Oleh : Nurdila Farha
Pelajar SMA
Petugas gabungan terdiri personel Polresta Bandung dan Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bandung menjaga ketat area exit Tol Cileunyi. Mereka menghalau kendaraan bermotor roda empat yang diketahui merupakan pemudik. Bahkan, petugas meminta mobil pemudik itu putar balik.
Dari pantauan detik.com, Sabtu (25/4/2020), pukul 10.30 WIB, sejumlah petugas menanyakan keperluan pengendara. Petugas meminta pengendara menunjukkan kartu identitas dan surat kendaraan. Beberapa pengendara berniat mudik. Kasatlantas Polresta Bandung AKP Hasby Ristama mengatakan pada hari kedua Operasi Ketupat di exit Tol Cileunyi atau mulai pukul 08.00 hingga 09.00 WIB, sudah lebih lima mobil pemudik yang dipaksa putar balik. Hasby mengatakan sebagian pintu tol tersebut tidak difungsikan. Hanya tiga dari enam pintu yang dioperasikan. Hal tersebut untuk kanalisasi kendaraan dan memudahkan petugas dalam pemeriksaan. Bukan hanya mobil berpelat luar kota Bandung, mobil pelat D yang membawa banyak penumpang, tidak bawa kartu identitas atau tugas, dan berniat mudik, akan dipaksa oleh petugas untuk memutar balik. Polisi meminta kepada masyarakat untuk tidak mudik.
Dilansir dari Kompas.com, Akademisi Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Gabriel Lele menilai, larangan mudik yang dikeluarkan oleh pemerintah merupakan kebijakan yang bagus. Akan tetapi, larangan itu seharusnya dikeluarkan ketika kasus mulai merebak ke beberapa daerah. Menurut Gabriel, jeda waktu antara pengumuman dan penerapan larangan pada Jumat (24/4/2020) tidak menunjukkan ketegasan untuk menghadang orang untuk tidak mudik. Dengan kondisi penduduk yang mobile, Gabriel menilai pelaksanaan kebijakan itu tidak bisa dilakukan melalui mekanisme pemerintah, tetapi lebih ke komunitas. Karenanya, dia meminta agar pemerintah memberdayakan RT atau RW secara optimal.
Senada dengan Gabriel, epidemiolog Indonesia kandidat doktor dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, bersyukur bahwa pemerintah akhirnya mendengar masukan para ahli. "Lebih baik telat dari pada tidak sama sekali. Sangat berbahaya sekali kalo sampai mudik. Potensi timbul kluster di daerah dan desa itu bakal membebani bukan hanya dalam jangka pendek tapi jangka panjang," karta Dicky saat dihubungi, Selasa (21/4/2020). Ke depan, Dicky berharap agar kebijakan terkait dengan Covid-19 dikaji secara matang dengan para ahli yang kompeten, sehingga tidak kehilangan waktu dan salah langkah. Sebab, faktor waktu dalam upaya melawan pandemi virus Corona adalah hal yang sangat vital.
Kebijkan yang ditetapkan pemerintah sebagaimana fakta di atas memang diakui terlambat mampu memutus mata rantai Covid-19. Pasalnya, satu kebijakan berupa larangan mudik atau PSBB tidak diikuti kebijakan lainnya yang dapat mendukung rakyat patuh atau betah berdiam diri di rumah. Sebut saja pemenuhan kebutuhan makan, cicilan, kontrakan, listrik, gas, SPP, berobat, quota serta pulsa tak dapat dipenuhi negara.
Kondisi abainya pelayanan negara terhadap korban terdampak hingga saat ini belumlah maksimal. Menjadi beban masyarakat kecil sekaligus dilema yang tak berujung seakan tak menjadi prioritas pemerintah. Inilah potret buram riayah dalam sistem sekular kapitalis.
Berbeda halnya dalam sistem pemerintahan Islam. Larangan Pulkam tentu tak perlu dilakukan negara jika pemberlakuan lockdown sejak dini telah dilakukan kemudian dilanjutkan dengan upaya maksimal memberikan pelayanan secara menyeluruh hingga tujuan memutus mata rantai virus bukan lagi angan-angan. Praktik Rasulullah saw. dan Umar bin Khaththab ra. adalah contoh riilnya.
