Covid-19: Akankah Pandemi Segera Berakhir?



Oleh: Ummu Qila


Semua orang berharap wabah Covid-19 segera berlalu. Aktivias kembali normal. Namun, melihat perjalanannya dari Maret sampai Mei, kaasus Covid-19 masih menunjukkan angka yang besar yakni sekitar 90 orang perhari. Melihat fakta yang terdata ini, masyarakat belum bisa dinyatakan aman.

Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19, Doni Monardo menyampaikan kepada publik bahwa prediksi Pemerintah kasus Covid-19 di Indonesia selesai pada Juni 2020 mendatang jika semua masyarakat disiplin dan mengikuti aturan yang berlaku. Dengan begitu, diharapkan aktivitas masyarakat kembali normal pada Juli 2020. (liputan6.com 29/04).

Prediksi Ketua gugus Tugas Penanganan Covid-19, Doni Monardo yang setidaknya memberikan angin segar, khususnya bagi warga terdampak yang kini nasibnya semakin tidak menentu. Harapan untuk kembali hidup bernapas normal. Dalam hati kecil pun terbersit keraguan, benarkah Juni wabah berakhir ?

Dikutip dari sindonews.com, prediksi puncak pandemi Covid-19 di Indonesia berakhir bulan Juni 2020 mengacu hasil riset lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang didirikan Denny JA. Riset dilakukan dengan mengolah tiga data dan informasi, yakni Worldometer data dunia virus Corona, Singapura University of Technology and Design, serta berbagai hasil riset lainnya.

Salah satu dari tiga simpulan hasil riset LSI bahwa Indonesia termasuk sebagai negara menengah (kategori B) dari sisi kecepatan menyelesaikan kasus virus Corona untuk mencapai level 99% tuntas. Dan diperkirakan jatuh di bulan Juni 2020. Dengan catatan seluruh protokol kesehatan WHO dilaksanakan seperti social distancing, work from home, larangan mudik, dll.
Namun, hasil riset LSI ini disangsikan oleh epidemiolog dari Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Bony Wien Lestari. Menurutnya, angka pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 masih terus melonjak saat ini (liputan6.com).
"Sebagai seorang epidemiolog, saya akan bertanya atas dasar apa kemudian beliau bisa menyatakan bahwa pandemi akan berakhir Juni dan kondisi Indonesia mulai normal Juli? Hingga saat ini, masih menunjukkan tren peningkatan kasus positif, ODP dan PDP disertai perluasan kasus ke hampir seluruh kabupaten kota di mana sekarang 25 dari 27 kabupaten kota sudah terdampak Covid-19," kata Bony Kepada Liputan6.com, Sabtu (2/5/2020).

Menurut Bony, indikator penurunan semestinya bukan hanya dilihat dari angka orang terinfeksi virus Corona di wilayah Jakarta saja. Semestinya juga di wilayah sekitar, bahkan seluruh Indonesia harus dites.

Melihat dari kepatuhan masyarakat pada pemerintah pun sudah terkategori akut. Pasalnya, kebijakan pemerintah sering kali membingungkan, mengecewakan rakyat dan tidak berpihak pada rakyat. Membuat "gemes" hingga akhirnya masyarakat berjalan mengikuti kata hati. Belum lagi anjuran larangan mudik tidak dibarengi dengan seperangkat aturan yang mendukungnya.

Dilansir Tirto.id, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memutuskan untuk membuka lagi akses layanan seluruh moda transportasi umum mulai Kamis, 7 Mei 2020. Kelonggaran tersebut atas arahan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Alasannya agar roda perekonomian nasional tetap berjalan di tengah pandemi.

Rupanya kebijakan Menhub kembali menuai pesimistis. Dikutip dari Sumber.com, Kepala Gugus Tugas Covid-19 Doni Monardo pesimis wabah covid-19 bisa selesai. Pasalnya, selain menghadapi virusnya, Doni menyebut pihaknya harus berhadapan dengan persoalan lain.
"Inilah saya katakan tadi kita punya tiga persoalan, pertama penyakitnya Covid, kedua birokrasi kita tidak terintegrasi, ego sektoral," kata Doni dalam paparannya kepada Tim Pengawas DPR, Jumat (8/5/2020) .

