padahal dengan SDA dan SDM yang dimiliki Indonesia bias akhirnya dikerahkan untuk menghalau virus ini masuk ke Indonesia. Apakah itu dengan menutup semua penerbangan dari luar negri dan memberlakukan lockdown demi melindungi masyarakat. Tapi sayang hal tersebut tidak dilakukan. Kembali pada tidak sampainya nalar pemerintah dalam penanganan wabah covid 19
Kepemimpinan Islam yang sejati
Protokol penanganan wabah sejatinya telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat. Penanganan yang jauh dari motif ekonomi. Penanganan yang memprirotaskan keselamatan masyarakat. Kepemimpinan Islam tentu akan melalukan upaya preventif dan kuratif dalam penanganan wabah. Dengan adanya syariat berkenaan lockdown , social distance sampai didorongnya para ahli untuk mencari obat penyakit tersebut.
Maka, benar bahwa covid 19 menunjukan begitu lemahnya manusia dan begitu rapuhnya kepemimpinan selain Islam. Kelemahan ini hakikatnya adalah bukti bahwa manusia membutuhkan aturan Allah SWT untuk mengatur hidup mereka. Termasuk dalam mengatasi virus covid 19 yang mewabah, kita semua membutuhkan penyelesaiannya. Penyelesaian yang cepat dan tuntas, dan itu semua ada dalam syariah Islam.
Akhirnya , sudah saatnya kita mengambil Islam sebagai jalan hidup dan mengatasi seluruh persoalan yang ada. Saatnya meninggalkan rezim Ruwaibidhah yang berwatak kapitalisme, yang menjadikan cost and benefit sebagai prioritas dan tentunya membawa kesengsaraan bagi masyarakat. Rezim yang tidak mengetahui fungsi dan perannya sebagai pengayom dan pelindung masyarakat. Saatnya syariat Islam diperjuangkan oleh semua level masyarakat, baik di Indonesia maupun dunia. Dengan begitu, bagaimana masyarakat akan hidup dengan penuh keberkahan. Insya Allah.
*(Pengajar Pendidian Vokasi)
Tags
Opini