Oleh: Salwa Hidayah
Pelajar, Aktivis Serdang Bedagai
Saat ini kondisi dunia tidak dalam keadaan
baik-baik saja, virus yang berawal dari seekor kelelawar yang berasal kota
wuhan tersebut menyebar ke penjuru dunia dan menelan beribu korban jiwa, virus
yang dinamakan covid -19 ini masih menjadi momok mengerikan dunia saat ini dan
belum usai. Virus ini jugalah yang menyerang
negeri khatulistiwa saat ini, selama kurun waktu 2 bulan ribuan masyarakat
Indonesia terinfeksi virus ini, dan ratusan masyarakat meninggal dunia, dan
hanya sekup presentase kecil yang dinyatakan sembuh.
Namun
sayang pemerintahan Indonesia tidak kunjung memberikan kebijakan tegas serta
terarah dalam menyelesaikan masalah pandemi ini, banyak hal- hal yang
dibutuhkan namun dikesampingkan oleh pemerintah, misalnya saja, minimnya APD
(alat pelindung diri ) untuk tenaga medis, tidak adanya kesinkronan antara
kebijakan pusat dengan kebijakan daerah,. Bahkan lebih parahnya pemerintah
mengeluarkan dan melaksanakan kebijakan yang tidak sama sekali ada hubungannya
dengan masalah pandemi ini, seperti kebijakan yang dikeluarkan oleh kemenkumham
berikut.
Jakarta,
CNN Indonesia – kementrian hukum dan hak asasi manusia (KemenkumHam) yang
dipimpin oleh Yasonna H. laoly itu tengah menggalakkan program asimilasi dan
integrasi yaitu mengeluarkan dan membebaskan narapidana berkenaan dengan
corona, “ hingga saat ini yang keluar dan bebas 30. 432 melalui asimilasi
22.412 dan integrasi8.020 narapidana dan anak,” ujar kepala bagian humas dan
protokol ditjen PAS, Rika Aprianti kepada CNN Indonesia. Com, sabtu (4/4) .
Dari
sini dilihat kebijakan yang dikeluarkan Kemenkumham ini adalah kebijakan yang
tidak ada hubungannya dengan pandemi yang sedang menyerang negeri ini, bahkan
kebijakan tersebut bisa membuat kondisi semakin memburuk, seperti timbul banyaknya kriminalitas yang terjadi
di tengah-tengah masyarakat. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi masalah
seperti pencurian, begal, pembunuhan dan kriminalitas lainnya seperti yang
dilansir oleh kumparan.com, seperti di Bali
pria yang bernama Ikhlas alias Iqbal (29) yang dibebaskan pada 2 april
ia kembali ditangkap pada 7 april karena menerima paket ganja seberat 2
kilogram, lalu di Sulawesi selatan seorang pria bernama Rudi hartono harus
kembali mendekam dalam penjara karena hendak mencuri di rumah warga, dan
selanjutnya di Blitar seorang pria berinisial MS ditangkap dan babak belur
diamuk massa setelah kepergok mencuri motor warga, MS dibebaskan pada 3 april
dan ditangkap tiga hari kemudian. Masalah kriminalitas akan semakin bertambah
jika para napi dibiarkan begitu saja kendatinya
dapat menibulkan keresahan di dalam masyarakat sekitar.
Dari
peristiwa di atas dapat ditarik 2 akar permasalahan, pertama: minimnya edukasi
untuk para napi, saat para napi masih dalam masa penahanan atau di dalam lapas
atau rutan, seharusnya mereka diberi edukasi ( pendidikan) yang memadai untuk
mereka dapat meneruskan hidup mereka sewaktu mereka keluar dari rutan atau lapas
sehingga mereka tidak akan berbuat kriminal hanya untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka, misalnaya mereka diajarkan membuat kerajinan yang dapat dijual
atau keratifitas lainnya. kedua : tidak terpenuhinya kebutuhan para napi, di tengah
- tengah pandemi saat ini orang sedang mengalami kesulitan ekonomi karena
banyaknya perusahaan yang tutup karena harus stay at home, café-café yang tutup
sehingga minimnya lapangan pekerjaan, sehingga mau tidak mau para napi yang
baru saja dilepas ini pun harus kembali melakukan tindakan pidana seperti
berita di atas hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka serta keluarganya.
Beginilah
apabila negeri ini dipimpin oleh pemimpin yang minim memikirkan urusan rakyatnya,
sehingga kebijakan yang mereka buat pun bukanlah kebijakan yang solutif untuk rakyat.
Seharusnya sebelum mereka memberlakukan suatu kebijakan mereka harus jawab 2
pertanyaan, 1) apakah kebijakan ini solutif untuk menyelesaikan permasalahan
yang sedang terjadi saat ini, 2) apa dampak jika kebijakan ini direalisasikan.
Namun nyatanya pemimpin kita hanya memikirkan kepentingan mereka dan melupakan akan kepentingan serta hak - hak rakyatnya berupa kesejahteraan,
keamanan dan hak - hak lainnya. Terbukti pemimpin saat ini adalah pemimpin yang
individualis sesuai dengan mabda yang mereka anut yaitu kapitalis.
Lain
halnya jika pemimpin negeri ini menggunakan kepemimpinan berfikir mereka dengan
mabda islam, sebab di dalam islam pemimpin adalah orang yang mengursi urusan
rakyatnya, sehingga pemimpin harus memastikan bahwa sudah terpenuhinya hak –
hak rakyat, maka dari itu pulalah setiap kebijakan yang mereka ambil akan
selalu memikirkan kepentingan rakyatnya, sebagaiman saat mabda islam masih
dianut dan direalisasikan di 2/3 dunia saat itu.
Wallahu a’lam bishawab