Harapan yang belum satu minggu berlalu sudah kembali mengecewakan, kebijakan ini menyebabkan penyebaran virus terbuka lebar ke daerah-daerah. Pemerintah seperti tidak serius menangani wabah ini. Kebijakannya selalu berputar pada keselamatan ekonomi, bukan pada selesainya masalah.

Hasil penelitian ini alih-alih membuat tenang warga, yang ada malah menambah problem baru yaitu peremehan terhadap wabah. Jika masyarakat sudah menganggap remeh wabah ini, mungkinkah wabah ini segera berakhir?

Terlepas dari prediksi kapan berhentinya wabah, semestinya pemerintah konsentrasi menghentikan sebaran wabah dengan maksimal. Juga melakukan penanganan maksimal terhadap penderita, sekaligus meriayah yang terdampak. Angka kematian yang tinggi akibat virus jangan sampai disusul dengan angka kematian akibat kelaparan. Karena bagaimana pun banyak warga terdampak yang sangat butuh pertolongan.

Dampak wabah Corona tergantung dari berapa lama virus ini menjangkiti manusia. Ketahanan manusia, keluarga, dan juga negara memiliki batasnya. Pengabaiaan terhadap penyelesaian, memicu virus ini semakin mewabah disertai besarnya dampak yang ditimbulkan pascawabah.

Pemerintah seharusnya fokus penanganan saat wabah, karena kondisi pasca wabah ditentukan seberapa besar penanganan saat wabah ini berlangsung. Prioritas kebijakan pemerintah harusnya mengenai bagaimana agar wabah ini segera berakhir dan bagaimana penanganan pada korban yang terjangkit. Kebijakan yang kotadiktif seperti diizinkannya 500 TKA Cina masuk ke Sulawesi Utara, padahal kita tahu Cina adalah episentum wabah, makin menyisakan tanya: kapan selesainya wabah?

Oleh karena itu, kita harus secepat mungkin menghentikan pandemi ini agar dampak pascawabah tidak terlalu besar. Baik bagi ekonomi dan terlebih bagi peradaban umat manusia.
Namun sungguh sayang, rezim sekuler kapitalis dengan kebijakannya yang kontraproduktif tadi telah menjadikan wabah ini tidak kunjung selesai. Oleh karenanya, mendesak untuk mengadopsi sistem alternatif yang mampu mengatasi persoalan wabah. Sistem itu tiada lain yakni Islam. Bagaimana konsep Islam mengatasi wabah?

Islam Menjamin Kebutuhan
Islam dengan seperangkat aturannya akan memaksimalkan menghentikan wabah ini secepat mungkin. Karantina total yang dicontohkan Rasulullah saw. adalah wujud nyata cara terampuh menyelesaikan masalah ini.

Adapun Islam sebagai agama paripurna telah menjelaskan bahwa nyawa seorang manusia lebih berharga dari bumi dan isinya. Maka dari itu, menghentikan wabah bukan semata karena berdampak pada ekonomi, namun lebih dari itu: menyangkut nyawa manusia. Artinya, kesehatan manusia yang diutamakan.
Maka dari sanalah lahir kebijakan-kebijakan yang memuliakan manusia.

Warga yang terdampak akan mendapatkan bantuan yang layak sehingga bisa menjalani masa karantina dengan lebih ringan. Begitupun warga yang terjangkit, akan mendapatkan fasilitas kesehatan yang prima dalam menjemput kesembuhannya. Negara menjamin seluruh kebutuhan pokok masyarakatnya, sandang, pangan dan papan termasuk juga kesehatan, keamanan dan pendidikan. Baik saat tak ada wabah, apalagi saat wabah berlangsung.

Keberpihakan Islam pada masyarakat menjadikan mereka tunduk dan patut terhadap semua kebijkan dengan ridha dan penuh ketaatan. Sehingga apabila kita menginginan semua urusan kemasyarakatan termasuk segera berakhirnya wabah, maka mau tidak mau pemimpin harus mengadopsi Islam untuk menentukan kebijakan. Dengan demikian kerahmatan seluruh alam akan terwujud. InsyaAllah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak