Dilema Kesehatan dan Ekonomi Masyarakat Akibat Pelonggaran PSBB




Oleh : Khaulah al-Azwar al-Islamiyah
Member Akademi Menulis Kreatif dan Mahasiswi

Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah untuk menekan jumlah pasien Covid-19 agar tidak bertambah. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) merupakan salah satu alternatif yang digunakan oleh pemerintah. Sudah banyak daerah yang menerapkan kebijakan tersebut, terutama daerah Jabodetabek dan Surabaya.

Jabodetabek telah memasuki masa PSBB yang kedua hingga tanggal 22 Mei 2020 mendatang. Sedangkan daerah Surabaya masih pada tahap PSBB pertama. Dalam proses PSBB ini, tentunya ada berbagai macam kendala yang dihadapi. Di daerah Jabodetabek, tingkat pasien Covid-19 masih belum menunjukkan tanda-tanda penurunan yang signifikan.

Bukan hanya itu, masalah lain yang timbul adalah menurunnya jumlah pendapatan masyarakat. Bahkan ada yang tidak memiliki pemasukan sama sekali. Ada yang beralih profesi demi memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Tak jarang dari mereka harus memutar otak agar penghasilan yang diperoleh cukup untuk keluarganya selama masa pademi Corona. 

Menurut pendapat Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira, jika PSBB terus berlanjut hingga periode akhir bulan, krisis ekonomi semakin menghujam parah. Pertumbuhan ekonomi pada tahun ini (2020) bisa saja menjadi minus 2% dengan meningkatnya kemiskinan 12%-13%. Sementara pengangguran akan meningkat drastis. Dari 5% naik menjadi 9%-10%, atau bahkan dua kali lipat lebih. (BBC, 4/5/2020)

Menurunnya tingkat ekonomi di Indonesia tidak hanya berdampak pada pelaku usaha kecil dan menengah. Pelaku usaha besar seperti pabrik-pabrik pun mengalami penyendatan, bahkan banyak karyawan buruh yang menjadi korban PHK. 


Menteri Kopolhukman, Mahfud MD menyampaikan, pemerintah memprediksi kasus Covid-19 akan menurun pada Juli. Maka dari itu, saat ini sedang disiapkan rencana relaksasi PSBB. Pelonggaran ini dilakukan agar pelayanan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetap seimbangan.

Dipilihnya ide pelonggaran PSBB oleh Mahfud MD untuk merespon keluhan masyarakat yang memiliki kesulitan mencari nafkah dan berbelanja. Ternyata, dengan diberlakukannya PSBB ini, banyak masyarakat yang mengalami stres. Jika stres terus dibiarkan akan berdampak pada sistem kekebalan tubuh. Sehingga, virus Covid-19 akan mudah menyerang tubuh yang memiliki sistem kekebalan yang lemah.

Alasan Mahfud MD justru dibantah oleh beberapa tokoh, di antaranya adalah Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, yang mempertanyakan alasan Mahfud MD melakukan relaksasi. Pernyataan PSBB membuat masyarakat sulit berbelanja hanyalah dibuat-buat.

Dedie menyampaikan, jika tempat persediaan kebutuhan pokok, seperti pasar tetap dibuka meski saat PSBB. Bahkan rumah makan masih buka dengan pelayanan delivery order. Tidak benar jika beralasan agar masyarakat dimudahkan berbelanja. Justru perlakuan PSBB saat ini sudah mencukupi. (cnbcindonesia, 4/5/2020)

Hal serupa disampaikan oleh Wakil Sekretaris Partai Demokrat, Irwan. Ia mengkritik mengenai pernyataan PSBB membuat masyarakat stres. Menurutnya, PSBB yang saat ini diberlakukan masih bersifat longgar dan tidak tegas. Pernyataan ini diperkuat dengan bertambahnya pasien Covid-19.

Irwan menyarankan, PSBB seharusnya lebih diperketat lagi. Agar berjalan efektif, perlu ada sanksi pelanggaran yang tegas. Jika ada yang stres, itu dikarenakan biaya hidup selama PSBB tidak dijamin oleh negara. Masyarakat harus bisa menutupi kebutuhannya sendiri.

Kondisi karut marut ini sudah terjadi sejak awal diberlakukannya PSBB. Pemerintah terlihat tidak serius dalam menangani wabah ini. Saat dunia sudah kewalahan melawan Covid-19, pemerintah justru sibuk menggenjot investasi.

Bukan karantina wilayah atau lockdown yang dipilih, PSBB menjadi opsi yang diberlakukan ketika Covid-19 sudah menyebar. Irwan menambahkan, apa yang dilakukan pemerintah saat ini hanya terkesan melindungi kedudukan dan ekonomi saja. Masalah nyawa rakyat urusan selanjutnya. (cnbcindonesia, 4/5/2020)

Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Dewan Perwakilan Rakyat, Syahrul Aidi Maazat, mencurigai rencana relaksasi PSBB hanya untuk melonggarkan sejumlah pelaku usaha. Mereka yang hampir bangkrut, sehingga mendesak pemerintah untuk melonggarkan kebijakan PSBB.

Jika dugaan yang dilontarkan oleh Syarhul Aidi itu benar, artinya pemerintah telah melanggar asas keadilan dalam Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam UU tersebut menegaskan bahwa keselamatan masyarakat adalah hal yang paling utama. Syahrul mengkhawatirka, jika PSBB ini dilonggarkan, maka akan menambah korban Covid-19. (tempo, 3/5/2020)

Dari semua penjelasan yang telah dipaparkan oleh beberapa tokoh, bisa ditarik kesimpulan mengapa PSBB akan dilonggarkan? Pertama, karena alasan ekonomi. Kedua, karena kesulitan negara menjamin kebutuhan masyarakat saat pandemi.

Alasan pertama, seperti yang dipaparkan oleh Ekonom INDEF, Bhima Yudisthira, jika pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat hingga minus dua persen. Hal ini yang akan mengakibatkan tidak berjalannya sektor perekonomian. Baik itu sektor usaha, moda transportasi dan aktivitas ekonomi lainnya.

Bila hal ini terus terjadi dan dibiarkan begitu saja, maka Indonesia akan berada dalam kondisi krisis ekonomi yang lebih pada dari pada 1998. Oleh sebab itu, perlu adanya penyelesaian masalah secara tuntas, agar masalah ini tidak berlanjut.

Bagi usaha-usaha nonpangan atau kesehatan, tentu mengalami kemerosotan pendapatan atas usahanya. Itu sebabnya, para pelaku usaha menekan pemerintah agar usahanya tetap berjalan. Prinsip ekonomi kapitalis yang dipakainya tidak memikirkan unsur kemanusiaan. Bagi para pelaku usaha sistem kapitalis, hanya mementingkan keuntungan semata.

Alasan yang kedua, banyak masyarakat mengaku stres karena sulit mendapatkan uang, para pemudik yang akhirnya nekat untuk pulang ke kampung halamannya, korban PHK ada yang nekat bunuh diri dan bahkan ada yang rela menjual ginjal demi kebutuhan sehari-hari. Semua kekacauan ini telah tergambarkan, jika negara tidak mampu memenuhi kebutuhan rakyatnya.

Seharusnya, negara bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya, baik dalam menerapkan kebijakan PSBB, karantina wilayah ataupun lockdown. Bagi yang kesulitan ekonomi, negara yang menjamin sepenuhnya. 

Penyelesaian masalah ala kapitalis justru akan mencari solusi agar dana yang dikeluarkan oleh negara tidak membengkak. Apalagi, melihat kondisi negara yang sedang krisis moneter seperti sekarang ini. 

Islam memiliki pandangan yang bertolak belakang dengan solusi yang disajikan oleh sistem kapitalis. Dalam sistem Islam, solusi pertama yang dilakukan negara adalah menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok hingga kebutuhan sekunder per individu dan masyarakat. Jika negara dalam kondisi aman atau terkena bencana, seperti bencana alam maupun wabah Covid-19 seperti sekarang ini, negara akan menjamin semua kebutuhan masyarakat.

Bila dalam kasus penularan wabah, yang dilakukan oleh negara adalah karantina wilayah tempat wabah itu terjadi. Penjagaan ketat pun diberlakukan, agar warga daerah wabah tidak keluar dari wilayah tersebut demi mengantisipasi penularan secara bebas. Begitu juga dengan warga yang berada di luar daerah, tidak dibiarkan masuk demi keamanan bersama.

jika karantina wilayah yang diberlakukan, negara dalam sistem Islam menjamin kebutuhan tiap individu. Sebab, ketika menjalani masa karantina wilayah, mereka pasti kekurangan uang dan bahan makanan untuk memenui kebutuhan hidupnya. Negara akan memberikan bantuan, meskipun perekonomian di daerah tersebut sedang mengalami kemunduran. Bagi negara, prioritas utama adalah keselamatan rakyat.

Negara Islam telah menyediakan kas besar di Baitul Mal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sehingga, tidak dibenarkan jika kas di Baitul Mal digunakan untuk keperluan yang tidak berarti, apalagi dikorupsi oleh para pejabatnya.
Kas ini bisa diperoleh dari kas negara atau kas umum. Kas umum juga bisa diperoleh dari pengeloalaan sumber daya alam, baik itu air, tambang ataupun hasil hutan.

Apabila SDA dikuasai dan dikelola dengan bijak oleh negara, maka hasilnya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.  Bahkan bisa digunakan dalam keadaan darurat di kala datang bencana maupun wabah.

Negara berdasarkan Islam tidak bersifat lokal. Oleh karena itu, jika ada satu wilayah yang benar-benar dalam keadaan kekurangan, daerah lainnya akan mengulurkan bantuan. Begitulah prinsip dalam Islam, bahwa umat Islam bagaikan satu tubuh. Jika ada bagian tubuh yang merasakan sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakannya.

Bukan hanya mengandalkan otonomi daerah yang akhirnya harus berlomba-lomba antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Hal itu dapat mengakibatkan daerah yang kaya akan sejahtera, sedangkan yang miskin tetap merana.

Semua solusi tuntas hanya dilakukan oleh sistem yang kompleks dan bukan sistem buatan manusia yang sudah pasti banyak kekurangannya. Sistem itu hanya berasal dari Sang Kholiq, sistem yang dibawa oleh Rasulullah saw. untuk kebaikan seluruh umat manusia, yaitu sistem khilafah sebagai institusi pemerintahannya.

Wallaahu a’lam bishshowaab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak