Oleh : Rut Sri Wahyuningsih
Admin Kajian Online BROWNIS
Judul kali ini agak susah menghayatinya. Secara sejak cek darah beberapa tahun yang lalu ada indikasi gejala diabetes, jadi mulai mengurangi konsumsi gula. Dan bertepatan juga sekeluarga hanya saya penyuka kolak, jadi seringnya memilih tak buat. Daripada hanya makan sendirian, sungguh tak asyik.
Mencoba bicara langkanya gula dari sisi yang lain saja deh. Di masyarakat kita gula termasuk dalam daftar kebutuhan pokok. Berbagai tradisi yang menyertai kehidupan manusia selalu menggunakan gula, bisa diartikan gula sama tuanya dengan peradaban manusia.
Gula dikenal oleh orang-orang di Polinesia sejak ribuan tahun lalu dari tanaman yang kini kita sebut sebagai tebu. Pada tahun 510 SM, tanaman tebu tersebar ke pesisir India yang dibawa oleh Raja Darius dari Persia. Pada masa Dinasti Gupta, tanaman tebu kemudian diolah menjadi kristal yang kini disebut sebagai gula ( fimella.com,19/12/2018).
Indonesia sendiri dikenal sebagai salah satu negara pengekspor gula. Namun kini ironi, Indonesia malah jadi importir. Kemana perginya kejayaan itu? Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan salah satu penyebabnya adalah masih ada pabrik gula yang menahan stok gula di gudang mereka, bahkan menjurus ke kartel.
Terkejut juga ketika waktunya beli gula di toko langganan ternyata harganya sudah 20 ribuan. Ya Allah, mengapa harga gula jadi berlomba dengan harga beras? Dan heran juga mengapa sejumlah pabrik gula melakukan penahanan, pemerintah malah mengambil kebijakan impor dengan alasan untuk menyeimbangkan harga. Bukankah lebih baik menggunakan kebijakan yang lain?
Dalam Islam, ketahanan pangan sangatlah vital dimiliki oleh sebuah negara. Disamping industri yang mendukung ketahanan pangan tersebut. Beberapa waktu lalu petani tebu memprotes kebijakan pemerintah untuk impor gula, hingga mereka membiarkan tebu tak dipanen dan mengering di ladang. Hal yang demikian tak akan terjadi jika asas kebijakannya adalah maslahat umat.
Impor hanyalah menyenangkan perut importir. Merekalah pihak yang sebenarnya sedang menari diatas penderitaan rakyat. Bagi mereka kelangkaan gula ini adalah salah satu kesempatan emas untuk memperoleh keuntungan. Padahal jelas daya beli masyarakat melemah di sebabkan sejak pandemi mewabah banyak yang harus dirumahkan alias PHK.
Tak mudah memang mengusut lingkaran setan aliran gula di Indonesia, sebab ada penguasa yang bermain di dalamnya demi sebuah kepentingan. Kalau ada yang bilang , manisnya gula bisa diganti dengan yang lain, betul juga, saking kreatifnya orang Indonesia bisa menciptakan gula dari bahan apa saja, terakhir dari kulit singkong.
Tapi kita tak sedang berbicara tentang teknologi kreatifitas. Namun kedaulatan pangan, yang ternyata negara kita tak punya lagi. Astaghfirullah..
Tags
Opini