Penerapan syariat Islam secara keseluruhan dalam semua aspek kehidupan oleh negara Khilafah akan memastikan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Negara Khilafah akan menjamin terhindarnya manusia dari bahaya kelaparan. Khalifah, sang penguasa Islam, akan menjalankan tugasnya hingga jaminan tersebut benar-benar bisa direalisasikan. Itu karena kesadaran penuh bahwa ia memiliki tugas sebagai raa’iin (pengatur dan pemelihara) dan junnah (pelindung) sebagaimana sabda Rasulullah :
“Seorang imam adalah raain (pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya), dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Khalifah menyadari penuh bahwa pengurusan dan penjagaan terhadap rakyatnya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah di hari akhir kelak. Satu saja rakyatnya yang lapar, maka begitu besar murka Allah kepadanya. Apalagi jika kelaparan itu sampai mengantarkan kepada kematian. Sudah masyhur dalam sejarah Islam bagaimana kisah Khalifah Umar bin Khaththab ra. yang rela memanggul sendiri sekarung gandum demi untuk seorang wanita yang kelaparan dengan kedua anaknya, sementara ia sebagai penguasa baru mengetahuinya.
Negara Khilafah akan melahirkan sosok-sosok penguasa yang bertakwa kepada Allah, takut kepada-Nya, dan selalu merasa diawasi oleh-Nya hingga membuatnya bersungguh-sungguh berusaha mengurus seluruh urusan rakyatnya. Negara Khilafah akan memenuhi kebutuhan pokok tiap rakyatnya baik berupa pangan, pakaian, dan papan. Mekanismenya adalah dengan memerintahkan para laki-laki untuk bekerja (lihat QS al-Baqarah: 233) dan menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi mereka. Bagi yang tidak mampu bekerja karena sakit, cacat, ataupun yang lainnya, maka Islam telah menetapkan nafkah mereka dijamin kerabatnya. Tapi jika kerabatnya juga tak mampu, maka negara Khilafah yang akan menanggungnya. Adapun di masa wabah, maka negara Khilafah akan menerapkan kebijakan lockdown sehingga rakyat di wilayah terdampak tak bisa keluar dan yang di luar tak bisa masuk. Dalam kondisi seperti ini maka semua rakyat di wilayah terdampak akan dijamin kebutuhan pokoknya. Adapun wilayah yang tak terdampak bisa tetap menjalankan aktivitas ekonominya sehingga roda perekonomian bisa berjalan dengan baik. Negara Khilafah bisa fokus menyehatkan rakyat yang sakit dan mengedukasi agar yang sehat tidak tertular yang sakit di daerah terdampak.
Sungguh berbeda dalam sistem kapitalisme, rakyat harus menjadi miskin dulu untuk mendapat bantuan dari pemerintah. Itu pun harus dengan berbagai syarat sebagai bukti bahwa ia benar benar miskin. Peran negara kapitalis hanya sebatas fasilitator dan motivator, sementara urusan rakyat diserahkan kepada mereka sendiri. Bahkan, saking berlepas tangannya, harta zakat dan haji dijadikan salah satu sumber dana penanganan wabah sehingga penarikan dan pendistribusiannya dianjurkan dimajukan. Sementara negara Khilafah akan hadir dalam setiap kondisi dan akan menjalankan fungsinya sebagai raain dan junnah. Melindungi keimanan mereka, ketaatannya, juga keselamatan jiwanya.
Sistem politik yang sehat, pengaturan ekonomi yang adil, pendistribusian kebutuhan pokok (primer) yang merata ke seluruh individu masyarakat, dan pemberian fasilitas yang adil bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya, pengendalian media massa, kuatnya sistem keamanan, ketakwaan individu, kontrol masyarakat yang baik (adanya amar makruf nahi mungkar), semuanya itu akan mencegah kriminalitas, baik dalam kondisi normal maupun saat wabah melanda. Sudah saatnya umat manusia meninggalkan sistem kapitalisme dan beralih kepada sistem Khilafah. Sistem sahih yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, dan telah terbukti selama lebih dari 13 abad berkuasa di dunia, melahirkan peradaban unggul nan mulia yaitu peradaban Islam yang membawa kejayaan umat Islam dan kesejahteraan.
Wallahu a’lam bi ash Shawab
Tags
Opini